Menuntut Ilmu dalam Islam: Ini Sebab Seseorang Bisa Menjadi Seorang Ulama
TSIRWAH INDONESIA – Para ulama sepakat, bahwa mencari atau menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, jika ada yang mengatakan tidak perlu menuntut ilmu, maka itu salah. Sebagaimana Rasullullah sallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim,” (HR. Ibnu Majah).
Kewajiban mencari atau menuntut ilmu ini juga bisa dipahami dari kewajiban setiap muslim untuk selalu terikat dengan hukum-hukum Allah subhanahu wa ta’ala atau syariat Islam. Sekecil apapun kebaikan atau keburukan, nantinya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, serta dibalas dengan balasan setimpal oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surah Al-Zalzalah ayat 7-8:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ . وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Artinya: “Karena itu siapa saja yang melakukan kebaikan sekecil apapun akan melihat balasan (kebaikan)-nya dan siapapun yang melakukan keburukan sekecil apapun akan melihat balasan (keburukan)-nya.”
Terdapat pula dalam kaidah ushul, sebagaimana dinyatakan oleh Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, disebutkan:
اَلْأَصْلُ فِي اْلأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ باِلْحُكْمِ الشَّرْعِيِّ
Artinya: “Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syariat.”
Sebagai umat muslim, agar selalu terikat dengan syariat Islam, wajib mengetahui terlebih dulu hukum syariat atas setiap perbuatan yang akan dia lakukan, apakah wajib, sunnah, mubah, haram atau makruh, karena semuanya akan dihisab dan dibalas oleh Allah SWT di akhirat kelak.
Di antara kebaikan yang Allah SWT berikan kepada seorang muslim adalah saat dia paham agama, itulah mengapa setiap muslim wajib mencari ilmu-ilmu agama (tafaqquh fî ad-dîn). Sesuai dengan sabda Rasullullah SAW berikut ini:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Artinya: “Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, Dia akan memberikan kepada dirinya paham agama,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Seseorang tentunya harus banyak belajar agama, agar menjadi orang yang paham agama. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW:
وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
Artinya: “Sungguh ilmu itu hanya (bisa dikuasai) dengan belajar,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan Ahli Ilmu
Menuntut ilmu ini juga merupakan aktivitas yang istimewa, apalagi jika karena jerih payahnya dalam mencari ilmu, menjadikan seseorang itu sebagai ahli ilmu (ulama). Mereka ini mendapatkan pujian langsung dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an surah Al-Mujadalah ayat 11:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya: “Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan mereka yang diberi ilmu beberapa derajat.”
Keagungan, keutamaan, kemuliaan dan keluhuran para ahli ilmu juga didapat karena adanya rasa takut yang besar kepada Allah SWT. Berikut firman-Nya dalam Qur’an surah Fathir ayat 28:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Artinya: “Sungguh yang memiliki rasa takut kepada Allah itu hanyalah para ulama.”
Keutamaan Majelis Ilmu
Sebagaimana mulia dan agungnya kedudukan ahli ilmu, demikian pula majelis-majelis ilmu mereka, karena itulah banyak sekali keutamaan ketika menghadiri majelis ilmu. Tentu dalam rangka meraih ilmu atau memahami agama ini. Rasullullah SAW bersabda:
مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى يَرْجِعَ
Artinya: “Siapa saja yang ke luar rumah dalam rangka meraih ilmu maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali pulang,” (HR. At-Tirmidzi).
Dijelaskan pula dalam suatu riwayat bahwa, malaikat membentangkan sayap-sayapnya ketika seseorang keluar rumah untuk mencari ilmu. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW di bawah ini:
مَا مِنْ خَارِجٍ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ إِلَّا وَضَعَتْ لَهُ الْمَلَائِكَةُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا بِمَا يَصْنَعُ
Artinya: “Tidaklah seseorang ke luar rumah untuk mencari ilmu kecuali para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha atas apa yang dilakukan oleh para pencari ilmu,” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Wallohu Alam
Oleh Wita Subekti