ARSIP DISKUSIFiqih & Akidah

Meninggalkan Sunah, Apakah Otomatis Makruh, Ini Rinciannya

TSIRWAH INDONESIA – Fiqih adalah cabang disiplin ilmu islam yang amat luas, dalam satu problematika saja bisa memiliki varian jawaban dari berbagai pendapat ulama.

Dalam rumus fiqih, kita mengenal istilah sunah dan makruh, selain itu kita juga sering mendengarkan bahwa meninggalkan sunah adalah makruh. Namun, sudahkah kita mengetahui, sebatas mana kemakruhan muncul akibat meninggalkan sunah.

Berikut artikel ini akan memaparkan hasil diskusi di grup Whatsapp Komunitas Tsirwah, tanpa mengubah format penulisan dari mujawib.

╔═┄┄┄┉┉✽̶◆◇◇◆✽̶┉┉┄┄┄═╗
✒️ TANYA JAWAB TSIRWAH
╚═┄┄┄┉┉✽̶◆◇◇◆✽̶┉┉┄┄┄═╝
🅃🅂🄸🅁🅆🄰🄷 🄸🄽🄳🄾🄽🄴🅂🄸🄰
Pesantren Digital, Malang, Jatim

24 Juni 2023

📚 APAKAH JIKA TIDAK MELAKUKAN SUNAH, AUTO MAKRUH?

PERTANYAAN
Assalamu’alaikum izin bertanya apakah kalo kita meninggalkan sunah, otomatis jadi makruh

JAWABAN
Ust Ahmad Bayu

Khithob Allah (firman Allah) itu ada 3:

  1. Amr / perintah
  2. Nahi / larangan
  3. Ibahah / pembolehan

Firman Allah yang berupa perintah (amr) terbagi 2:

  1. Perintah yang jazim/tegas
  2. Perintah yang tidak jazim/tidak tegas.

Perintah yang tegas istilahnya adalah wajib, dan yang tidak tegas istilahnya adalah sunnah.

Demikian pula larangan (nahi), terbagi 2:

  1. Larangan yang tegas, istilahnya haram.
  2. Larangan yang tidak tegas, istilahnya makruh.

Jadi sunnah itu masuk ke cakupan perintah (amr), dan makruh masuk ke cakupan larangan (nahi).

Dari syarah ummul barohin:

فالشرعى هو خطاب الله نعالى المتعلق بافعال المكلفين بالطلب او الاياحة او الوضع لهما

فدخل فى قولنا بالطلب اربعة:

الايجاب وهو طلب الفعل طلبا جازما كالايمان بالله و برسله و كقواعد الاسلام الخمس و نحوهما

والندب وهو طلب الفعل طلبا غير جازم كصلاة الفجر و نحوهما

والتحريم وهو طلب الكف عن الفعل طلبا جازما كالشرك بالله والزنا ز نحوهما

والكراهة وهي طلب الكف عن الفعل طلبا غير جازم كقراءة القرآن مثلا فى الركوع والسجود

Nah, karena kita membahas tentang meninggalkan sunnah, yang mana itu masuk ke dalam cakupan perintah (amr), maka kita perlu lihat kaidah perintah (amr) dalam ushul:

الامر بالشيء نهي عن ضده

“Perintah terhadap sesuatu merupakan larangan terhadap kebalikannya”

Ini kaidah ushul dasar banget, jadi ga perlu ana tampilkan lha ya ibarot dan dalil kitabnya, di seluruh kitab ushul pasti ada.

Pemahaman dari kaidah tersebut artinya, ketika ada firman Allah yang berupa perintah, baik itu yang tegas (wajib) maupun tidak tegas (sunnah), maka kelazimannya adalah larangan terhadap kebalikannya, baik itu larangan tegas (haram) maupun tidak tegas (makruh).

Contohnya: perintah mengerjakan sholat, itu perintah yang tegas, hukumnya wajib.

Sehingga kelazimannya adalah larangan tegas meninggalkan sholat, yang hukumnya haram.

Demikian juga perkara sunnah, kalau meninggalkannya maka jatuhnya bisa makruh.

Lalu kenapa ana jawab bahwa meninggalkan sunnah belum tentu makruh, namun bisa juga khilaful aula?

Karena khilaful aula itu mirip dengan makruh.

Bedanya, makruh itu jika larangannya berupa larangan khusus dari Nabi, seperti hadits:

إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين

“Jika salah satu dari kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sebelum ia sholat 2 raka’at”

Dalam hadits tersebut ada larangan khusus yang disebut secara jelas oleh Nabi untuk tidak duduk sebelum sholat tahiyyatul masjid, sehingga jika malah duduk tanpa mengerjakan tahiyytul masjid maka makruh.

Sedangkan jika tidak ada larangan khusus yang jelas dari Nabi, namun hanya berupa kelaziman dari kaidah amr, seperti tidak sholat sunnah zhuhur, maka jatuhnya khilaful aula.

Maksudnya, sholat sunnah zhuhur itu hanya ada dalil berupa perintah yang sifatnya tidak tegas, sebagaimana sabda Nabi:

مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ

“Barangsiapa melaksanakan empat rakaat sebelum Dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkan baginya api neraka.”

Dalam hadits tersebut Nabi memerintahkan secara halus/tidak tegas, yaitu mengajak dan mengiming-imingi mereka agar mau sholat sunnah zhuhur.

Karena ada perintah tidak tegas, berarti hukumnya sunnah.

Namun tidak ada dalil yang menyatakan bahwa Nabi melarang meninggalkan sholat sunnah zhuhur, semisal Nabi mengucapkan “janganlah kalian sholat zhuhur terlebih dulu sebelum sholat sunnah 4 roka’at”. Larangan seperti itu tidak ada.

Larangan meninggalkan sunnah zhuhur hanya berdasarkan kelaziman kaidah amr di atas:

“Perintah terhadap sesuatu merupakan larangan terhadap kebalikannya”

Karena larangannya hanya berdasarkan kelaziman kaidah amr, tidak berdasarkan larangan khusus dari Nabi, maka jika kita tidak sholat sunnah zhuhur hukumnya khilaful aula.

Dari asybah wan nazhoir:

وافترق خلاف الأولى مع المكروه اختلاف الخاصين، فالمكروه ما ورد فيه نهي مخصوص مثل: “إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين”. وخلاف الأولى ما لا نهي فيه مخصوص كترك سنة الظهر، فالنهي عنه ليس بمخصوص ورد فيه؛ بل من عموم أن الأمر بالشيء نهى عن ضده أو مستلزم للنهي عن ضده، وعند من يقول: ليسا نهيًا عن الضد ولا مستلزمًا، لعموم النهي عن ترك الطاعات.

Jadi kalo kita meninggalkan sunnah maka:

  1. Jika memang ada dalil larangan khusus dalam meninggalkannya seperti tidak sholat tahiyyatul masjid, maka jatuhnya makruh.
  2. Jika tidak ada dalil larangan khusus dalam meninggalkannya, seperti tidak sholat sunnah zhuhur, dll.. maka jatuhnya khilaful aula.

Wallohu Alam
Oleh Ustadz Hafidz, menyadur hasil diskusi grup Whatsapp Tsirwah

Editor: Havidz Ramdhani

Aktivis Dakwah, Penulis, Guru Agama, Hafidzul Quran, Web Developer, Graphic Designer, memiliki ketertarikan untuk mengembangkan dan memajukan dunia pendidikan pesantren sesuai relevansi zaman dan teknologi

3 komentar pada “Meninggalkan Sunah, Apakah Otomatis Makruh, Ini Rinciannya

  • Kita kan gak zina / melakukan hal haram dan makruh, apakah setiap saat kita dapat pahala karena terhitung meninggalkan hal haram dan makruh ?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator