Menikah di Bulan Syawal: Bukankah Syawal Bulan Sial
TSIRWAH INDONESIA – Bagi calon pengantin, bulan Syawal menjadi bulan yang sangat ditunggu-tunggu. Khususnya bagi warga Nusantara yang menganggap bulan Syawal menjadi bulan terbaik untuk melangsungkan pernikahan.
Dilansir dari rri.com.id, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Baolan, Muhammad Falatehan Lc, mencatat adanya peningkatan signifikan jumlah pasangan yang melangsungkan pernikahan di bulan Syawal 1445 Hijriah.
Peningkatan ini sangat dipengaruhi oleh stigma masyarakat setempat secara khusus, dan masyarakat Nusantara secara umum bahwa bulan Syawal merupakan bulan yang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Hukum Menikah di Bulan Syawal Menurut Ulama Mazhab
Dr. Syauqi Ibrahim Alam, Mufti Mesir dalam Website resmi Dar al-Ifta’ al-Mishr menegaskan bahwa hukum menikah di bulan Syawal adalah sunnah secara syar’i. Tidak seperti menurut sebagian orang bahwa hukumnya makruh.
Fatwa ini selaras dengan mayoritas Mazhab Fiqh, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah bahwa menikah di bulan Syawal hukumnya sunnah.
Dalam kitab Al-Fawakih Al-Dawani, Imam an-Nafrawi bermazhab Malikiyah menuliskan:
ويستحب كون الْخُطْبَةِ والعقد يوم الجمعة بعد صلاة العصر؛ لقربه من الليل، كما يُسْتَحَبُّ كونها في شَوَّال
Artinya: “Disunnahkan khutbah nikah dan akad nikah di hari jumat setelah salat Asar karena dekat dengan malam. Sebagaimana disunnahkan melaksanakan keduanya di bulan Syawal.”
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dari kalangan Syafi’iyah dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarh al-Minhaj menegaskan hal serupa.
Demikian halnya Imam Al-Mardawi, ulama dari kalangan Mazhab Hanabilah menegaskan dalam kitab Al-Inshaf fi Ma’rifah ar-Rajih mi al-Khilaf.
Sedangkan Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa hukum menikah di bulan Syawal adalah jaiz (boleh) yang berarti tidak sunnah dan tidak makruh, sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Syauqi Ibrahim Alam dalam Dar al-Ifta’ al-Mishr.
Baca Juga: Syawal: Bulan yang Paling Dianjurkan untuk Menikah
Dalil Kesunnahan Menikah di Bulan Syawal
Dalil yang menjadi landasan ketetapan ini adalah hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaiahi Wasalam sebagai berikut:
عن أم المؤمنين السيدة عائشة رضي الله عنهما أنها قالت: تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي، قَالَ: وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ
Artinya: “Dari Aisyah RA ia berkata, ‘Rasulullah SAW menikahi aku pada bulan Syawal dan menggauliku (pertama kali juga) pada bulan Syawal. Lalu manakah istri-istri Beliau Sallahu alaihi wa Sallam yang lebih beruntung dan dekat di hatinya dibanding aku?’” (HR Muslim).
Berdasarkan hadis ini, Imam Nawawi dalam kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn al-Hajjaj menegaskan hadis ini menjadi dalil kesunnahan menikah dan menggauli istri di bulan Syawal, sebagaimana berikut:
فيه استحباب التَّزْوِيجِ وَالتَّزَوُّجِ والدخول في شوال
Artinya: “Dalam hadis tersebut mengandung kesunnahan menikahkan dan menikah dan menggauli (istri) di bulan Syawal”.
Selain Siti ‘Aisyah, Rasulullah SAW juga menikahi istrinya yang lain di bulan Syawal. Beliau adalah Ummu Salamah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Maghazi Al-Waqidi. Bahkan Ummu Salah berkata:
ما بأس في النكاح في شوال والدخول فيه قد تزوجني رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم في شوال، وَأَعْرَسَ بي في شوال
Artinya: “Tidak masalah menikah di bulan Syawal dan menggauli istri. Rasulullah SAW telah menikahiku di bulan Syawal dan melaksakan akad di bulan Syawal (juga),” (HR Al-Waqidi).
Dua hadis di atas termasuk kategori hadis fi’li, yaitu hadis yang menggambarkan pekerjaan atau tindakan Nabi Muhammad SAW.
Hadis fi’li memiliki status yang sama dengan hadis qauli dalam kehujjahannya. Selain itu, hadis di atas tergolong hadis sahih yang telah memenuhi syarat menjadi dalil suatu hukum.
Dengan demikian tradisi masyarakat Nusantara yang banyak melangsungkan pernikahan di bulan Syawal telah sesuai dengan sunnah Nabi SAW karena hadis yang menunjukkan kesunnahannya sangat kuat.
Menentang Anggapan Syawal Bulan Sial
Imam Qhadi ‘Iyadh menjelaskan dalam kitabnya Ikmal al-Mu’lim bi Fawaid Muslim, bahwa orang Arab jahilyah membenci bulan Syawal dan mengadu nasib dengan bulan tersebut.
Stigma ini muncul dari kata Syawal yang memiliki arti kesialan. Orang arab sering berkata: شالت الإبل yang berarti unta itu tidak memiliki banyak susu.
Selain alasan tersebut, juga karena pernah terjadi wabah tha’un di bulan Syawal. Konon, wabah tersebut menyebabkan kematian pengantin dalam jumlah yang sangat banyak.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam Lathaif al-Ma’arif fi ma li Mawasi al’Am min al-Wazhaif.
Para ulama menyebutkan bahwa pernikahan Nabi dengan Siti ‘Aisyah dan Ummu Salamah di bulan Syawal, menjadi dalil kebolehan menikah di bulan Syawal.
Dalam waktu bersamaan hadis-hadis itu juga menjadi dalil bantahan terhadap aggapan orang-orang Jahiliyah yang menganggap syawal sebagai bulan sial.
Kesimpulan
Walhasil, menikah di bulan Syawal merupakan Sunnah Nabi SAW. Hadis-hadis tentang Nabi menikahi ‘Aisyah dan Ummu Salamah di bulan Syawal selain menjadi dalil kesunnahannya, sekaligus menjadi bantahan terhadap dugaan Syawal itu bulan sial.
Wallohu A’lam
Oleh Yoeki Hendra