Fiqih & AkidahPernikahan & Keluarga

Hukum Istri yang Berpuasa Tanpa Izin Suaminya, Berikut Detailnya

TSIRWAH INDONESIA – Hukum istri untuk berpuasa qadha (pengganti) secara leluasa atau puasa sunnah yang berulang setiap bulan atau minggu tanpa izin suaminya, sementara ia ada (tidak merantau) adalah haram.

Hal ini sebagaimana yang tertera dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

لا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شاهِدٌ إلَّا بإذْنِهِ

Artinya: “Tidak halal bagi wanita berpuasa tanpa seizin suaminya sedangkan suaminya hadir,” (HR Bukhori).

Namun, ada keadaan tertentu pula yang membolehkannya untuk tidak meminta izin. Mengenai kriteria perizinan istri kepada suami perihal berpuasa, mengutip dari kitab Tuhfatul Muhtaj jilid 3, halaman 461, karya Ibnu Hajar Al-Haitamy, berikut detailnya:

Seorang istri wajib meminta izin suaminya untuk berpuasa qadha yang masih memungkinkan penundaan karena waktunya masih lama.

Misalnya, seorang istri memiliki hutang tiga hari puasa dan bulan Ramadhan masih lima bulan lagi. Karena masih ada waktu yang cukup lama, puasa qadha harus dengan izin suaminya.

Namun, jika seorang istri memiliki hutang lima hari puasa dan bulan Ramadhan tinggal satu minggu lagi, ia tidak perlu meminta izin suaminya karena situasinya sudah sangat mendesak.

Istri juga harus meminta izin untuk puasa sunnah yang berulang setiap bulan dan setiap minggu. Misalnya, puasa Senin Kamis atau puasa ayyamul bidh. Jika ia ingin menjalankan puasa ini, maka harus meminta izin suaminya.

Berbeda halnya dengan yang datangnya tahunan seperti puasa Arafah. Meskipun dalam syariat istri tetap meminta izin, maka suami tidak boleh melarangnya, karena ini momentum penting yang tidak akan datang dua kali.

||BACA JUGA: Hukum dan Keutamaan Puasa Arafah, Simak

Perlunya Izin, jika suami berada di kota yang sama dengan istrinya. Jika berbeda kota (misalnya karena merantau), istri tidak perlu meminta izin.

Begitu juga, jika suami ada di kota yang sama tetapi ada situasi yang tidak memungkinkan dalam melakukan hubungan intim, seperti ia sedang i’tikaf, ihram, salah satu dari keduanya memiliki penyakit yang tidak memungkinkan untuk berjima’, bahkan bekerja dari pagi hingga malam, istri tetap wajib meminta izin kepadanya untuk berpuasa.

Perintah izin ini berkaitan dengan kebutuhan seksual suami. Karena puasa sunnah hukumnya sunnah, sedangkan melayani suami hukumnya wajib. Oleh karena itu, perlu kerelaan agar ia bisa menahan hasratnya pada hari itu.

Maka kesimpulannya adalah haram hukumnya bagi istri untuk berpuasa tanpa izin suaminya jika hadir dan ada. Apabila ia tetap nekat tanpa izinnya, maka puasanya sah tetapi haram. Suami boleh tetap menggaulinya dan dosa akan ditanggung oleh istri.

Wallahu a’lam
Oleh Syafik Islahul Umam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator