Istri Para Nabi: Dua Sifat yang Bertentangan, Simak
TSIRWAH INDONESIA – Istri nabi merupakan wanita yang memiliki peran penting dalam mendukung dan menyebarkan ajaran Islam melalui hubungan mereka dengan para nabi.
Biasanya, para istri disebutkan dalam sejarah karena kontribusi mereka dalam menyebarkan ajaran, mendidik umat, dan memberikan teladan bagi kaum.
Istri Nabi Menjadi Tauladan
Kesalehan istri nabi mencontoh sifat nabi itu sendiri, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 21 berikut ini:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Baca Juga: Begini Syarat Menjadi Wanita Karir dalam Islam, Simak
Pada ayat ini desebutkan mengenai uswatun-hasanah. Asal katanya adalah uswah dan iswah yang bermakna suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, baik dalam kebaikan maupun keburukan.
Keimanan, ketaatan, dan perbuatan yang terbaik istri-istri para Nabi menjadi contoh yang baik dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam keimanan, ketaatan, dan perbuatan.
Istri-istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam seperti Khadijah, Saudah, Aisyah, Hafsah, Ummu Salamah, Zainab, Juwairiyah, Safiyah, Ummu Habibah, dan Maimunah, diharapkan untuk menjadi contoh yang baik dalam berbagai aspek kehidupan.
Ketauladanan ini dapat dilihat dari Istri istri nabi, termasuk ibu kita ummahatul mukminin, istri Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah wanita-wanita shalihah, akan tetapi diantara mereka ada yang ingkar sehingga Allah subhanahu wa ta’ala pun mengisahkan kisahnya dalam Al-Qur’an supaya kita bisa mengambil pelajaran.
Istri Nabi yang Durhaka
Kebanyakan di antara mereka ada yang taat dan ada yang membangkang, seperti Waligah, Istri Nuh ‘Alaihissalam. Kala Allah SWT mengutus nabi Nuh AS, ia ditolak dan disakiti oleh orang dekat maupun jauh.
Nasihat yang ia sampaikan tidak membekas di hati mereka. Dakwah yang ia sampaikan tidak menuntun langkah mereka, meski ia menyeru mereka selama 950 tahun, karena hati mereka lebih keras dari batu. Kisah ini termasuk dalam surah Al-Ankabut ayat 14 yang berbunyi:
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ
Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim.”
Ayat ini menjelaskan bahwa, selama seribu kurang lima puluh tahun inilah Nabi Nuh AS berdakwah tak kenal lelah kepada kaumnya. Namun, karena watak umat beliau yang sangat bebal, beliau pun hanya memiliki sedikit pengikut.
Selama 950 tahun ini pula, keadaan rumah tangga Nabi Nuh AS tidak stabil. Terlebih lagi, Nabi Nuh AS hidup jauh dari kemewahan dan penuh dengan kesederhanaan, atau bahkan bisa dibilang hidup miskin.
Waligah (istri Nuh AS) termasuk salah satu dari golongan yang hatinya ditutup rapat oleh Allah SWT. Ia mengingkari nabi Nuh AS, mencela dan mencemohnya, juga mengatakannya gila.
Ia membantu kesesatan, kekafiran, dan perlakuan semena-mena kaumnya, hingga Allah SWT menyebutnya sebagai pengkhianat dalam agama, bukan dalam hal kehormatan diri, karena tak seorang istri nabi pun yang berbuat zina.
Kesimpulan
Itulah istri para nabi, satu sisi dapat dijadikan tauladan. Sisi lainnya dapat menjadi pembelajaran. Istri para nabi memiliki dua sifat yang bertentangan, yaitu kesetiaan dan kekhianatan.
Kesetiaan mereka terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya serta kebajikan mereka menjamin pahala dan rezeki yang mulia. Sifat lainnya adalah kekhianatan, seperti yang dialami istri Nuh AS dan istri Luth AS, yang berkhianat kepada suami mereka dan mendapat azab dari Allah SWT.
Wallohu A’lam
Oleh Suningsih