Parenting

Membangun Fondasi Kuat: 5 Fase Membentuk Karakter Anak Islami, Simak

TSIRWAH INDONESIA Membentuk karakter anak islami menjadi hal utama yang harus diupayakan orang tua, untuk menjadi bekal bagi anak di dunia maupun di akhirat.

Anak merupakan hasil dari gambaran yang dibuat oleh orang tua. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin mengatur segala persoalan yang ada di dunia ini, termasuk bagaimana membentuk karakter anak islami.

Bersumber dari ajaran Islam, setiap anak yang lahir di dunia ini pasti memiliki potensi bawaan atau fitrah, berupa ketetapan dari Allah subhanahu wa ta’ala dari awal diciptakan untuk menjalankan kehidupan sesuai agama-Nya, hal ini sebagaimana yang disebutkan Allah SWT dalam Alquran surah Ar-Rum ayat 30:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Untuk itu, penting bagi orang tua menumbuhkan atau membentuk karakter anak islami yang sudah menjadi fitrah anak dari sebelum diciptakan.

Berikut lima fase membentuk karakter anak islami yang bisa dijadikan referensi untuk orang tua:

Seperti yang sudah kebanyakan orang tahu, meski masih dalam kandungan sebenarnya anak-anak sudah mampu mendengar setiap perkataan dan merasakan perilaku serta perlakuan dari orang tuanya. Karena itu, sangat penting di fase ini orang tua mengenalkan keesaan Allah SWT terlebih dahulu.

Pengenalan ini bisa dilakukan misalnya dengan banyak berkomunikasi hal-hal yang baik, membaca doa, melantunkan ayat suci Alquran dan menjaga adab pribadi orang tua.

BACA JUGA: Parenting: 6 Alasan Penting Keterlibatan Ayah, Simak

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberi contoh untuk mendidik anak pada fase ini dengan menjadikan anak sebagai raja. 

Anak mendapatkan pelayanan dan perlakuan layaknya seorang raja yang dimuliakan, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini:

أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا آدَابَهُمْ

Artinya: “Muliakanlah anak-anak kalian dan baguskanlah adab mereka,” (HR Ibnu Majah).

Usia ini disebut juga usia keemasan bagi anak, untuk itu penting bagi orang tua memberi perhatian penuh terhadap tumbuh kembang anak secara fisik maupun mentalnya, agar anak mendapatkan stimulus yang tepat dan tumbuh menjadi anak yang sehat serta berkarakter islami.

Berbeda dengan fase sebelumnya, di fase ini orang tua dianjurkan untuk merubah perlakuan kepada anak, dari yang diperlakukan sebagai raja menjadi layaknya tawanan perang.

Tawanan perang yang dimaksud adalah setiap kegiatan anak harus mendapat pengawasan dan arahan, karena pada fase ini anak sudah harus mulai belajar memiliki tanggung jawab dan kedisiplinan yang kuat, khususnya dalam menjalankan perintah agama, yaitu sholat. 

Rasulullah SAW bersabda:

مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

Artinya: “Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan salat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukulah mereka (jika meninggalkannya) saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka,” (HR Abu Daud).

Selain itu, anak pada usia ini juga diharapkan sudah mulai mampu membedakan mana hal yang benar dan salah.

Berbeda pula dengan cara sebelumnya, pada fase ini orang tua diharapkan bisa berperan sebagai teman dan sahabat bagi anak. 

Hal ini dikarenakan pada usia remaja, jika anak tidak dekat dengan orang tuanya, anak akan menjadi pribadi yang mudah membangkang dan tidak hormat karena ia merasa tidak mendapat dukungan dari keluarganya.

Memasuki usia dewasa ini, orang tua sebaiknya berperan sebagai pemantau pergaulannya. Mengarahkan anak untuk bisa menjaga komitmen dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Oleh karena itu, dengan membangun fondasi yang kuat melalui tahapan lima fase usia tersebut, anak diharapkan bisa menjaga dan menjunjung harkat dan martabat orang tua, baik di dunia ataupun di akhirat.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: “Jika manusia itu meninggal maka terputuslah amalnya kecuali karena tiga; shadaqah jariyah1, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang selalu mendo’akannya,” (HR Muslim).

Wallohu A’lam
Oleh Widiawati

Editor: St. Chikmatul Haniah

Aktivis Dakwah, Penulis, Content creator, serta peniti karir akhirat dengan membangun rumah santri virtual melalui media sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator