Kiai Bisri Syansuri: Mu’assis Ponpes Mamba’ul Ma’arif Denanyar
TSIRWAH INDONESIA – Kiai Bisri Sansuri merupakan salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama. Beliau tutup usia pada 25 April 1980 di usia 93 tahun. Makamnya berada di kompleks pemakaman Pesantren yang beliau dirikan, Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar.
Semasa hidupnya, banyak torehan yang beliau tinggalkan, baik di bidang agama, organisasi, maupun bangsa Indonesia. Untuk mengenal jasa-jasa selama hidupnya, berikut ini sedikit ulasan terkait biografi beliau:
Kelahiran dan Silsilah
Bila membicarakan kabupaten Jombang, satu hal menonjol dari tempat ini adalah banyaknya ulama khos yang pernah tinggal di tempat ini. Bahkan beberapa dari mereka lahir, membangun pondok pesantren, dan wafat di kabupaten ini. Salah satunya ialah KH Bisri Syansuri.
Mengutip laman nu.or.id, beliau lahir pada 18 September 1886 di Desa Tayu, Kabupaten Pati. Nama syansuri merupakan nama dari ayahanda. Sebagaimana tradisi para ulama, nama ayah disandarkan setelah nama panggilan. Contohnya seperti Hasyim Asy’ari, nama Asy’ari merupakan nama ayahnya.
Kiai Bisri Syansuri lahir dari pasangan Kiai Syansuri dan Siti Mariyah. Beliau merupakan anak ketiga dari lima bersaudara: mas’ud, Sumiati, Muhdi dan Syafa’atun.
Nasab dari jalur ibu beliau bersambung kepada ulama-ulama besar di wilayah pesisir utara Jawa. Dilansir dari laman kanzun.net, beliau memiliki hubungan kekerabatan dengan Kiai Khalil Lasem, Kiai Ma’sum dan Kiai Baidhawi.
Selain itu, Kiai Bisri juga merupakan kakek dari Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Sebab, ibunda Gus Dur, Nyai Sholihah merupakan anak ke sembilan kiai Bisri.
Hubungan kekerabatan lainnya adalah dengan Kiai Wahab Chasbullah. Kiai Bisri Syansuri menikah dengan Nur Khodijah pada tahun 1912. Nur Khodijah sendiri merupakan adik kandung dari Kiai Wahab Chasbullah.
Pendidikan
Sebagai seseorang yang hidup di lingkungan keluarga taat beragama, Kiai Bisri Syansuri belajar ilmu-ilmu keislaman di ayahnya sendiri sejak kecil.
Seusai belajar dengan ayahnya, ia juga belajar berbagai disiplin ilmu, termasuk nahwu, shorof, fiqih, tasawuf, tafsir, dan hadis, di bawah bimbingan Kiai Abdus Salam, yang dikenal sebagai ahli dan hafal Al-Qur’an.
Bukan hanya dua tempat, Bisri muda tercatat pernah belajar ke banyak ulama Jawa kala itu.
KH Bisri belajar di Pondok Pesantren Tebuireng selama enam tahun. Beliau belajar langsung di bawah bimbingan Hadratu Syaikh Hasyim Asy’ari, yang merupakan salah satu tokoh agama terkemuka pada waktu itu.
Selama masa ini, KH Bisri mendalami ilmu-ilmu agama dengan sangat baik, memperoleh pengetahuan yang mendalam dalam berbagai bidang ilmu agama.
Ulama lainnya yang pernah menjadi gurunya seperti Kiai Kholil Kasingan, Kiai Syu’aib Sarang Lasem , dan Syaikhona Kholil Bangkalan. Hubungan persahabatan dengan Kiai Wahab muncul saat beliau belajar bersama di Syaikhona Kholil Bangkalan.
Setelah penjuru Jawa beliau kelilingi, KH Bisri melanjutkan pendidikannya di Makkah. Melansir dari laman ppalamanahbu.com, selama di Makkah beliau belajar kepada banyak ulama, baik itu ulama Nusantara, maupun ulama mancanegara.
Guru-guru belia di antaranya: Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Mahfudz Termas, Kiai Mukhtarom Banyuwangi, Kiai Bakir Jogja, Kiai Asyari Bawean, Syekh Abdul Hamid dari Kudus, Syekh Syuaib Al Daghistani, Syekh Hasan Al Yamani, Syekh Ibrahim Al Yamani, Syekh Jamal Al Maliki.
KH Bisri Syansuri dikenal sebagai seorang pembelajar yang ulet dan cinta akan ilmu fikih. Ia selalu mencari dasar keilmuan yang kuat sebelum bersikap, dan ini terlihat dalam cara bersikapnya yang sangat berhati-hati. Pendidikan KH Bisri tidak hanya terbatas pada ilmu agama, tetapi juga melibatkan pengalaman dan praktik dalam berbagai aspek kehidupan.
BACA JUGA : Kiai Wahab Chasbullah: Ulama Nasionalis yang Gigih dan Kritis
Kiprah
Sepulang pengembaraan ilmunya di tanah haram, Kiai Bisri Syansuri kembali ke tanah air untuk mengamalkan segala ilmu yang telah beliau pelajari. Perjuangannya di bidang dakwah memberikan pengaruh nyata bagi umat Islam dan bangsa, berikut ini di antaranya:
1. Agama
a. Pendiri NU
Melansir dari jatim.nu.or.id, KH Bisri Syansuri adalah salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926. Adapun jabatan yang pernah beliau ampu selama di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) adalah sebagai Wakil Rais ‘Aam dan Ketua Rais ‘Aam PBNU sejak 1972 sampai tutup usianya.
KH Bisri Syansuri dikenal sebagai seorang kiai yang mendalami ilmu fikih. Boleh jadi pengaruh ini yang melekat pada identitas NU sampai saat ini, begitu juga dengan pesantren salaf.
Menurut catatan Gus Dur, sebagaimana pada laman nu.or.id, Kiai Bisri-Denanyar, Kiai Abdul Karim-Gresik, Kiai Ma’shum Ali-Krapyak, Kiai As’ad-Situbondo merupakan ‘barisan fiqih’ yang kelak memengaruhi pesantren yang condong ke ilmu fiqih.
Corak ini juga yang memengaruhi keputusan sosial-keagamaan, dan politik di lingkungan NU.
Jauh sebelum berdirinya NU, ia bersama dengan beberapa kiai muda lainnya, termasuk KH Abdul Wahab Chasbullah, membentuk klub kajian yang diberi nama Taswirul Afkar dan sekolah agama dengan nama yang sama, yaitu Madrasah Taswirul Afkar.
b. Pengasuh Pesantren
Kiai Bisri Sansuri mendirikan pesantren Mamba’ul Ma’arif, yang letaknya di Desa Denanyar pada 1917. Desa ini berlokasi tidak jauh dari karib sekaligus kakak Iprarnya, Kiai Wahab Chasbullah, yakni sekitar 3 km dari Tambakberas.
Pesantren yang telah berdiri selama seratus tujuh tahun ini mulanya hanyalah sebuah surau kecil dengan empat santri saja. Santri tersebut seluruhnya merupakan laki-laki. Pada zaman tersebut, perempuan yang belajar adalah suatu hal yang tidak lazim secara budaya dan kebiasaan.
Namun atas restu dari gurunya, kiai Hasyim Asy’ari, tahun 1921, Pondok Pesantren Putri Denanyar berdiri. Mulai dari sini lah, kiai Bisri mengupayakan pendidikan yang setara dan berangsur mengubah stereotip perempuan di mata masyarakat terhadap pendidikan.
Melansir dari laman joinmedia.id, tahun-tahun berikutnya, pesantren Denanyar terus berkembang di bawah asuhan Kiai Bisri Syansuri dengan berdirinya lembaga pendidikan. Tahun 1924 berdiri Madrasah Ibtidaiyah. Tahun 1926 berdiri Madrasah Tsanawiyah Putra, dua tahun berikutnya berdiri untuk putri.
Pada tahun 1962 berdiri sekolah setingkat dengan SMA untuk putra dan putri. Lain halnya dengan sekolah umum yang mencampurkan laki-laki dan perempuan, pesantren sangat berhati-hati dalam urusan ini.
Oleh sebab itu, kebanyakan pesantren memisahkan kelas antara perempuan dan laki-laki, meski dari muatan pembelajan tidak jauh berbeda.
2. Bangsa
KH Bisri Syansuri aktif dalam perpolitikan. Ia pernah menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai perwakilan dari Masyumi. Selanjutnya, ia menjadi anggota Dewan Konstituante dan Ketua Majelis Syuro PPP. Pada tahun 1971-1980, ia juga terpilih menjadi anggota DPR.
Demikian sedikit riwayat hidup dari pendiri pesantren Mamba’ul Ma’arif, Denanyar, Jombang. Beliau adalah Kiai Bisri Syansuri, ulama yang semasa hidupnya mengabdi bagi agama dan negara.
Wallahu A’lam
Oleh Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo