Fiqih & Akidah

Bersafar Menggugurkan Kewajiban Shalat Jumat, Seperti Ini Ulama Menanggapi

TSIRWAH INDONESIA – Hukum dasar melakukan safar adalah boleh, selama perjalanan tersebut dalam rangka kebaikan dan tidak bercampur dalam kemaksiatan. Namun, yang menjadi topik hangat dalam pembahasan fikih kontemporer ialah apakah boleh jika perjalanan tersebut dilakukan di hari Jumat, lalu bagaimana dengan hukum pelaksanaan sholat jumat. Artikel ini akan membahas permasalahan tersebut, berikut penjelasannya:

Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Mundzir seorang ulama fikih menjelaskan bahwa para ahlul ilmi sepakat seorang musafir tidak diwajibkan melaksanakan sholat jumat. Dalam argumennya Ibnu Mundzir menjelaskan, gugurnya kewajiban sholat jumat, berlandaskan pada peristiwa saat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam melakukan safar, dalam perjalanan Rasulullah mengerjakan sholat zuhur di waktu asar dengan jamak di Arafah bertepatan di hari Jumat.

Al-Hafizh menegaskan pandangan ini tidak wajib bagi musafir, sehingga meninggalkan kewajiban sholat jumatnya. Perkara ini hanyalah bersifat anjuran, namun apabila seseorang sudah mendengar muadzin mengumandangkan azan di hari Jumat, sedangkan dia seorang musafir maka dia harus melaksanakan sholat jumat.

Menanggapi hal tersebut, ulama membagi hukum menunaikan safar di waktu Jumat menjadi tiga ketetapan berdasarkan waktu musafir melakukan perjalanan:

1. Safar yang dilakukan setelah waktu sholat jumat, untuk kasus seperti ini ulama membolehkan untuk bersafar, hal ini karena musafir sudah menunaikan sholat jumat terlebih dahulu.

2. Safar yang dilakukan setelah waktu zawal, yaitu waktu saat matahari sudah tergelincir dari tengah-tengah langit, untuk menangani kasus ini secara keseluruhan para ulama bersepakat apabila ada seseorang yang ditanggungi kewajiban sholat jumat, maka dia dilarang untuk melakukan perjalanan tersebut sampai dia melaksanakan sholat jumat terlebih dahulu. Apabila seseorang tersebut sudah selesai menunaikan sholat jumat, barulah hukum keharaman untuk safar batal.

Hal ini berdasarkan pada perintah kewajiban untuk menunaikan ibadah sholat jumat, dijelaskan dalam Quran surah Al-Jumuah ayat 9:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan sholat jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Poin penting dari pelarangan ini adalah berkaitan dengan permasalahan sholat jumat, maksudnya jika seseorang ingin melaksanakan safar setelah waktu zawal, namun dimungkinkan bisa mengikuti sholat jumat di tengah-tengah perjalanan maka sebagian ulama memperbolehkan untuk safar.  Akan tetapi, berdasarkan pendapat dari imam Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah memberi batasan, apabila orang tersebut dikhawatirkan akan ditinggalkan oleh rombongan maka dia dibolehkan safar tanpa sholat jumat dahulu.

3. Safar yang dilakukan sebelum waktu zawal, ulama menghukumi perkara ini dalam tiga ketetapan:

a. Makruh, para ulama Malikiyah dan Hanabilah menjelaskan hukum safar pada hari Jumat adalah makruh, namun hukumnya menjadi boleh dengan ketentuan orang tersebut memulai safar setelah subuh.

b. Boleh, pendapat ini berdasarkan pandangan dari ulama Hanafiyah yaitu memperbolehkan safar sebelum waktu zawal. Perkara ini dilandaskan pada perkataan Umar bin Khattab dalam Sunan Baihaqi No. 5846 dan Ibnu Abi Syaibah secara ringkas menyebutkan dalam Mushannaf  No. 5106:

إِنَّ الْجُمُعَةَ لاَ تَحْبِسُ مُسَافِرًا فَاذْهَبْ

Artinya: “Sesungguhnya hari Jumat tidaklah menghalangi orang untuk safar, karena itu berangkatlah.

c. Haram, pandangan ini diutarakan dari ulama Syafiiyah, menurutnya perjalanan di hari Jumat hanya dibolehkan setelah sholat jumat, akan tetapi apabila dilakukan setelah fajar sampai waktu zuhur maka hukumnya tergolong haram.

Wallohu A’lam
Oleh Rahmiwati Abdullah

Penulis: Rahmiwati Abdullah, S.Pd

Content Writer, Aktivis Dakwah, Alumni Pesantren Maskanul Huffadz, Alumni Universitas Negeri Padang. "Mengembara cinta Allah lewat tulisan"

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator