Begini Islam Menjelaskan Peran Ayah dalam Mendidik Anak, Simak
TSIRWAH INDONESIA – Fenomena fatherless saat ini tengah ramai diperbincangkan di Indonesia. Data dari United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2021 menunjukkan sekitar 20,9 persen anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah (fatherless).
Sementara itu, data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa sekitar 2.999.577 orang dari total 30,83 juta anak usia dini telah kehilangan sosok ayah.
Angka tersebut belum termasuk dengan jumlah anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang, cinta, dan pendidikan dari ayahnya secara fisik.
Pengertian Fatherless
Fatherless merupakan suatu istilah yang menggambarkan seorang anak tumbuh dan berkembang tanpa sosok ayah. Fatherless dapat terjadi secara fisik maupun mental atau psikologis.
Fatherless secara fisik artinya seorang anak tidak tinggal bersama ayahnya. Fatherless secara psikologis artinya seorang anak tidak memiliki hubungan yang hangat dan dekat dengan ayahnya.
Peran Ayah bagi Anak
Allah subhanahu wa ta’ala setidaknya sudah memberikan gambaran mengenai peran seorang ayah dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 13:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَـٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَـٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ ١٣
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar’.”
Berdasarkan ayat tersebut, Allah SWT menunjukkan peran seorang ayah sebagai pemberi nasihat kepada anaknya. Artinya, seorang ayah pun tetap berperan dalam masa pendidikan anak, walaupun peran seorang ibu disebut-sebut sebagai madrasatul ula (pendidikan pertama).
BACA JUGA : Nafkah Anak: Memahami Tanggung Jawab Seorang Ayah, Simak
Peran pendidikan seorang ayah dalam hal ini adalah untuk menunjukkan hal-hal yang baik dan benar kepada seorang anak. Melalui hal itulah anak akan mendapatkan pengalaman belajar mengambil keputusan berdasarkan baik buruknya suatu hal.
Allah SWT berfirman juga dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233:
۞ وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَـٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ… ٢٣٣
Artinya: “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya …”
Penggalan ayat di atas mengisyaratkan peran seorang ayah untuk memenuhi kebutuhan anak dan isterinya. Kebutuhan nafkah, sandang, pangan, papan dan kebutuhan lainnya.
Ayah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak. Hal itu akan mendukung tumbuh dan kembang seorang anak, sehingga dapat meminimalisir perasaan fatherless ketika si anak sudah tumbuh dewasa.
Fenomena fatherless faktanya sangat berpengaruh besar terhadap eksistensi anak di kehidupan masa dewasanya. Bisa berpengaruh pada kondisi psikologis anak seperti rentan depresi, cemas, takut, sedih, bahkan trust issue (masalah kepercayaan).
Maka dari itu, penting bagi seorang ayah untuk memerhatikan kebutuhan psikologis anak melalui pemenuhan ‘tangki cinta’ sang anak.
Seorang ayah tidak hanya berperan dalam mencari dan memberikan nafkah yang cukup, tapi kebutuhan anak dalam hal afeksi pun penting untuk diperhatikan agar anak terhindar dari fenomena fatherless.
Wallohu A’lam
Oleh Khotimah Sri Wulandari