Nyai Khairiyah Hasyim: Sosok Inspiratif bagi Kaum Perempuan Pesantren
TSIRWAH INDONESIA – Nyai Khairiyah Hasyim adalah salah satu tokoh ulama perempuan Indonesia yang memiliki kontribusi besar dalam dunia pendidikan agama islam.
Sebagai putri dari Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Nyai Khairiyah Hasyim tidak hanya mewarisi semangat keilmuan yang tinggi, tetapi juga mampu membawa perubahan dalam sejarah pendidikan islam bagi kaum perempuan.
Sosok yang Tekun, Mandiri, dan Pantang Putus Asa
Melansir dari konde.co, Nyai Khairiyah Hasyim adalah sosok yang tekun, mandiri dan pantang putus asa di tengah budaya jawa yang menganggap perempuan hanyalah konco wingking (teman di belakang suami) yang pekerjaannya hanya sebatas sumur, kasur, dan dapur.
Ketika dua saudara laki-lakinya yaitu KH. Wahid Hasyim dan KH. Karim Hasyim mengembara di pesantren-pesantren, Nyai Khairiyah Hasyim tidak menyia-nyiakan kesempatannya untuk mendengarkan Ayahandanya mengaji kitab kepada para santri, beliau juga tidak segan untuk bertanya kepada Ayahandanya ketika ada suatu ilmu yang belum dipahami.
Pada usia tiga belas tahun, Nyai Khairiyah Hasyim menikah dengan santri KH. Hasyim Asy’ari yaitu Ali Maksum dari keluarga Pesantren Maskumambang Gresik.
Usai menikah, Nyai Khairiyah Hasyim beserta suami mendapat saran dari KH. Hasyim Asy’ari untuk mendirikan sebuah pesantren khusus putri yang saat ini bernama pondok pesantren Seblak, Tebuireng, Jombang. Beliau mengawali kurikulum pendidikannya dengan model halaqah.
Perjuangan Nyai Khairiyah Hasyim tidak selalu mulus. Pada tahun 1933, KH. Ali Maksum wafat. Namun, hal itu tidak menurunkan semangat beliau untuk terus mengelola pesantren yang didirikannya, beliau mandiri untuk terus mengembangkan pendidikan.
Rasa semangat beliau untuk memajukan Pesantren Seblak, akhirnya melahirkan sebuah inovasi berupa pembelajaran Ilmu Falaq yang sampai saat ini ilmu tersebut masih digunakan. Selain hal tersebut, Ilmu Falaq menjadi ciri khas bagi Pesantren Seblak.
Pejuang Pendidikan Bagi Kaum Perempuan di Makkah Pada Abad ke 20 M
Mengutip dari nu.or.id, setelah lima tahun ditinggal wafat oleh KH. Ali Maksum, akhirnya Nyai Khairiyah Hasyim menikah lagi dengan KH. Muhaimin Zubair asal Lasem. Usai menikah, beliau bersama suami pindah ke Makkah. Kepemimpinan Pesantren Seblak, Tebuireng beliau serahkan kepada putri dan menantunya Nyai Abidah Ma’shun dan KH. Mahfudz Anwar.
Menurut mubadalah.id, Nyai Khairiyah Hasyim adalah sosok yang memiliki ilmu yang sangat mendalam. Hal ini membuat beliau mampu membaca keadaan perempuan secara kritis dan berdasarkan realitas. Beliau sadar bahwa kesenjangan pendidikan bagi kaum perempuan harus diminimalisir melalui gerakan pendidikan.
Melalui kedalaman Ilmu dan kecerdasan dalam melihat kondisi pendidikan bagi kaum perempuan di Arab Saudi pada abad ke-20 M belum bisa seimbang layaknya pendidikan bagi kaum laki-laki, maka beliau mendirikan sebuah sekolah bagi kaum perempuan di Makkah.
Madrasah yang didirikan oleh Nyai Khairiyah merupakan madrasah khusus perempuan pertama di Makkah. Menurut berbagai sumber madrasah beliau bernama Kuttabul Lil Banat. Madrasah ini konon menjadi sumber insipirasi lahirnya Lembaga pendidikan khusus perempuan yang lain. Seperti, Jam’iyah Khoiriyah University yang didirikan oleh Nyai Aminah, Istri dari Syaikh Yasin Al-Fadani.
Ulama yang Dijuluki Ahli di Bidang Manajemen Pendidikan Islam
Pada tahun 1957, Nyai Khairiyah kembali ke Tanah Air atas perintah Presiden Soekarno. Pesantren Seblak, Tebuireng diambil alih oleh beliau kembali. Pesantren tersebut berkembang pesat dengan inovasi program yang diinisiasi oleh beliau. Seperti merevitalisasi kembali manajemen hingga memberdayakan organisasi santri.
Baca Juga: Seri Ulama Nusantara: Pengaruh Hadratu Syaikh Hasyim Asy’ari
Satu-satunya Ulama Perempuan NU yang Mampu Menjadi Anggota Bahtsu Masail pada Zamannya
Mengutip dari goodnewsfromindonesia.id, Nyai Khairiyah Hasyim adalah perempuan satu-satunya yang mampu menjadi anggota bahtsul masail Nahdlatul Ulama’ (NU). Bahtsul masail adalah kegiatan yang membahas problematika yang sifatnya tematik dan aktual.
Kegiatan ini diikuti oleh ulama dan kyai sepuh yang memiliki Ilmu agama yang luas dan dalam. KH. Yusuf Hasyim mengatakan, bahwa Nyai Khairiyah Hasyim berani dan mampu berargumen dengan Kyai yang lain ketika bahtsu masail.
Aktif Berorganisasi dan Menulis di Media Massa
Sepak terjang Nyai Khairiyah Hasyim tidak hanya berhenti di ranah pendidikan pesantren, tetapi beliau juga aktif di organisasi. Menurut konde.com, beliau aktif berorganisasi di Muslimat NU, bahkan sampai menduduki jabatan sebagai Syuriah NU.
Beliau juga aktif menulis di media massa. Salah satu tulisannya ialah berjudul, “Tulisan itu Madzahib dan Toleransinya”. Tulisan ini dimuat dalam majalah Gema Islam pada Tahun 1962.
Mengutip dari goodnewsfromindonesia.id topik tulisan beliau berbeda dengan topik yang sering dibahas oleh kaum perempuan di zaman tersebut. Tulisan dari kaum perempuan pada zaman itu hanya membahas tentang peran dan kodrat perempuan, sedangkan Nyai Khairiyah Hasyim lebih menekankan di setiap tulisannya tentang pentingnya toleransi dalam menganut serta mempraktikkan ajaran Islam.
Tulisan beliau yang ada di majalah Gema Islam seolah menjadi peninggalan bersejarah tentang kualitas keulama’an beliau. Hingga akhir hayat beliau selalu disibukkan dengan dakwah. Beliau juga sering mengisi berbagai majlis keilmuan.
Sedikit ulasan mengenai Nyai Khairiyah Hasyim ini semoga menjadi salah satu pengingat bagi kita semua terutama bagi kaum perempuan pesantren (santriwati) agar senantiasa memiliki ketekunan, kemandirian, dan pantang putus asa dalam menuntut ilmu.
Kisah beliau juga mampu dijadikan refleksi bahwa tidak ada batasan bagi kaum perempuan untuk terus berkarya dan juga berjuang selagi tidak melanggar syari’at Islam.
Wallahu A’lam
Marsyidza Alawiya