Mengharapkan Rahmat Allah, Begini Keutamaannya
TSIRWAH INDONESIA – Mengharapkan rahmat Allah adalah sifat yang manusiawi. Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia dengan kelemahan, sehingga selalu butuh kepada sesuatu yang lebih kuat daripada dirinya. Hanya Allah SWT yang mampu memenuhi harapan manusia.
Manusia secara alamiah menggantungkan segala harapannya kepada Allah. Keyakinan akan rahmat dan ampunan-Nya menjadi suatu kepastian, mengingat Allah tidak pernah melanggar janji-Nya. Allah SWT menegaskan hal tersebut dalam Alquran surat Ali ‘Imran ayat 9 berikut ini:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُخلِفُ ٱلمِیعَادَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.”
Imam an-Nasafi dalam kitabnya yang berjudul Madarik at-Tanzil menjelaskan ayat ini:
والمَعْنى: أنَّ الإلَهِيَّةَ تُنافِي خُلْفَ المِيعادِ، أي: لا يُخْلِفُ ما وعَدَ المُسْلِمِينَ والكافِرِينَ مِنَ الثَوابِ والعِقابِ
Artinya: “Maknanya: Sesungguhnya sifat ilahiyah itu menafikan sifat menyelisihi janji. Yaitu, AllahSWT tidak akan menyalahi apa yang telah Dia janjikan kepada orang-orang muslim dan orang-orang kafir dari pahala dan dosa.”
Menepati janji merupakan bagian dari sifat Allah. Allah mustahil mengingkari janji-Nya atas apa yang pernah Dia kabarkan, terkait pahala sebagai ganjaran bagi amal saleh, dan dosa sebagai ganjaran bagi perbuatan maksiat.
Tidak Berhenti Berharap pada Allah
Allah menyeru hamba-Nya untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya. Allah SWT berfirman dalam Alquran surat az-Zumar ayat 53:
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (denganmenzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.”
Imam al-Mawardi dalam kitab tafsirnya yang berjudul an-Nukat wa al-‘Uyun menjelaskan:
قَوْلُهُ عَزَّ وجَلَّ: ﴿قُلْ يا عِبادِيَ الَّذِينَ أسْرَفُوا عَلى أنْفُسِهِمْ﴾ أيْ أسْرَفُوا عَلى أنْفُسِهِمْ في الشِّرْكِ. وَيَحْتَمِلُ ثانِيًا: أسْرَفُوا عَلى أنْفُسِهِمْ في ارْتِكابِ الذُّنُوبِ مَعَ ثُبُوتِ الإيمانِ والتِزامِهِ ﴿لا تَقْنَطُوا مِن رَحْمَةِ اللَّهِ﴾ أيْ لا تَيْأسُوا مِن رَحْمَتِهِ
Artinya: “Firman Allah SWT: (Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas atas dirinya sendiri)maksudnya melampaui batas atas dirinya sendiri dalam perkara syirik. Termasuk juga makna yang kedua: melampaui batas atas dirinya sendiri dalam perkara bertumpuknya dosa dengan keadaan masih beriman dan menjaganya, (janganlah berputus asa dari rahmat Allah) maksudnya jangan lelah berharap pada rahmat-Nya.”
Hamba Allah yang dimaksud ada dua, yakni orang yang berbuat syirik dan orang yang dosanya bertumpuk dalam keadaan masih beriman. Kedua orang ini tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, sebab Allah mengampuni dosa-dosa mereka, selama mau bertaubat, beristighfar, meninggalkan kemaksiatan, dan perbuatan syirik.
Rasa putus asa terhadap rahmat Allah muncul karena kemaksiatan yang sudah dilakukan. Ini merupakan bisikan setan. Orang yang telah mengetahui luasnya rahmat Allah, tidak akan berpikiran seperti ini.
Allah Mengampuni Seluruh Dosa
Imam al-Baidhawi memaparkan dalam kitabnya yang berjudul Anwar at-Tanzil:
إنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا﴾ عَفْوًا ولَوْ بَعْدَ بُعْدٍ وتَقْيِيدُهُ بِالتَّوْبَةِ خِلافُ الظّاهِرِ ويَدُلُّ عَلى إطْلاقِهِ فِيما عَدا الشِّرْكَ﴿
Artinya: “(Sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa) dimaafkan meskipun setelah jatuhjauh ke dalam dosa dan diikuti dengan taubat, bertolak belakang dengan zhahir ayat ini yang menunjukkan makna mutlak seluruh dosa selain syirik.”
Allah mengampuni dosa seorang hamba selama ia datang mendekat kepada Allah dengan seluruh dosa-dosanya. Ampunan dari Allah tidak akan datang jika seorang hamba diam saja, tidak memohon ampunan atas kemaksiatan yang dilakukannya.
Rahmat dan ampunan Allah harus dicari dan dijemput, sebagai bukti keseriusan seorang hamba untuk berharap kepada Allah.
Bentuk Kasih Sayang Allah pada Seorang Hamba
Imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitabnya yang berjudul Mafatih al-Ghaib menafsirkan:
إنَّهُ هو الغَفُورُ الرَّحِيمُ﴾ إشارَةً إلى إزالَةِ مُوجِباتِ العِقابِ، وقَوْلُهُ: ﴿الرَّحِيمُ﴾ إشارَةً إلى تَحْصِيلِ مُوجِباتِ الرَّحْمَةِ والثَّوابِ﴿
Artinya: “(Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) menjadi pertanda atasdiangkatnya hukuman, dan (Maha Penyayang) sebagai pertanda sampainya rahmat dan pahala.”
Allah menyebut sifat-Nya, Maha Pengampun dan Maha Penyayang, untuk memberikan harapan pada seorang hamba yang mau bertaubat, dan meninggalkan masa lalunya yang penuh dengan dosa.
Orang yang datang kepada Allah dalam keadaan banyak dosa, maka kasih sayang Allah berupa pengampunan. Orang yang mendekat kepada Allah dengan sedikit kemaksiatan dan rasa cinta pada Allah, maka baginya pahala.
Rahmat Allah Mendahului Murka-Nya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَمَّا خَلَقَ اللهُ الْخَلْقَ، كَتَبَ فِي كِتَابِهِ، هُوَ يَكْتُبُ عَلَى نَفْسِهِ، وَهُوَ وَضْعٌ عِنْدَهُ عَلَى الْعَرْشِ: إِنَّ رَحْمَتِي تَغْلِبُ غَضَبِي
Artinya: “Ketika Allah mencipta makhluk, Dia menulis dalam kitab-Nya yang Dia sendirilah yangmenulis atas diri-Nya, dan itu diletakkan-Nya di sisiNya di atas ‘arsy, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku’,” (HR Bukhari dan Muslim).
Imam an-Nawawi dalam kitabnya yang berjudul Syarah Shahih Muslim menjelaskan:
قَالَ الْعُلَمَاءُ: غَضَبُ اللَّهِ تَعَالَى وَرِضَاهُ يَرْجِعَانِ إِلَى مَعْنَى الْإِرَادَةِ، فَإِرَادَتُهُ الْإِثَابَةَ لِلْمُطِيعِ، وَمَنْفَعَةَ الْعَبْدِ تُسَمَّى رِضًا وَرَحْمَةً، وَإِرَادَتُهُ عِقَابَ الْعَاصِي وَخِذْلَانَهُ تُسَمَّى غَضَبًا
Artinya: “Para ulama berkata: ‘Murka dan ridha Allah dikembalikan kepada makna kehendak. Kehendak Allah adalah pahala bagi orang-orang yang taat, dan manfaat bagi seorang hamba disebut sebagai ridha dan rahmat. Kehendak Allah juga merupakan hukuman buat orang-orang yang bermaksiat pada-Nya, dan pembiaran-Nya itulah yang disebut sebagai murka’.”
Ridha dan rahmat dari Allah adalah kehendak-Nya. Keduanya menjadi manfaat bagi manusia. Tanpa ridha dan rahmat dari Allah, manusia tidak akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup.
Pembiaran dari Allah merupakan murka-Nya. Ketika seseorang sudah melakukan banyak kemaksiatan dan tak kunjung diberikan hukuman, bukan berarti orang itu selamat dari murka-Nya, tapi Allah mengakhirkan azabnya di akhirat kelak, jika ia tak kunjung bertaubat.
Kesimpulan
Mengejar rahmat Allah tetaplah suatu kewajiban, bahkan dalam keadaan banyak dosa sekali pun. Jika tidak mampu mendatangi-Nya sebagai hamba yang saleh, maka datang kepada-Nya dalam keadaan banyak dosa tetaplah diterima dan bermanfaat untuk hamba tersebut.
Berputus asa dari rahmat Allah merupakan sifat tercela, karena Allah mengampuni seluruh dosa, dan rahmat-Nya selalu mendahului murka-Nya, seperti yang dijelaskan dalam Alquran dan hadis di atas.
Wallahu A’lam
Oleh Alvy Rizqy Pratama