Sejarah Beras atau Nasi menurut Islam dalam Kitab Ulama
TSIRWAH INDONESIA – Nasi yang berasal dari beras, termasuk makanan pokok bagi penduduk negara Indonesia, belum dikatakan makan jika belum makan nasi.
Selama ini kita penduduk negara Indonesia menanam padi, memanen beras hingga menjadikannya sebagai nasi dan kita makan.
Pernahkah berpikir, selain dari proses perulangan seperti di atas, nasi juga memiliki sejarah dalam kitab-kitab ulama islam, simak berikut ini:
📚 ADAKAH SEJARAH TENTANG BERAS ATAU NASI DALAM ISLAM
PERTANYAAN
Assalamualaikum
Adakah yang punya Ibarotnya asal mula diciptakannya beras 🙏
JAWABAN
Ust. Ahmad Dahlan Sanusi
📚 ASAL MULA BERAS (NASI)
Beras (nasi) menjadi salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia yang berasal dari tanaman padi.
Sehingga tak heran bila kini Indonesia menempati posisi ketiga setelah China dan India, sebagai pengonsumsi beras (nasi) terbesar.
Berbeda dengan orang Barat yang selalu kenyang ketika hanya makan roti. Bagi orang Indonesia, jika belum makan nasi, maka artinya sama seperti masih belum makan.
Akan tetapi, sebetulnya, dari mana asal mula nasi (beras) tsb?
Nasi atau beras, ada karena Nur nabi Mustofa Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
❒ في حاشية البجيرمي على شرح المنهج، ٢/١٩ :
(قَوْلُهُ: وَأَرُزٍّ) نَقَلَ السُّيُوطِيّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّ كُلَّ مَا أَنْبَتَتْ الْأَرْضُ فِيهِ دَوَاءٌ وَدَاءٌ إلَّا الْأَرُزَّ فَإِنَّهُ دَوَاءٌ لَا دَاءَ فِيهِ وَنَقَلَ أَيْضًا أَنَّ الْأَرُزَّ كَانَ جَوْهَرَةً مُودَعًا فِيهَا نُورُ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَلَمَّا أُخْرِجَ مِنْهَا تَفَتَّتْ وَصَارَتْ هَكَذَا وَيَنْبَغِي عَلَى ذَلِكَ أَنَّهُ يُسَنُّ الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عِنْدَ أَكْلِهِ
BERAS. Imam As Suyuthi telah menukil dari Ali bin Abi Thalib bahwa setiap perkara yang tumbuh dibumi menimbulkan obat dan penyakit, melainkan beras. Ia (beras) menjadi obat, tidak menjadi penyakit. Telah ia nukil juga bahwa beras (nasi) adalah permata yang menyimpan di dalamnya Nur Nabi shalallahu alaihi wasallam, tatkala Nur itu keluar tumbuhlah dan jadilah ia seperti itu (beras/nasi). Dan sebaiknya berdasarkan hal itu disunahkan bersholawat kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam saat memakannya.
❒ في حاشية الجمل على شرح المنهج، ٢/٢٣٩ :
(فَائِدَةٌ) نَقَلَ الْجَلَالُ السُّيُوطِيّ فِي الرِّسَالَةِ الزَّرْنَبِيَّةِ فِي السُّلَالَةِ الزَّيْنَبِيَّةِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ – أَنَّ كُلَّ مَا أَنْبَتَتْ الْأَرْضُ فِيهِ دَوَاءٌ وَدَاءٌ إلَّا الْأُرْزَ، فَإِنَّهُ دَوَاءٌ لَا دَاءَ فِيهِ وَنَقَلَ فِيهَا أَيْضًا أَنَّ الْأُرْزَ كَانَ جَوْهَرَةً مُودَعًا فِيهَا نُورُ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَلَمَّا خَرَجَ مِنْهَا تَفَتَّتَتْ وَصَارَتْ هَكَذَا وَبَنَى عَلَى ذَلِكَ أَنَّهُ يُسَنُّ الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مَا دَامَ يَأْكُلُ عِنْدَ أَكْلِهِ اهـ وَفِي الْبِرْمَاوِيِّ مَا نَصُّهُ قَالَ السُّيُوطِيّ وَيُسَنُّ لِمَنْ أَكَلَ الْأُرْزَ أَنْ يُكْثِرَ مِنْ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مَا دَامَ يَأْكُلُ؛ لِأَنَّهُ خُلِقَ مِنْ نُورِ الْمُصْطَفَى لَكِنْ تُعُقِّبَ بِأَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ اهـ.
(Faedah). Al Jalaal As-Suyuthi telah menukil keterangan kitab Ar Risaalah Az Zarnabiyyah Fis Sulaalati Az Zainabiyyah dari Ali bin Abi Thalib – Semoga Allah Taala meridhoinya – Bahwa setiap perkara yang tumbuh dibumi menimbulkan obat dan penyakit, melainkan beras ia menjadi obat tidak menjadi penyakit. Dinukil dari kitab tersebut juga bahwa beras (nasi) adalah permata yang menyimpan didalamnya Nur Nabi shalallahu alaihi wasallam, tatkala Nur itu keluar, tumbuhlah dan jadilah ia seperti itu (beras). Atas dasar itulah disunahkan bersholawat kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam saat memakannya. Dalam redaksi kitab Al Birmaawi terdapat keterangan: As Suyuthi berkata: Disunahkan bagi orang makan beras (nasi) memperbanyak sholawat dan salam kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam selagi berterusan makan karena diciptakan dari Nur Musthofa, tetapi keterangan itu belum jelas kepastiannya. Habis.
❒ في بغية المسترشدين، ص ١٠٢ :
ثُمَّ قَالَ: وَفِيْ الْأَرُزِّ سُبْعُ لُغَاتٍ أَفْصَحُهَا فَتْحُ الْهَمْزَةِ وَضَمُّ الرَّاءِ وَتَشْدِيْدُ الزَّايِ. وَيُسَنُّ الْإِكْثَارُ مِنَ الصَّلَاةِ عَلٰى النَّبِيِّ ﷺ عِنْدَ أَكَلِهِ؛ لِأَنَّهُ خُلِقَ مِنْ نُورِهِ، قَالَهُ الْبُوَيْطِيْ وَقَرَّهُ ح ف وَإِنْ لَّمْ يَصِحَّ حَدِيثًا اه–
Kemudian beliau berkata: Mengenai beras, ada tujuh bahasa yang paling bagus dibaca Fathah Hamzah, Dhommah Huruf Ro’ dan Kasrah Huruf Zai. Disunahkan memperbanyak sholawat kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam saat memakannya, karena diciptakan dari nurnya. Dikemukakan oleh Al Buwaithiy dan disetujui Al Hifiniy, meskipun tidak shahih hadits menerangkannya, habis.
في الجلال السيوطي – الحاوي للفتاوي، ٢/٤٩ :
لَطِيفَةٌ: يُسْتَحَبُّ إِكْثَارُ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ أَكْلِ الرُّزِّ ; لِأَنَّهُ كَانَ جَوْهَرًا أُودِعَ فِيهِ نُورُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا خَرَجَ النُّورُ مِنْهُ تَفَتَّتَ وَصَارَ حَبًّا.
وَعَنْ علي أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” «كُلُّ شَيْءٍ أَخْرَجَتْهُ الْأَرْضُ فِيهِ دَاءٌ وَشِفَاءٌ، إِلَّا الْأَرُزَّ فَإِنَّهُ شِفَاءٌ لَا دَاءَ فِيهِ» “.
(LATHIFAH). Dianjurkan memperbanyak sholawat kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam saat memakan beras (nasi), karena beras adalah permata yang tersimpan di dalamnya Nur Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Tatkala Nur itu keluar darinya, tumbuhlah dan jadilah bijian. Dari Ali bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam telah bersabda, “Yang dikeluarkan bumi di dalamnya terdapat obat dan penyakit, melainkan beras. Karena ia terdapat obat tidak terdapat penyakit di dalamnya.”
Note : Ini boleh difatwakan secara umum ya, karena yang dikutip dari kitab Mu’tabar. Sedangkan beri’timad dengan kitab Mu’tabar itu diperbolehkan.
في تحفة المحتاج، ١/١٤٩ : ( تَنْبِيهٌ ) مَا أَفْهَمَهُ كَلَامُهُ مِنْ جَوَازِ النَّقْلِ مِنْ الْكُتُبِ الْمُعْتَمَدَةِ وَنِسْبَةِ مَا فِيهَا لِمُؤَلِّفِيهَا مُجْمَعٌ عَلَيْهِ وَإِنْ لَمْ يَتَّصِلْ سَنَدُ النَّاقِلِ بِمُؤَلِّفِيهَا
في الأشباه والنظائر ص ٣١٠ : وقال ابن عبد السلام: أما الاعتماد على كتب الفقه الصحيحة الموثوق بها, فقد اتفق العلماء في هذا العصر على جواز الاعتماد عليها والاستناد إليها
Nb: Jika ada ibarot yang lain tentang maslah asal mula beras, hendaknya dishare ya. Agar bisa dijadikan penguat dan perbandingan 🙏
فإن كان صوابا فمن الله وإن كان خطأ فمني ومن الشيطان والله ورسوله منه بريئان
Wallahu a’lamu bish-showab
Oleh Ustadz Ahmad Dahlan Sanusi