Berpuasa tetapi Ghibah, Begini Status Puasanya
TSIRWAH INDONESIA – Bulan Ramadhan menjadi momentum bagi umat Islam menjalankan ibadah puasa. Terkadang seseorang berpuasa tetapi ghibah (menggunjing). Hal ini tidak terlepas dari faktor manusia sebagai makhluk sosial.
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Namun, tak jarang dalam interaksi tersebut, seseorang membicarakan orang lain. Perilaku ini menjadi sebuah perbincangan bila seseorang melakukannya di bulan Ramadhan.
Tulisan ini akan mengulas status keabsahan orang yang berpuasa tetapi ghibah. Namun sebelumnya, terlebih dahulu penulis menjelaskan hukum menggunjing. Simak penjelasan berikut:
Hukum Ghibah dalam Al-Qur’an
Ghibah adalah perbuatan yang buruk. Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membencinya. Ayat yang menjelaskan buruknya perbuatan ghibah terdapat pada surah Al-Hujurat ayat 12:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”
Demikian buruknya perbuatan ghibah, Allah SWT mengibaratkannya seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Sementara itu, Rasulullah SAW mengecam seorang muslim yang menggunjing saudara seimannya, sebagaimana hadis berikut:
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «أتدرون ما الغِيبَةُ؟»، قالوا: الله ورسوله أعلم، قال: «ذكرُك أخاك بما يكره»، قيل: أرأيت إن كان في أخي ما أقول؟ قال: «إن كان فيه ما تقول فقد اغْتَبْتَهُ، وإن لم يكن فقد بَهَتَّهُ».
Artinya: “dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, (ia) bersabda: ‘tahukah kalian apa itu ghibah?’ mereka berkata: ‘Allah dan rasulnya lebih mengetahui’. (Rasulullah) menjawab: ‘membicarakan saudara kalian atas apa yang ia tidak sukai’. (Seseorang) bertanya: ‘(bagaimana) apabila orang yang saya ghibahkan itu sesuai dengan yang saya katakan? (Rasul) menjawab: ‘apabila sesuai dengan yang kamu katakan , maka itulah yang dinamakan ghibah, namun apabila tidak, maka kamu membuat kebohongan kepadanya’,” (HR Muslim).
Kedua dalil di atas merupakan bukti bahwa ghibah merupakan perbuatan tercela yang Allah SWT dan rasul-Nya benci, sekalipun yang seseorang katakan sesuai dengan fakta yang ada.
Berpuasa tetapi Ghibah
Secara hukum fiqih, seseorang tidak batal puasanya oleh karena perbuatan ghibah. Sebab, hal-hal yang membatalkan puasa ada sepuluh hal, sebagaimana Abu Syuja’ katakan dalam kitab Al-Ghoyah wa at-Taqrib:
والذي يفطر به الصائم عشرة أشياء: ما وصل عمدا إلى الجوف والرأس والحقنة في أحد السبيلين والقيء عمدا والوطء عمدا في الفرج والإنزال عن مباشرة والحيض والنفاس والجنون والردة.
Artinya: “adapun perkara yang membatalkan puasa ada sepuluh perkara: memasukkan sesuatu dengan sengaja pada lubang (perut), kepala, kerongkongan, dan salah satu dari dua lubang (kubul dan dubur), muntah yang disengaja, bersetubuh dengan (jalur) kemaluan dengan sengaja, keluarnya mani, haid, nifas, gila, dan murtad.”
BACA JUGA: Puasa Ramadhan: Keistimewaannya dan 3 Hal yang Penting untuk Diperhatikan
Dalil di atas menjadi penjelas ketentuan batalnya puasa berdasarkan hukum fiqih. Adapun perbuatan ghibah tidak membatalkan puasa, melainkan menggugurkan pahala orang yang berpuasa. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar, dan betapa banyak orang yang shalat malam tidak mendapatkan apapun kecuali begadang,” (HR Nasa’i).
Hadis di atas menjelaskan betapa sia-sianya seseorang melakukan ibadah puasa, tetapi tidak dihitung pahalanya oleh Allah SWT.
Ustadz H. A. Zaeini Misbahuddin Asyu’ari di laman islam.nu.or.id terkait hadis di atas memberi penjelasan dengan mengutip pernyataan Syekh Sa’id bin Muhammad Baisyan dalam kitab Busyral Kalim bi Syarhi Masailit Ta’lim:
فَإِذَا اغْتَابَ مَثَلًا حَصَلَ عَلَيْهِ إِثْمُ الْغِيْبَةِ لِذَاتِهَا، وَبَطَلَ ثَوَابُ الصَّوْمِ لَا الصَّوْمُ بِمُخَالَفَةِ الْأَمْرِ الْمَنْدُوْبِ بِتَنْزِيْهِ الصَّوْمِ عَنْهَا، كَمَا دَلَّتْ عَلَيْهِ الْأَحَادِيْثُ، وَنَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِي وَالْأَصْحَابُ
Artinya: “apabila misalnya (seseorang) menggunjing, maka ia mendapat dosa menggunjing, dan batal pahala puasanya. Akan tetapi tidak dengan (ibadah) puasanya, sebab hanya menyimpang dari perkara sunah, yang mana ia dianjurkan menghindari perbuatan itu (menggunjing) ketika puasa. Sebagaimana pemahaman hadis-hadis yang telah dijelaskan oleh Imam Syafi’i dan sahabat-sahabatnya.”
Tingkatan Puasa Cermin Keimanan
Orang yang berpuasa tetapi ghibah mencerminkan kualitas keimanannya. Iman seseorang dapat menguat maupun melemah tergantung pada amal perbuatannya.
Terkait orang yang berpuasa, Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin menjelaskan tingkatannya berdasarkan prilakunya:
اعلم أن الصوم ثلاث درجات صوم العموم وصوم الخصوص وصوم خصوص الخصوص:وأما صوم العموم فهو كف البطن والفرج عن قضاء الشهوة كما سبق تفصيله، وأما صوم الخصوص فهو كف السمع والبصر واللسان واليد والرجل وسائر الجوارح عن الآثام، وأما صوم خصوص الخصوص فصوم القلب عن الهضما لدنية والأفكار الدنيوية وكفه عما سوى الله عز وجل بالكلية ويحصل الفطر في هذا الصوم بالفكر فيما سوى الله عز وجل واليوم الآخر
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya berpuasa itu memiliki tiga tingkatan, puasa awam, puasa khusus, puasa khususnya khusus: adapun puasa umum adalah cukup mencegah perut dan farji dari keinginan nafsu. Puasa khusus adalah mencegah pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, dan seluruh anggota tubuh dari (berbuat) dosa. Puasa khususnya khusus adalah puasanya hati dari (mendekati) kehinaan, memikirkan keduniaan, dan memikirkan selain Allah ‘azza wa jalla. Untuk puasa yang terakhir ini, disebut batal bila terlintas dalam hati memikirkan selain Allah SWT dan hari akhir.”
Kesimpulan
Orang yang berpuasa namun ghibah tidak batal puasanya, namun ia tidak mendapatkan pahala apapun melainkan lapar dan dahaga. Alasannya, ghibah merupakan perbuatan tercela yang Allah SWT dan rasul-Nya benci. Perbuatan itu juga cerminan kualitas iman seseorang.
Wallohu A’lam
Oleh Ustadz Muhammad Wildan Saiful Amri Wibowo