Hukum Azimat: Menulis Surat Shad di Dompet, Berharap Rezeki Tidak Putus, Bolehkah
TSIRWAH INDONESIA – Memakai azimat pada dasarnya menjadi salah satu usaha atau ikhtiar seorang hamba kepada Allah subhanahu wa ta’ala, yang dilakukan sebagai bentuk doa, dan memohon perlindungan.
Biasanya, ayat-ayat Al-Qur’an, berbagai dzikir, dan asmaul husna sering digunakan untuk penulisan azimat.
Lantas bagaimanakah hukum seseorang memakai ayat-ayat Alquran dan lainnya sebagai azimat? Berikut artikel kali ini akan mengulas hasil diskusi pada grup WhatsApp Tsirwah, simak dibawah ini.
PERTANYAAN
Assalamu’alaikum, saya mau nanya ada dalilnya ga, pasal nulis surat Shad buat di dompet tu?
JAWABAN
Ust. Hafidz Ramdhani
Menulis surat As-Shad ayat 54 dengan cara nantinya ditaruh di dompet, kemudian salah satu faidahnya InsyaAllah akan dompet tersebut akan selalu terisi uang (rizkinya InsyaAllah selalu cukup).
Hal seperti ini bukanlah kerusakan akidah, kesesatan iman, rusaknya keyakinan dan sebagainya. Penilaian seperti ini adalah penilaian yang tergesa-gesa dan belum meng-explore keluasan Mafahim Aqidah.
Dalam surat Yusuf ayat 93, kita akan menemui salah satu gambaran contoh dari Nabiyyina Yusuf Alaihis Salam, berikut:
اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هَٰذَا فَأَلْقُوهُ عَلَىٰ وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ
Artinya: “Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat kembali; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku.”
Coba cek, Nabi Yusuf menggunakan sebuah baju untuk menyembuhkan ayahnya (mata ayahnya yang tiada henti² nya menangis hingga bengkak)
Dalam Tafsir Jalalain, diterangkan bahwa baju itu adalah Gamis Nabi Ibrahim yang dipakai di leher saat ia dimasukkan ke Api. Baju itu dari Surga, Jibril memerintahkannya untuk mengenakannya karena di dalamnya terkandung Angin Surga. Dan tidak dipakaikan pada orang yang sedang terkena musibah (ujian, cobaan) kecuali ia akan sembuh nan selamat.
📚 Tafsir Jalalain
وهُوَ قَمِيص إبْراهِيم الَّذِي لَبِسَهُ حِين أُلْقِيَ فِي النّار كانَ فِي عُنُقه فِي الجُبّ وهُوَ مِن الجَنَّة أمَرَهُ جِبْرِيل بِإرْسالِهِ وقالَ إنّ فِيهِ رِيحها ولا يُلْقى عَلى مُبْتَلًى إلّا عُوفِيَ
♻️ Contoh lain dari Sahabat dan Ulama
Dahulu, para sahabat juga sesekali menuliskan huruf-huruf awalan dari Al-Quran, dengan tujuan untuk menjaga harta bendanya, tentu dengan keyakinan bahwa itu semua atas izin Alloh SWT.
Imam Ibnu Taimiyah juga menuliskan alquran surat Hud ayat 44 di dahinya orang yang sedang mimisan, berikut:
وَقِیلَ یَـٰۤأَرۡضُ ٱبۡلَعِی مَاۤءَكِ وَیَـٰسَمَاۤءُ أَقۡلِعِی وَغِیضَ ٱلۡمَاۤءُ وَقُضِیَ ٱلۡأَمۡرُ وَٱسۡتَوَتۡ عَلَى ٱلۡجُودِیِّۖ وَقِیلَ بُعۡدࣰا لِّلۡقَوۡمِ ٱلظَّـٰلِمِینَ
Artinya: Dan difirmankan, “Wahai bumi! Telanlah airmu dan wahai langit (hujan) berhentilah!” Dan air pun disurutkan, dan perintah pun diselesaikan, dan kapal itu pun berlabuh di atas gunung al-Jūdiy, dan dikatakan, “Binasalah orang-orang zalim!”
Ibnu Hajar Al-Haitamiy dalam kitabnya Fatawa Haditsiyah juga menjelaskan bahwa pernah ada pertanyaan mengenai azimat, “Syaikh, apakah hukum menuliskan azimat yang kemudian digantungkan di anak-anak kecil ataupun hewan-hewan tunggangan?,”.
Beliau menjawab, “Tidak mengapa menuliskan azimat selama di dalamnya tidak terdapat kalimat² yang tidak jelas maknanya, tidak papa pula menggantungnya untuk kaum Adam ataupun Hewan Tunggangan.”
📚 Fatawa Haditsiyah, Ibnu Hajar Al-Haitamiy
وَسُئِلَ رَضِي الله عَنهُ، مَا حكم كتب العزائم وتعليقها على الصّبيان وَالدَّوَاب؟ فَأجَاب رَضِي الله عَنهُ: وفسح فِي مدَّته: يجوز كتب العزائم الَّتِي لَيْسَ فِيهَا شَيْء من الْأَسْمَاء الَّتِي لَا يعرف مَعْنَاهَا، وَكَذَلِكَ يجوز تَعْلِيقهَا على الْآدَمِيّين وَالدَّوَاب، وَالله سُبْحَانَهُ أعلم بِالصَّوَابِ
[ابن حجر الهيتمي، الفتاوى الحديثية لابن حجر الهيتمي، صفحة ٢٠]
Kesimpulan
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, dapat kita simpulkan:
1. Penulisan azimat diperbolehkan selama kalimat yang tertulis bermakna jelas, seperti nama atau kalam Allah.
2. Azimat digunakan untuk tujuan yang baik yaitu tidak mengandung kemusyrikan. Sejatinya segala sesuatu terjadi atas izin Allah subhanahu wa ta‘ala.
Wallohu Alam
Oleh Ustadzah Siti Chikmatul Hani’ah, menyadur hasil diskusi grup Whatsapp Tsirwah