Kiai Wahab Chasbullah: Ulama Nasionalis yang Gigih dan Kritis
TSIRWAH INDONESIA – Ketika membicarakan tokoh paling berpengaruh dalam pendirian Nahdlatul Ulama, sosok yang muncul dari benak pertama kali adalah tiga ulama Jombang: Hadratu Syaikh Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan Kiai Bisri Syansuri.
Ketiga ulama tersebut menjadi saudara baik dari segi nasab, ilmu, maupun organisasi. Setelah sebelumnya menceritakan sedikit kisah dan kiprah Hadratu Syaikh Hasyim Asy’ari, artikel ini akan mengulas pendiri NU lainnya, Kiai Wahab Chasbullah.
Beliau semasa hidupnya merupakan ulama kharismatik asal Jombang. Banyak kiprah yang beliau torehkan baik bagi agama maupun bangsa. Salah satu kiprahnya adalah menjadi pengasuh pesantren Tambakberas.
Beliau juga ulama yang berpandangan visioner dan giat dalam memperjuangkan kemerdekaan. Guna mengetahui kisah dan kiprahnya bagi bangsa, simak penjelasan lebih lengkap berikut ini:
Riwayat Hidup
KH Abdul Wahab Chasbullah, juga dikenal sebagai Mbah Wahab, adalah seorang ulama besar dan salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Beliau lahir pada tanggal 31 Maret 1888 di Jombang, Jawa Timur.
Mbah Wahab merupakan putra dari pasangan KH Hasbullah Said dan Nyai Latifah. Nasabnya bertemu dengan Kiai Hasyim Asy’ari di Kiai Abdus Salam (Mbah Soichah), pendiri pertama pesantren Tambakberas, Jombang.
Adapun rincian nasabnya adalah: Kiai Hasyim Asy’ari memiliki ibu Nyai Halimah. Beliau merupakan putri dari kiai Usman Nggedang bersama Istrinya Nyai Layyinah. Nyai Layyinah merupakan putri sulung dari Kiai Abdus Salam.
Sedangkan dari jalur KH Wahab Chasbullah, beliau merupakan putra dari Kiai Hasbullah Sa’id dan Nyai Latifah. Nenek dari jalur ayah, Nyai Fatimah juga merupakan putri dari Kiai Abdus Salam.
Jadi, secara kekerabatan, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan kakak sepupu dari Kiai KH Hasbullah.
Riwayat Pendidikan
KH Abdul Wahab Chasbullah mengenyam pendidikan di beberapa pesantren. Beberapa di antaranya: Pesantren Langitan Tubah, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah kepengurusan KH Hasyim Asy’ari.
Ia juga berguru pada Syaikhona R. Muhammad Kholil Bangkalan dari Madura dan menimba ilmu dari Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani di Makkah.
Sama halnya dengan sang guru, Kiai Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah melanjutkan Pendidikan ke Makkah. Melansir laman esi.kemdikbud.go.id, beliau pergi ke Makkah pada tahun 1910, di usianya yang ke 27 tahun.
Oleh karena hidup di masa perjuangan kemerdekaan, kedatangannya ke tanah haram bukan hanya bertujuan menimba ilmu. Beliau juga menyimpan semangat persatuan dan kemerdekaan. Maka tak heran, ketika di Makkah beliau masuk ke komunitas Jawi.
Bersama dengan pemuda Indonesia lainnya seperti Raden Asnawi Kudus, Abbas Jember, dan Muhammad Dahlan Kertosono, beliau mendirikan Sarekat Islam. Boleh jadi mulai dari sini lah muasal perjuangan KH Wahab Chasbullah dalam membangun relasi internasional perjuangan kemerdekaan.
Pengembaraannya dalam menuntut ilmu di Makkah berlangsung selama empat tahun. Tahun 1914 KH Wahab Chasbullah pulang ke tanah air dan turut meramaikan kontestasi perjuangan kemerdekaan Indnesia.
Kiprah bagi Umat dan Bangsa
1. Mu’assis Pondok Pesantren
KH Abdul Wahab Chasbullah memiliki peran yang signifikan dalam Pondok Pesantren Tambakberas. Beliau meneruskan tampuk kepemimpinan pesantren dari ayahnya KH Hasbullah Said.
Kiai Wahab menerima pendidikan agama yang mendalam di Pondok Pesantren Tambakberas. Ia belajar dari berbagai ulama dan mengembangkan pemikiran keagamaan yang progresif.
Legasi dari beliau yang nampak hingga saat ini adalah sikap fleksibel. Kala itu, di kala sebagian kelompok islam (Darul Islam) menghendaki Indonesia menjadi negara islam, beliau berkomitmen untuk berdiri di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melansir dari laman tambakberas.com, sikap tersebut terus dipegang teguh oleh pesantren Tambakberas hingga saat ini. Sikap tersebut juga ditanamkan kepada seluruh santri supaya memiliki semangat nasionalisme yang toleran dan bersatu dalam perbedaan.
Pada aspek yang lain, masih pada laman yang sama, KH Wahab Chasbullah juga gemar dalam olahraga. Kegemaran tersebut beliau terapkan dengan membangun klub sepak bola pada tahun 1950an dengan nama Himpunan Muslimin (HM) yang kini bernama Persatuan Sepakbola Harapa Muda.
BACA JUGA : Seri Ulama Nusantara: Pengaruh Hadratu Syaikh Hasyim Asy’ari
2. Pendiri Nahdlatul Ulama
KH Wahab Chasbullah memainkan peran penting dalam pembentukan NU, bersama ulama lainnya, Hadratu Syaikh Hasyim Asy’ari, dan KH Bisri Sansuri. Beliau berperan sebagai Ketua Tim Komite Hijaz pada tahun 1926.
Ia juga turut berkontribusi dalam mencetuskan dasar-dasar kepemimpinan organisasi NU. Gagasannya berupa terbentuknya dua badan, yaitu syuriah dan tanfidziyah, untuk mempersatukan kalangan tua dan muda.
Mbah wahab juga dikenal sebagai pengarang lagu ‘Yaa Lal Wathan’, mars NU yang masih kerap dilantunkan dalam berbagai acara.
Ia juga memelopori kebebasan berpikir di kalangan umat Islam Indonesia. Ia mendirikan kelompok diskusi Tashwirul Afkar di Surabaya, yang menjadi forum komunikasi dan pertukaran informasi antar tokoh nasional.
Kelompok diskusi ini berdiri pada 1914. Bermula dari diskusi yang membahas topik keagamaan dan umum, forum ini berkembang sampai mendirikan lembaga formal yang ditujukan kepada masyarakat miskin.
Puncak dari gerakan ini ialah berdirinya Sekolah Tinggi Agama Islam Taswirul Afkar yang masih eksis sampai saat ini.
Meski tidak ada sangkut pautnya dengan NU, Tashwirul Afkar menurut M. Ali Firdaus merupakan cikal bakal berdirinya NU.
3. Ketua Laskar Hizbullah
Peran penting lainnya dari Mbah Wahab ada di ormas perjuangan Laskar Hizbullah, yang merupakan gerakan perlawanan terhadap penjajah Jepang. Ia menjadi Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) dan tercatat sebagai salah satu tokoh utama dalam perang melawan penjajah Jepang.
Perannya dalam Laskar Hizbullah mencakup kepemimpinan dan perjuangan yang berkontribusi besar dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan.
Wafatnya Sang Pahlawan Bangsa
KH Wahab Chasbullah wafat pada tanggal 29 Desember 1971 di usianya yang menginjak 83 tahun. Makamnya terletak di komplek Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, dan masih menjadi tempat ziarah hingga saat ini.
Pada tanggal 7 November 2014, KH Abdul Wahab Chasbullah mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional oleh Ir. H. Presiden Joko Widodo. Gelar ini merupakan apresiasi negara kepada beliau atas jasa-jasanya selama kemerdekaan dan mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
Demikian sekelumit biografi ulama sekaligus pahlawan bangsa, KH Abdul Wahab Chasbullah. Kegigihan beliau dalam berjuang untuk agama dan bangsa adalah kisah tauladan yang patut menjadi panutan generasi muda Indonesia masa kini.
Wallahu A’lam
Oleh Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo