Nikah Online: Ini Hukumnya Menurut Agama dalam Berbagai Kitab Fiqih
TSIRWAH INDONESIA – Nikah Online menjadi inisiatif yang marak digaungkan beberapa waktu yang lalu, utamanya saat pandemi dan tidak bisa bertemu atau tatap muka antar kedua mempelai maupun kedua keluarga.
Nikah online biasa dilakukan dengan cara video call, maupun audio call (telepon), dilaksanakan secara terpisah antara tempat mempelai wanita maupun mempelai prianya, secara online, tidak offline, menggunakan alat-alat modern seperti HP, Laptop atau selainnya.
Nikah online kemudian menuai pembahasan kontroversial mengenai keabsahan akad nikah yang dilakukannya dengan pisahnya tempat (tidak dalam satu majelis).
Hal yang Membuat Nikah Menjadi Sah
Membahas bab nikah, tidak terelakkan dari syarat atau rukun nikah yang menjadi hal utama penyebab keabsahan akadnya, berikut penjelasan dari kitab Bujairimi alal Khotib:
(فَصْلٌ) فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا (أَرْكَانُهُ) خَمْسَةٌ: (زَوْجٌ، وَزَوْجَةٌ، وَوَلِيٌّ، وَشَاهِدَانِ، وَصِيغَةٌ
[البجيرمي، حاشية البجيرمي على شرح المنهج = التجريد لنفع العبيد، ٣٣٢/٣]
Artinya: “Rukun-rukun nikah ada 5, yaitu mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua saksi, dan shigoh.“
Merinci Rukun-rukun Nikah
Pertama, mempelai pria dan wanita, keduanya harus ada dalam pelaksanaan akad nikah, yakni ada di satu tempat (ittihadul majlis), meskipun misalnya si mempelai wanita ada di kamar, tidak di samping mempelai pria yang sedang akad.
Kedua, wali nikah dari pihak mempelai wanita, juga diharuskan hadir dalam satu majlis, utamanya atas kepentingan melangsungkan akad bersama mempelai pria.
Ketiga, dua saksi juga disyaratkan kehadirannya di satu tempat, hadir berarti datang di tempat tersebut, tidak hanya ada namun secara terpisah (tidak di satu tempat), ini sebagaimana keterangan di kitab Hasyiyah Qulyubi Wa Umairoh:
وَلَا يَصِحُّ) النِّكَاحُ (إلَّا بِحَضْرَةِ شَاهِدَيْنِ) ، لِحَدِيثِ ابْنِ حِبَّانَ «لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ، وَمَا كَانَ مِنْ نِكَاحٍ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ، فَهُوَ بَاطِلٌ»
قَوْلُ الْمَتْنِ: (وَلَا يَصِحُّ إلَخْ) قَالَ فِي الْوَسِيطِ حُضُورُ الشُّهُودِ شَرْطٌ لَكِنْ تَسَاهَلْنَا فِي عَدِّهِ رُكْنًا. قَوْلُ الْمَتْنِ
[القليوبي، حاشيتا قليوبي وعميرة، ٢٢٠/٣]
Keempat, shigoh, yakni bentuk ucapan akad nikah (ankahtuka..) diharuskan menggunakan lafadz yang shorih atau jelas, sedangkan nikah online yang menggunakan video call atau audio call, suara yang dihasilkan dari ponsel tersebut hukumnya kinayah dan bukan shorih. Sebagaimana dijelaskan oleh Habib Zain bin Ibrahim bin Smith, di kitab Fawaid Al-Mukhtarrah:
اَلتِّلْفُوْنُ كِنَايَةٌ فِي الْعُقُوْدِ كَالْبَيْعِ وَالسَّلَمِ وَالْإِجارَةِ، فَيَصِحُّ ذَلِكَ بِوَاسِطَةِ التِّلْفُوْنِ،أَمَّا النِّكَاحُ فَلَا يَصِحُّ بِالتِّلْفُوْنِ لِأَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِيْهِ لَفْظٌ صَرِيْحٌ، وَالتِّلْفُوْنُ كِنَايَة
Kelima, termasuk kesimpulannya adalah bahwa prosesi akad nikah harus dilangsungkan secara offline yaitu dalam satu majlis atau satu tempat, sebab persaksian nikah juga diharuskan secara langsung, berbeda dengan ibadah muamalah seperti jual-beli yang memungkinkan akad online.
Syaikh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Fiqhul Islam Wa Adillatuhu menjelaskan:
أن القواعد السابقة لا تشمل النكاح لاشتراط الإشهاد فيه، ولا الصرف لاشتراط التقابض، ولا السلم لاشتراط تعجيل رأس المال
[وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ٥١٧٥/٧]
Artinya: “Bahwa kaidah-kaidah yang dimaksud (tentang penggunaan alat-alat modern, HP, akad online dan lainnya dalam prosesi akad muamalah) tidak berlaku bagi ibadah pernikahan, sebab keharusan persaksian.”
Solusi bagi Pria yang Tidak Bisa Hadir ke Tempat Calon untuk Akad Nikah
Selain ketidak-absahan nikah yang dilakukan secara online, disebabkan mempelai pria yang tidak bisa datang langsung ke tempat karena jarak yang sangat jauh (luar negeri) misalnya, atau sebab lainnya, maka masih terdapat solusi.
Solusi yang ditawarkan tersebut tidak lain adalah ‘mewakilkan penerimaan akad nikah’, yang diwakilkan oleh mempelai pria kepada seorang yang sudah memenuhi kriteria. Hal ini dikarenakan adanya contoh dari Nabi, sebagaimana penjelasan Abu Ishaq Asy-Syirazi dalam kitab Al-Muhadzzab fi Fiqhil Imam Asy-Syafi’i:
وَيَجُوزُ التَّوْكِيلُ فِي عَقْدِ النِّكَاحِ لِمَا رُوِيَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَلَّ عَمْرَو بْنَ أُمَيَّةَ الضَّمْرِيَّ فِي نِكَاحِ أُمِّ حَبِيبَةَ
Artinya: “Diperbolehkan mewakilkan akad nikah, karena berdasarkan riwayat bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam pernah menunjuk seorang sahabat untuk mewakili menikahi seorang perempuan.“
Wallohu Alam
Oleh Ustadz Hafidz