Fiqih & AkidahKesehatan

5 Hukum Berobat dalam Islam, disertai Fatwa MUI

TSIRWAH INDONESIA – Berobat merupakan usaha untuk mendapatkan kesembuhan. Obat lazim digunakan untuk meringankan, mengobati, atau mencegah seseorang terkena penyakit. Berobat juga merupakan upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh. 

Obat dapat digunakan dalam berbagai bentuk dan cara. Tidak hanya diminum seperti yang biasa dilakukan. Namun, juga dapat disuntikkan, ditempelkan pada kulit, atau dihirup.

Penanganan pada beberapa penyakit, kerap kali menggunakan benda najis dan haram, yang tidak sesuai ketentuan syariat. Contohnya, terapi urine dan terapi alkohol. 

BACA JUGA : Sakit Jangan Langsung Minta Sembuh, Ini Nasihat Ulama

Berikut Kaidah-Kaidah Fiqh yang Terkait dengan Praktek Pengobatan

الضَّرَرُ يُزَالُ 

Artinya: “Bahaya itu harus dihilangkan.” 

درء المفاسد مقّدم على جلب المصالح

Artinya: “Meninggalkan kerusakan diutamakan daripada mengambil kemaslahatan.”

الضّرورات تبيح المحظورات

Artinya: “Keadaan darurat itu membolehkan sesuatu yang dilarang.”

Beberapa Hadis Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam tentang Anjuran Berobat

Salah satu tujuan berobat dalam Islam adalah untuk memelihara jiwa dan raga, yang merupakan bagian dari maqashid syari’ah (tujuan syariat) yang lima, yaitu memelihara agama, jiwa, harta, akal dan keturunan.  

Tujuan ini diperkuat dengan anjuran Rasulullah SAW untuk berobat, sebagaimana dalam beberapa hadis berikut:

إن الله تعالى أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فتداووا ولا تداووا بالحرام

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit dan obatnya dan menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan kalian berobat dengan yang haram,” (HR Abu Dawud).

مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَل لَهُ شِفَاءً

Artinya: “Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan ketika itu juga Allah menurunkan obatnya,” (HR Imam Bukhari).

عن أُسامةَ بنِ شَريكٍ رَضِيَ اللَّهُ عنه قال قالَتِ الأعرابُ يا رسولَ الله ألَا نتداوَى قال نَعمْ يا عبادَ اللهِ تداوَوْا فإنَّ اللهَ لم يَضَعْ داءً إلَّا وضَعَ له شفاءً

Artinya: Usamah bin Syarik radhiyallahu ‘anhu, berkata; Seorang Arab berkata kepada Nabi; “Wahai Rasulullah, apakah kami harus berobat? Lalu Nabi menjawab: “Iya, berobatlah wahai hamba-hamba Allah, karena Allah tidak menciptakan penyakit, kecuali juga menciptakan obatnya,” (HR At-Turmudzi).

Beberapa Perbedaan Hukum Berobat Tergantung Kondisi Pasien

Dr. Hasan bin Ahmad bin Hasan Al-Fakki menerangkan dalam kitabnya Ahkamul Tadwiyah fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, bahwa hukum berobat ada lima, tergantung kondisi penyakit yang diderita pasien, yaitu:

Wajib, jika ada keyakinan yang kuat, bahwa penyakit yang diderita akan menyebabkan kematian, karena menyelamatkan nyawa hukumnya wajib. Begitu pula penyakit menular, wajib diobati untuk kebaikan bersama, agar tidak berjangkit kepada yang lain.

Sunnah, jika penyakitnya dapat menyebabkan badan lemah. Namun, tidak sampai membahayakan diri dan orang lain, tidak membebani orang lain, tidak menular, dan tidak mematikan.

Mubah, jika penyakitnya ringan, tidak menyebabkan badan lemah, dan tidak menimbulkan efek buruk. Oleh karena itu, berobat atau tidak berobat adalah keputusan pasien.

Makruh, jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, namun tidak menyebabkan kematian. Apabila obat yang digunakan diduga kuat tidak berpengaruh, lebih baik tidak berobat dalam kondisi seperti ini, karena tidak akan berdampak apa-apa terhadap pasien dan hanya akan membuang harta.

Haram, jika berobat dengan sesuatu yang haram, seperti menggunakan darah dan bisa ular untuk mengobati penyakit asma dan asam urat. Diharamkan juga berobat ke dukun, menggunakan sihir dan jimat untuk mengobati atau mencegah penyakit.

Agama Islam pada dasarnya sangat menganjurkan umatnya, untuk melakukan upaya pengobatan dengan memegang teguh prinsip halal. 

Obat yang halal harus memenuhi beberapa indikator, yaitu tidak mengandung bahan yang berbahaya; tidak berasal dari hewan yang diharamkan dalam Islam; tidak mengandung bahan yang menyebabkan efek berbahaya; dan tidak diproses atau disimpan dengan menggunakan alat, yang tidak bebas dari bahan berbahaya.

Fatwa MUI tentang Obat dan Pengobatan Nomor 30 Tahun 2013 

Pertama: Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan, dan perawatan kesehatan yang merupakan bagian dari menjaga Al-Dharuriyat Al Khams. 

Kedua: Dalam ikhtiar mencari kesembuhan, wajib menggunakan metode pengobatan yang tidak melanggar syariat. 

Ketiga: Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan, wajib menggunakan bahan yang suci dan halal. 

Keempat: Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan hukumnya haram. 

Kelima: Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan, hukumnya haram kecuali memenuhi syarat sebagai berikut: 

a. Digunakan pada kondisi keterpaksaan (al-dharurat), yaitu kondisi keterpaksaan, yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia, atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat (الحاجة قد تنزل منزلة الضرورة), yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari; 

b. Belum ditemukan bahan yang halal dan suci; dan 

c. Adanya rekomendasi paramedis kompeten dan terpercaya bahwa tidak ada obat yang halal. 

Keenam: Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar, hukumnya boleh dengan syarat dilakukan pensucian.

Wallohu Alam
Oleh Dosen Sylvia Kurnia Ritonga

21 komentar pada “5 Hukum Berobat dalam Islam, disertai Fatwa MUI

  • Terimakasih ustadzah telah meninggalkan jejak pertinggal agar bisa kami lihat di waktu luang, terimakasih motivasi untuk membaca nya ustadzah

    Balas
  • Ikalia Rizki Rambe

    Masya Allah, terimakasih Ilmunyaa ustadzah🙏🏻

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Sama-sama, Ikalia.

      Balas
  • Masyaallah ustadzah , sangat menginspirasi sekali mudah mudahan apa yang dibaca di atas dapat di amalkan dan disimpan kedalam pikiran dan dibagikan kepada orang lain atas apa yang kita dapatkan 🥰🥰🙏🙏🙏

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Alhamdulillah, yuk, share artikel Tsirwah sebanyak-banyaknya ya. Moga jadi kadang pahala bagi kita semua.

      Balas
  • Terimakasih ustadzah atas tulisan yang mengesankan, dapat menginspirasi orang diluaran sana seperti saya yang kurang dalam menulis, semoga sesudah melihat tulisan ustazah motivasi saya yang dulu biar bangkit kembali

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Ayo, semangat lagi. Gabung dengan barisan jurnalis Tsirwah. Dilatih sampai bisa. Hehehe

      Balas
  • Masya Allah, penjelasan yang singkat, padat, dan tepat. Dengan membaca dan memahami artikel ini saya dapat lebih paham mengenai hukum pengobatan dengan benda najis.

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Ma syaa Allah. Terima kasih. Semoga bermanfaat.

      Balas
  • Dewi Harnum

    MasyaAllah, sangat mudah untuk saya memahami nya buk

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Alhamdulillah, yuk baca-baca lagi artikel Tsirwah yang lainnya.

      Balas
  • Yuni Sartika Pohan

    Terimakasih buk untuk penjelasannya tentang hukum berobat dalam Islam sangat jelas dan mudah dimengerti.
    maka yang dapat saya simpulkan ialah bahwasanya hukum berobat itu wajib atau diharuskan bagi kita apabila merasakan sakit yang telah di derita, karena. Apabila kita membiarkanmya saja tanpa usaha maka kita sama saja menyakiti diri sendiri.

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Yup, betul sekali. Membiarkan diri sakit-sakitan, tentu perbuatan yang zalim, bukan?

      Balas
  • Yuli Anna Hsb

    Syukron ustadzah atas tulisannya, sehingga dapat menambah Wawasan para mahasiswa tentang masailul fiqh ini, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari terutama tentang cara dan mencari pengobatan yang halal sesuai dengan syara’🙏

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Alhamdulillah, sering-sering mampir ke lama Tsirwah ya. Banyak ilmu yang bermanfaat disini.

      Balas
  • TAUFIK HIDAYAT

    Luar biasa ustadzah🙏

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Ma syaa Allah. Semoga bermanfaat ya, dan menambah wawasan bagi kita semua.

      Balas
  • Nurhajijah Lubis

    Masyaa Allah terimakasih ustadzah atas ilmunya.

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Sama-sama, semoga menjadi amal jariyah bagi kita semua.

      Balas
  • Seri Sumarti Nasution

    Terimakasih Ustadzah atas ilmunya, semoga dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya🙏

    Balas
    • Sylvia K.R.

      Aamiin ya Allah, semoga bermanfaat.

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator