Kupas Tuntas Bab Mahram Part 2: Mahram Sementara dan Bukan Mahram, Simak Perbedaannya
TSIRWAH INDONESIA – Dalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasith disebutkan arti mahram adalah dzulhurmah (ذو الحرمة) yaitu wanita yang haram dinikahi bagi laki-laki. Islam telah menetapkan siapa saja yang masuk kategori mahram permanen maupun sementara dan yang bukan mahram.
Pengertian Mahram Mu’aqqatah
Mahram muaqqatah atau mahram sementara yaitu perempuan yang haram dinikahi oleh laki-laki karena sebab tertentu. Apabila sebabnya telah hilang, maka hilang pula keharamannya.
Pengelompokan Mahram Mu’aqqatah
Berikut perempuan yang termasuk mahram mu’aqqatah bagi laki-laki adalah:
1. Adik atau kakak ipar perempuan. Artinya, tidak boleh laki-laki menikah dengan seorang perempuan sekaligus menikahi saudaranya dalam waktu bersamaan, baik bersaudara karena nasab ataupun persusuan, baik dalam satu akad ataupun dalam akad yang berbeda.
Apabila pernikahannya dilakukan dalam satu waktu, maka batallah pernikahan keduanya. Namun, jika pernikahannya dilakukan dalam akad yang berbeda, maka batallah pernikahan yang kedua. Kecuali, jika istri yang telah dinikah pertama meninggal atau setelah dicerai kemudian telah habis masa idahnya, maka saudara perempuannya boleh dinikah.
2. Bibi istri. Alasannya, karena tidak boleh laki-laki menikahi perempuan sekaligus dengan bibinya atau dengan keponakannya.
3. Perempuan yang kelima. Artinya, tidak boleh laki-laki menikahi perempuan yang kelima sebab ia sudah menikahi empat perempuan. Kecuali jika salah seorang dari perempuan yang empat ini meninggal dunia atau dicerai dan sudah habis masa idahnya.
4. Perempuan musyrik penyembah berhala, yaitu perempuan yang tidak mempunyai kitab samawi (Taurat dan Injil). Namun, jika perempuan tersebut mempunyai kitab samawi atau perempuan itu sudah memeluk agama Islam, maka ia boleh dinikah.
5. Perempuan yang bersuami. Artinya, tidak boleh laki-laki menikah dengan perempuan yang telah bersuami dan masih dalam ikatan pernikahannya. Namun, jika suaminya telah meninggal dunia atau menceraikannya dan masa idahnya telah habis, maka boleh dinikah.
6. Perempuan yang sedang menjalankan masa idah, baik dari idah wafat ataupun cerai. Setelah masa idahnya habis, maka ia boleh dinikah.
7. Perempuan yang sudah ditalak tiga kali oleh suaminya. Tidak halal bagi seorang suami merujuk atau menikahi kembali istrinya yang sudah ditalak tiga kali, sampai istrinya itu dinikahi oleh laki-laki lain (muhallil) dengan pernikahan yang sah dan sesuai syariat.
Kemudian, suami kedua atau muhallil itu menceraikannya dan masa idah si istri darinya telah habis. Jika itu sudah terpenuhi, maka suami pertama boleh menikahinya kembali dengan akad yang baru.
Demikianlah penjelasan di atas dapat ditarik benang merahnya, bahwa mahram bagi seorang laki-laki diantaranya:
1. Ibu
2. Nenek
3. Anak
4. Cucu
5. Saudara sekandung
6. Saudara seibu (beda ayah)
7. Saudara seayah (beda ibu)
8. Keponakan perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuan kamu yang sekandung, atau yang hanya seibu atau yang hanya seayah denganmu
9. Bibi dari saudara ibu atau saudara ayah
10. Istri ayah (ibu tiri) atau mantan istri ayah (syarat: sudah berhubungan badan dengan ayah)
11. Anak perempuan istri yang dibawa dari pernikahannya sebelumnya dan anak perempuan dari mantan istri
12. Mertua atau mantan mertua
13. Menantu atau mantan menantu
14. Saudara sesusuan dan siapa saja yang merupakan mahram saudara sesusuanmu dari nasab dia, maka menjadi mahrammu juga
Begitupun mahram bagi perempuan, berarti sebaliknya, yaitu kata perempuan diganti dengan laki-laki, kata ayah diganti dengan ibu, kata bibi diganti dengan paman dan kata istri diganti dengan suami.
Pengertian Bukan Mahram
Istilah bukan mahram adalah wanita yang boleh dinikahi oleh laki-laki. Akan tetapi, selama belum sah dinikahi, ada larangan yang mesti dihindari, yaitu tidak boleh berduaan, bersentuhan kulit dan lainnya. Apabila sudah sah dinikahi, maka semua larangan tersebut menjadi tidak berlaku. Kemudian, istilah bukan mahram sudah tidak berlaku lagi.
Pengelompokan Bukan Mahram
Orang-orang yang tidak menjadi mahram meskipun terjadi perkawinan disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya Raudhatut Thalibin, yaitu sebagai berikut:
لَا تَحْرُمُ بِنْتُ زَوْجِ الْأُمِّ، وَلَا أُمُّهُ، وَلَا بِنْتُ زَوْجِ الْبِنْتِ، وَلَا أُمُّهُ، وَلَا أُمُّ زَوْجَةِ الْأَبِ، وَلَا بِنْتُهَا، وَلَا أُمُّ زَوْجَةِ الِابْنِ، وَلَا بِنْتُهَا، وَلَا زَوْجَةُ الرَّبِيبِ وَلَا زَوْجَةُ الرَّابِّ
Artinya: “Tidak haram (bagi seorang laki-laki untuk menikahi) (1) putri dari suami ibunya, (2) ibu dari suami ibunya, (3) putri dari suami anak perempuannya, (4) ibu dari suami anak perempuannya, (5) ibu dari istri ayah, (6) putri dari istri ayah, (7) ibu dari istri anak, (8) putri dari istri anak, (9) istri dari anak tiri laki-lakinya dan tidak pula (diharamkan untuk menikahi) (10) istri dari ayah tirinya.”
Selanjutnya yang bukan mahram bagi laki-laki di antaranya sebagai berikut:
1. Putri angkat atau putri asuh
2. Ibu angkat
3. Anak perempuan dari saudara ibu atau ayah kandung (sepupu)
4. Anak perempuanya menantu perempuan atau ibunya menantu perempuan
5. Anak perempuanya menantu laki-laki atau ibunya menantu laki-laki
6. Istrinya paman (istri dari saudaranya ibu atau ayah)
Begitupun yang bukan mahram bagi perempuan berarti sebaliknya, keterangan kata ibu diganti dengan ayah, kata istri diganti dengan suami, kata bibi diganti dengan paman, kata perempuan diganti dengan lelaki dan kata putri diganti dengan putra.
Demikian keterangan mahram sementara dan bukan mahram bagi kita yang mesti kita ketahui. Disamping pengetahuan ini juga sangat penting untuk menentukan batasan aurat dan juga batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Baca kembali pembahasan bab mahram part satu tentang mahram sebab nasab, persusuan dan nikah di sini.
Wallohu A’lam
Oleh Ustadzah Dewi Anggraeni