Mitos Larangan Menikah di Bulan Safar, Seperti Ini Hukum Islam Menjelaskan
TSIRWAH INDONESIA – Bulan Safar merupakan bulan kedua dari tahun Hijriah, dan sering kali bulan ini dihubungkan dengan banyaknya mitos dan kepercayaan yang mengakibatkan kerusakan akidah manusia. Satu di antaranya adalah kepercayaan masyarakat tentang tradisi larangan menikah pada bulan Safar. Menurut pandangan masyarakat yang beredar pernikahan yang dilakukan pada bulan tersebut akan mengalami banyak kesialan, seperti kegagalan dalam usaha, kekurangan finansial, dan rumah tangga yang tidak bertahan lama.
Pada dasarnya bulan-bulan yang diciptakan Allah memiliki keistimewaan, seperti yang dituangkan dalam Alquran surah At-Taubah ayat 36:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.”
Kepercayaan tentang larangan tersebut dibantah dalam hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berikut:
لا عَدْوَى ولا طِيَرَةَ، ولا هامَةَ ولا صَفَرَ
Artinya: “Tidak ada penyakit menular, tidak ada dampak dari thiyarah (anggapan sial), tidak ada kesialan karena burung hammah, tidak ada kesialan para bulan Shafar,” (HR Bukhari dan Muslim).
Kepercayaan tersebut adalah mitos, karena sangat bertentangan dengan ajaran islam. Pernikahan pada bulan Safar adalah kebolehan, sejarah islam mencatat bulan Safar adalah waktu pernikahan Rasulullah dengan Siti Khadijah, selain itu pada bulan tersebut juga peristiwa penting pembuktian cinta Sayyidina Ali bin Abi Thalib kepada Siti Fatimah putri bungsunya Rasulullah.
Adapun anggapan masyarakat tentang larangan menikah pada bulan Safar adalah benar, namun tidak ada landasan dalil Alquran maupun hadis yang menyatakan keistimewaan dan keburukan secara khusus tentang bulan Safar. Tetapi anggapan tersebut muncul karena hasil pemikiran yang menjadi budaya bagi masyarakat Jahiliah dahulunya.
Oleh karena itu, menikah pada bulan Safar adalah kebolehan dan baik untuk dilakukan, sama seperti dengan bulan-bulan lainnya. sehingga bagi masyarakat yang mempercayai tentang larangan pernikahan pada bulan Safar termasuk dalam thiyarah (anggapan sial).
Dalam karya ilmiah Novita Sari yang berjudul Karakteristik Qalb Salîm Menurut Perspektif Al-Qur’an dijelaskan yang dimaksud dengan thiyarah adalah meyakini datangnya kesialan berdasarkan burung atau yang lainnya. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari kesyirikan, sebagaimana Rasulullah bersabda:
اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
Artinya: “Dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda: “Thiyarah adalah syirik” tiga kali. Kita tidak bisa (menghindari thiyarah), tetapi Allah akan melenyapkannya dengan tawakal,” (HR Bukhari).
Syirik adalah dosa paling besar, yang menyebabkan kerusakan akidah bagi diri pribadi dan masyarakat, dan perbuatan ini dapat mendatangkan kehinaan. Sehingga Allah mengharamkan perbuatan ini dengan memberikan ancaman bagi orang yang melakukannya. Seperti dalam quran surah Al-Bayyinah ayat 6:
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ
Artinya: “Sesungguhnya orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”
Maka, bagi masyarakat yang ingin menikah pada bulan Safar diperbolehkan karena menunda sesuatu yang baik sangat dibenci Allah. Perihal kemudaratan yang akan terjadi, hal tersebut sudah ditetapkan Allah dan tidak ada hubungannya dengan waktu, tempat, orang dan faktor lainnya sebagaimana firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 51:
قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.”
Wallohu A’lam
Oleh Rahmiwati Abdullah
Terima kasih sudah memeberikan pencerahan, semoga jadi amal shaleh