Tokoh & Sejarah

Kiprah Kiai Haji Agus Salim dalam Memperjuangkan Kemerdekaan, Pahlawan Nasional dalam Bidang Diplomatik

TSIRWAH INDONESIA – Kiai Haji Agus Salim ialah salah satu ulama yang juga merupakan pahlawan nasional Indonesia. Beliau dikenal dengan kecerdasan pemikirannya yang telah berkiprah di dunia jurnalistik cukup lama. Dengan kemampuannya, beliau pernah dipercaya menjadi pemimpin redaksi Harian Neratja, Harian Hindie Baroe, bahkan mendirikan Fadjar Asia. 

Bersamaan dengan amanah yang diemban, saat KH. Agus Salim masih memegang posisi Redaktur Harian Moestika dan kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO), untuk pertama kalinya beliau terjun di dunia politik. KH. Agus Salim lantas bergabung bersama HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis dalam Sarekat Islam (SI), yang di kemudian hari dikenal sebagai organisasi pergerakan nasional. 

Perjalanan karir KH. Agus Salim dalam dunia politik tidak selalu mulus. Beberapa kali ia dicurigai oleh rekan-rekannya, karena pernah bekerja kepada pihak Hindia Belanda. Namun, dalam pidato-pidato yang digaungkan, beliau mampu meyakinkan para rekannya dan mematahkan segala prasangka buruk terhadapnya. Beliau juga menunjukkan kepiawaiannya dalam memimpin dan menggantikan posisi ketua SI selepas HOS Tjokroaminoto wafat.

Tidak hanya menjadi pemimpin SI, dalam kiprahnya KH. Agus Salim juga merupakan salah satu pendiri Jong Islamieten Bond (JIB). JIB atau disebut juga sebagai Perhimpunan Pemuda Islam merupakan organisasi yang menaungi pemuda atau pelajar Islam Hindia Belanda. Tujuan dibentuknya JIB ialah sebagai sarana untuk menyelenggarakan kursus-kursus pendidikan, serta untuk mempererat persatuan para pemuda muslim Hindia Belanda.

Sebagai salah satu pemimpin JIB, KH. Agus Salim membuat gebrakan untuk mematahkan kerigidan doktrin agama yang selama ini dijalankan. Dalam kongres JIB kedua yang diselenggarakan pada 1927 di Yogyakarta, KH. Agus Salim dengan persetujuan pengurus JIB menyatukan tempat duduk perempuan dan laki-laki. Inisiasi dari beliau merupakan ide baru yang berbeda dari pelaksanaan kongres JIB sebelumnya, di mana biasanya dipisahkan tabir, yaitu perempuan di belakang, sedangkan laki-laki di depan. Menurut KH. Agus Salim,Ajaran dan semangat Islam memelopori emansipasi perempuan, . 

Akhir kekuasaan Jepang, KH. Agus Salim pernah ditunjuk sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Beliau juga ditunjuk untuk menasihati para pemimpin Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantara, yang saat itu bertanggung jawab atas Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Tidak hanya itu, beliau juga tergabung ke dalam anggota Panitia Sembilan, yang bertugas menyusun Dasar Negara. 

Masa awal Indonesia merdeka, KH. Agus Salim diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung hingga Maret 1946. Kepiawaiannya dalam berdiplomasi juga membuatnya dipercaya untuk menjadi Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir I dan II. Tugas sebagai Menteri Luar Negeri juga diamanahkan kepadanya saat Kabinet Hatta. Bahkan, sesudah pengakuan kedaulatan KH. Agus Salim juga ditunjuk sebagai penasehat Menteri Luar Negeri.

Bagai laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, beliau mendapatkan julukan The Grand Old Man, yang artinya ‘Orang Tua Besar’. Bukan karena perawakannya yang besar, secara harfiah julukan tersebut diberikan kepada KH. Agus Salim karena kepiawaiannya dalam berdiplomasi. Meskipun badannya kecil, namun pemikirannya tajam, begitupun tulisannya tegas. Oleh karena itu, julukan The Grand Old Man merupakan apresiasi atau pengakuan akan prestasinya. 

Semasa hidup, KH. Agus Salim dikenal sebagai pribadi yang berjiwa bebas, namun tetap sederhana. Pasca mundur dari dunia perpolitikan, pada tahun 1953 beliau menelurkan karya dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan?, judul bukunya lantas diperbaiki menjadi, Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.

Hasil pemikiran dan karya tulisan yang tegas serta tajam banyak ditunaikan dalam hal-hal bermanfaat. Kisah hidup beliau sebagai seorang pahlawan nasional patut dijadikan contoh, bahwa keilmuan dapat digunakan untuk amalan dan kemaslahatan umat. 

Wallohu A’lam
Oleh Insani Miftahul Jannah

Editor: St. Chikmatul Haniah

Aktivis Dakwah, Penulis, Content creator, serta peniti karir akhirat dengan membangun rumah santri virtual melalui media sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator