Hikmah & Wawasan

7 Cara Menikmati Liburan yang Baik dan Islami,  Simak Ulasannya


TSIRWAH INDONESIA – 
Liburan adalah waktu yang sangat dinantikan oleh setiap manusia yang mempunyai aktivitas, baik tua maupun muda, wanita atau pria. Liburan identik dengan menyenangkan hati dan beristirahat sejenak dari aktivitas kerja.

Kesempatan liburan ini menjadi momen spesial untuk berkumpul, berwisata bersama untuk menyenangkan sanak keluarga ataupun bersama teman. Berikut ini penjelasan tentang hukum liburan dan cara menikmati liburan yang baik dan islami.

Berkenaan dengan hukum asal dari liburan ini, dalam sebuah kaidah ilmu ushul fiqih dijelaskan bahwa:

الأصل في الأشياء الإباحة

Artinya: “Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah.”

Maka pada dasarnya hukum berlibur, piknik, atau berwisata dalam Islam merupakan sesuatu yang diperbolehkan, selama niat dan caranya benar serta tidak melanggar syariat Allah subhanahu wa ta’ala.

Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra menyebutkan bahwa jalan-jalan dan rekreasi merupakan tujuan yang dibolehkan dalam syariat Islam, sebagaimana berikut:

 بِأَنَّ التَّنَزُّهَ غَرَضٌ صَحِيحٌ يُقْصَدُ فِي الْعَادَةِ لِلتَّدَاوِي وَنَحْوِهِ كَإِزَالَةِ الْعُفُونَاتِ النَّفْسِيَّةِ وَاعْتِدَالِ الْمِزَاجِ وَغَيْرِ ذَلِكَ.

Artinya: “Bahwa tanazzuh (rekreasi) adalah tujuan yang sah yang dibolehkan secara lumrah untuk pengobatan diri, seperti dengan tujuan menghilangkan kegalauan, meningkatkan semangat, dan lain sebagainya.”

Oleh karena itu, liburan selama tidak mengandung dan mengundang kemaksiatan, maka sangat dianjurkan, sehingga akan menambah semangat dalam menyelesaikan pekerjaan secara baik.

Selain itu, liburan juga termasuk kegiatan yang menyenangkan hati, terutama sanak keluarga. Kegiatan tersebut sangatlah dianjurkan sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ، أنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قالَ: إنَّ أحَبَّ الأعْمالِ إلى اللَّهِ بَعْدَ الفَرائِضِ إدْخالُ السُّرُورِ عَلى المُسْلِمِ

Artinya: “Hadits dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘sesungguhnya amal yang paling disukai Allah setelah melaksanakan perkara yang wajib adalah menggembirakan orang Islam’,” (HR At-Thabrani).

Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur’an juga memerintahkan untuk menjelajahi bumi, mentadabburi alam semesta, dan menikmati keindahan ciptaan-Nya. Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk ayat 15:

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ

Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

Meski liburan adalah momentum yang indah untuk berlibur dan berwisata, namun harus selalu menjaga adab dan tata krama di dalamnya. Berikut tujuh cara menikmati liburan yang baik dan islami:

Liburan yang baik adalah liburan yang di dalamnya tetap menjaga sholat lima waktu. Ketika liburan meninggalkan sholat, maka telah kufur nikmat. Sebaiknya liburan dipenuhi dengan ibadah dan rasa syukur kepada Allah SWT.

Setiap muslim hendaknya memperhatikan waktu sholatnya, memilih liburan yang mudah untuk menjalankan ibadah sholatnya. Membawa alat sholat ke tempat liburan sebagai antisipasi ketika di tempat liburan tidak ditemukan alat dan tempat sholat.

Semoga dengan rutin menjaga sholat meskipun dalam keadaan safar dan berlibur, Allah menghapus dosa antara sholat yang satu dan sholat yang berikutnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:

لاَ يَتَوَضَّأُ رَجُلٌ مُسْلِمٌ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ فَيُصَلِّى صَلاَةً إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلاَةِ الَّتِى تَلِيهَا

Artinya: “Tidaklah seorang muslim memperbagus wudhunya, lantas ia mengerjakan sholat melainkan Allah mengampuni baginya dosa di antara sholat tersebut dan sholat berikutnya, (HR Bukhari dan Muslim).

Berlibur dan berwisata boleh dengan siapa pun, asalkan tidak bermaksiat. Berlibur juga jangan hanya berdua dengan lawan jenis yang bukan mahram. Karena hal tersebut bisa menimbulkan fitnah.

Jangan sampai liburan yang seharusnya menjadi perenungan dan puncak rasa syukur, namun dipenuhi dengan maksiat dan hawa nafsu.

Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Qur’an surat Ath-Thalaq ayat 7, sebagai berikut:

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.”

Ayat tersebut menegaskan agar memberi nafkah sesuai kemampuan. Maka berbelanja dan berlibur tentunya memperhatikan kemampuan dan menyesuaikan isi dompet, jangan sampai berhutang.

Di antara yang wajib diperhatikan saat berlibur adalah mempelajari fiqih safar. Di antara yang dipelajari kapan disebut safar, kapan disebut mukim, sehingga boleh menjamak dan mengqashar sholat.

Juga mempelajari cara menjamak dan mengqashar sholat, baik jamak takdim dan jamak takhirnya. Cara bersuci baik dengan wudhu atau tayamum. Cara sholat di kendaraan, yaitu di bus, kapal, kereta atau pesawat, serta doa dzikir saat safar.

Hendaknya memperhatikan teman yang membersamai saat berlibur, yaitu teman yang senantiasa mengajak untuk ibadah dan menjauhi maksiat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mencari teman yang baik dengan membuat ibarat berteman dengan pemilik minyak wangi, sebagaimana hadits berikut:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Artinya: “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholeh dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak, (HR Bukhari).

Seorang muslim hendaknya memanfaatkan waktu dengan baik. Meski sedang bersafar, hendaknya tetap menjaga dzikir pagi dan petang, serta amalan-amalan sholeh lainnya.

Rasulullah SAW mengingatkan akan banyaknya kelalaian ketika sehat dan waktu luang, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Artinya: “Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang, (Muttafaqun ‘alaih).

Memperbanyak sabar dan menahan emosi penting saat berlibur. Karena waktu liburan akan banyak berinteraksi dengan orang dengan berbagai macam karakter.

Dijelaskan dalam sebuah hadits, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, RasulullahSAW bersabda:

الْمُؤْمِنُ الَّذِى يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِى لاَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

Artinya: “Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka, (HR Tirmidzi).

Demikianlah tujuh cara menikmati liburan yang baik dan islami. Semoga menjadi liburan yang bermakna, bermanfaat, dan menghadirkan pahala dari Allah SWT, aamiin.

Wallohu A’lam
Oleh Aryan Andika

Editor: Dewi Anggraeni, S.Hum

Aktivis dakwah, jurnalis, interpersonal skill, tim work, content creator, dan emotional management.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator