Alquran & HaditsHikmah & Wawasan

Hari Raya Idul Adha: Jangan Bosan dengan Kisah Sejarahnya, Artikel Ini Membantumu Mengingatnya

TSIRWAH INDONESIA – Perayaan Idul Adha umumnya identik dengan penyembelihan hewan kurban. Baik itu sapi, kambing atau unta, dan tentunya ada tata cara sendiri serta tidak sembarang orang dapat menyembelih hewan-hewan tersebut. 

Penyembelihan hewan kurban adalah salah satu alasan kenapa hari raya Idul Adha disebut sebagai hari raya kurban atau ibadah kurban.

Ibadah kurban tidak serta-merta ada begitu saja, melainkan adanya sejarah dari Nabi Ismail yang dikurbankan oleh ayahnya yaitu Nabi Ibrahim alaihissalam atas perintah Allah subhanahu wa ta’ala.

Lantas bagaimanakah sejarah ibadah kurban atau hari raya kurban? Mari simak kisah berikut ini:

Hijrahnya Nabi Ibrahim

Semua berawal dari Nabi Ibrahim hijrah meninggalkan kota kelahirannya setelah peristiwa Nabi Ibrahim dibakar oleh raja namrud dan pasukannya. Hanya saja semua itu sia-sia lantaran mukjizat Nabi Ibrahim, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan api yang membakar Nabi Ibrahim menjadi dingin nan sejuk.

Nabi Ibrahim hijrah kemudian menikah dengan wanita salihah, Siti Hajar. Selang berapa lama dari pernikahannya, Siti Hajar belum juga dikaruniai seorang anak, padahal Nabi Ibrahim sangat menginginkan anak laki-laki untuk meneruskan kenabiannya. 

Setiap hari, Nabi Ibrahim tidak putus asa dalam berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar dikaruniai seorang anak. Akhirnya, doa tersebut didengar oleh Allah dan dikaruniai seorang putra yang diberi nama Ismail alaihissalam. Sebagaimana Firman Allah dalam Qur’an surah As-Saffat ayat 100-101:

{رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِين • فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيم}

Artinya: “(Ibrahim berdoa,) “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh.” • Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun.”

Perintah Menyembelih Nabi Ismail 

Dikisahkan ketika Nabi Ismail beranjak dewasa dan mulai mampu membantu sang ayah bekerja, Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk menyembelih putra kesayangannya yaitu Nabi Ismail melalui mimpi beliau. 

Datangnya mimpi tersebut membuat bimbang Nabi Ibrahim, lantas beliau berdoa untuk diberikan petunjuk yang jelas baginya. Malam demi malam berlalu, tiga malam berturut-turut Nabi Ibrahim memimpikan hal yang sama yaitu menyembelih putra kesayangannya Nabi Ismail. 

Nabi Ibrahim menyampaikan mimpi tersebut kepada putranya, dengan penuh ketaatan dan sabar Nabi Ismail menyetujui mimpi ayahnya yang merupakan perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini diabadikan oleh Allah dalam Firman-Nya Qur’an surah  As-Saffat ayat 102:

فلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُك فَانْظُ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِين

Artinya: “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insha Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”

Penyembelihan putra Nabi Ibrahim dilakukan di Mina. Nabi Ibrahim sangat berat nan sedih tatkala harus menyembelih anaknya sendiri dan oleh dirinya sendiri. 

Nabi Ismail lantas menenangkan dan berkata pada sang ayah dengan penuh keikhlasan. Sebagaimana dalam kitab Tafsir Al-Wasith dijelaskan:

يا أبت اشدد رباطى حتى لا اضطرب، واكفف عنى ثيابك حتى لا يتناثر عليها شئ من دمى فتراه أمى فتحزن، وأسرع مرّ السكين على حلقى ليكون أهون للموت على، فإذا أتيت أمى فاقرأ عليها السلام منى

Artinya: “Wahai ayahku! Kencangkanlah ikatanku agar aku tidak lagi bergerak, singsingkanlah bajumu agar darahku tidak mengotori, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya ia akan bersedih, percepatlah gerakan pisau itu dari leherku, agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu sangat dahsyat. Apabila engkau telah kembali maka sampaikanlah salam (kasih)ku kepadanya.”

Tenanglah Nabi Ibrahim setelah mendengar ucapan Nabi Ismail. Saat menggoreskan pisau ke leher Nabi Ismail, pisau tajam yang dapat membelah batu tidak mampu melukai tubuh Nabi Ismail sedikit pun. Nabi Ibrahim bingung dengan apa yang sedang terjadi, kemudian turunlah Firman Allah pada Qur’an surah As-Saffat ayat 104-108:

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ,قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ,إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ,وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ,وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِين

Artinya: “Lalu Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa, Nabi Ibrahim telah membuktikan ketaatan dan kesabarannya dalam menjalani perintah Allah, untuk itu Allah tidak mengizinkan penyembelihan Nabi Ismail terjadi dan digantinya dengan kambing besar.

Masya Allah, itulah sejarah hari raya Idul Adha atau hari raya kurban. Peristiwa penyembelihan Nabi Ismail yang kemudian diganti oleh Allah dengan Kambing besar, secara tidak langsung, memberikan kita banyak pelajaran tentang ketaatan, kesabaran dan keikhlasan. 

Wallohu Alam
Oleh Ustadzah Siti Chikmatul Hani’ah

Editor: St. Chikmatul Haniah

Aktivis Dakwah, Penulis, Content creator, serta peniti karir akhirat dengan membangun rumah santri virtual melalui media sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator