Hukum Memegang Alquran bagi Wanita Haid dan Junub
TSIRWAH INDONESIA – Wanita memiliki perlakuan khusus yang juga merupakan anugerah dari Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa. Salah satunya adalah haid.
Haid bagi setiap wanita, bahkan menjadi tolak ukur mengenai status mukallaf atau belum, yakni status sudah dikenainya kewajiban menjalankan syariat atau belum.
Lebih dari itu, wanita yang haid juga memiliki beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan dalam agama, seperti sholat, membaca alquran, memegang alquran dan lain-lain.
Persoalan yang akan kita bahas pada artikel kali ini, adalah mengenai wanita haid apakah boleh memegang alquran, yang juga sudah didiskusikan di ‘grup whatsapp Tsirwah Indonesia‘. Berikut:
Terjemahan dan Tafsir adalah 2 Hal Berbeda
Hal mendasar yang perlu kita ketahui adalah bahwa terjemahan dan tafsir adalah dua hal yang berbeda.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia seperti yang ada di Quran kita adalah alih bahasa dari bahasa arabnya Alquran ke bahasa indonesianya kita (hanya alih bahasa).
Contohnya, suatu ayat dalam Alquran membahas tentang A menggunakan bahasa arab, kemudian digantikan bahasanya dengan bahasa indonesia, tapi pembahasan tetap A.
Sedangkan yang dimaksud dengan Tafsir adalah kalimat atau kata yang tidak hanya mengalihkan bahasa, tapi menjelaskan pula apa maksud dari suatu kata yang ada di ayat Alquran.
Menurut Lisanul Arob :
جمع: تَفَاسِيرُ، تَفْسِيرَاتٌ.[ف س ر].(مصدر فَسَّرَ).
1.”حَاوَلَ تَفْسِيرَ مَوْقِفِهِ” : أَيِ الكَشْفَ عَنْهُ وَإِيضَاحَهُ.
2.”تَفْسِيرُ مُفْرَدَاتِ النَّصِّ” : شَرْحُهَا.
3.”يَتَضَمَّنُ الكِتَابُ تَفَاسِيرَ مُهِمَّةً” : تَأْوِيلاَتٍ، إِيضَاحَاتٍ، بَيَانَاتٍ.
4.”أَيْ وَأَنْ” : حَرْفَا تَفْسِيرٍ لِلْمُبْهَمِ وَالغَامِضِ : “رَأَيْتُ لَيْثاً، أَيْ أَسَداً” : “أَيْ” هُنَا تُفَسِّرُ لَفْظَةَ “اللَّيْثِ” بلفظة “الأَسَدِ”. “نَادَيْتُكَ أَنْ أَرْكَبَ السَّيَّارَةَ” : “أَنْ” وَاقِعَةٌ بَيْنَ جُمْلَتَيْنِ، الأُوْلَى تَتَضَمَّنُ مَعْنَى القَوْلِ دُونَ لَفْظِهِ.
Pada intinya, tafsir adalah kalimat yang menjelaskan kalimat dari ayat-ayat Alquran, contohnya seperti dalam surat Ath-Thariq ayat 11 :
(وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ)
Artinya: “Demi langit yang memiliki kembali.”
Jika kita melihat dalam kitab-kitab tafsir, misalnya seperti tafsir Ibnu Katsir, kita akan menjumpai pada bagian ayat tersebut terdapat kalimat tafsir seperti ini:
قال ابن عباس: الرجع المطر وعنه هو السحاب فيه المطر
Yang arti dari kalimat di atas adalah menjelaskan bahwa yang dimaksud kata Ar-Raj’u dalam ayat 11 tadi yaitu ‘Mathor‘ yakni hujan. Lafadz mathor (المطر ) seperti inilah yang dikatakan tafsir, sebab tidak hanya alih bahasa tapi menjelaskan apa maksud kata dalam ayat AlQuran.
Kemudian, yang diperbolehkan oleh ulama untuk dipegang bagi wanita yang haid, adalah kitab tafsir, di mana suatu buku yang tertulis semua ayat-ayat Alquran namun terdapat banyak kalimat tafsir penjelasnya.
Sedangkan untuk Alquran yang tidak disertai tafsir, tapi hanya disertai terjemahan (hanya alih bahasa) maka sejatinya tetaplah Alquran dan tidak boleh disentuh. Ini semua sebagaimana dalam kitab Nihayatuz Zein:
أما ترجمة المصحف المكتوبة تحت سطوره فلا تعطي حكم التفسير بل تبقى للمصحف حرمة مسه وحمله كما أفتى به السيد أحمد دحلان حتى قال بعضهم إن كتابة ترجمة المصحف حرام مطلقا سواء كانت تحته أم لا فحينئذ ينبغي أن يكتب بعد المصحف تفسيره بالعربية ثم يكتب ترجمة ذلك التفسير.
Sisi Lain Terjemahan dan Tafsir
Namun demikian, terdapat keterangan lain mengenai boleh atau tidaknya, seperti dalam kitab Faidul Khobir:
إعلم أن الترجمة لغة النقل وعرفا قسمان : ترجمة معنوية تفسيرية وهي عبارة عن بيان معنى الكلام وشرحه بلغة أخرى من غير تقييد بحرفية النظم ومراعاة أسلوب الأصل وترتيبه.
Singkatnya, terjemahan secara bahasa berarti ‘Naql‘ yaitu memindah atau mengalihkan bahasa (seperti keterangan sebelumnya), namun secara ‘Urf‘ ada dua macam.
Salah satunya adalah TARJAMAH MAKNAWIYAH TAFSIRIYAH, yaitu terjemahan yang sebenarnya mengandung penafsiran atau penjelasan dari ayat Alquran yang berbahasa arab tersebut.
Sebagaimana Alquran terjemahan yang ada di negara kita indonesia, suatu ayat Alquran yang berbahasa arab dialihkan menjadi bahasa indonesia, dan memiliki kandungan menjelaskan bahwa ‘maksudnya ayat yang berbahasa arab tersebut ialah demikian dan seterusnya’ itu termasuk terjemahan tafsiriyah dan tidak dihukumi lafadz Quran.
Implikasinya adalah Alquran terjemahan yang biasa kita temui termasuk Alquran yang sudah bercampur dengan non-Alquran, maka diperbolehkan memegangnya bagi orang yang haid ataupun junub (termasuk pria yang junub).
Ini juga dikuatkan oleh keterangan dalam kitab Bujairimi alal Khotib:
وان كان ظَاهِرُ كَلَامِ الشَّيْخَيْنِ يَقْتَضِي الْحِلَّ فِي هَذِهِ الصُّورَةِ كَمَا لَوْ قَصَدَ الْجُنُبُ الْقِرَاءَةَ وَغَيْرَهَا، وَيَحِلُّ حَمْلُهُ فِي تَفْسِيرٍ سَوَاءٌ تَمَيَّزَتْ أَلْفَاظُهُ بِلَوْنٍ أَمْ لَا إذَا كَانَ التَّفْسِيرُ أَكْثَرَ مِنْ الْقُرْآنِ لِعَدَمِ الْإِخْلَالِ بِتَعْظِيمِهِ حِينَئِذٍ، وَلَيْسَ هُوَ فِي مَعْنَى الْمُصْحَفِ بِخِلَافِ مَا إذَا كَانَ الْقُرْآنُ أَكْثَرَ مِنْهُ؛
قَوْلُهُ: (إذَا كَانَ التَّفْسِيرُ أَكْثَرَ) أَيْ يَقِينًا فَفِي صُورَةِ الشَّكِّ يَحْرُمُ وَالْعِبْرَةُ بِالْكَثْرَةِ فِي الْحُرُوفِ الرَّسْمِيَّةِ بِالرَّسْمِ الْعُثْمَانِيِّ فِي الْقُرْآنِ، وَيُرْسَمُ الْخَطُّ فِي التَّفْسِيرِ. قَالَ شَيْخُنَا: وَنَقَلَهُ عَنْ شَيْخِنَا م ر.
[البجيرمي ,حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ,1/360]
Bahwa terjemahan tafsiriyah (yang ditulis tidak dalam bentuk rosm utsmaniy, tapi dalam bentuk latin seperti terjemahan di negara kita) tidak dihukumi mushaf atau Alquran.
Yang artinya dalam suatu buku tersebut terdapat Mushaf atau Lafadz Alquran asli dan terdapat juga non-Mushaf, maka boleh untuk memegangnya jika kadar banyaknya yang non-Mushaf lebih banyak dibandingkan mushafnya.
Wallohu A’lam
Oleh Ustadz Hafidz