Fiqih & AkidahHikmah & Wawasan

Apakah Boleh Menunda Qadha Ramadhan karena Menyusui, Begini Hukumnya

TSIRWAH INDONESIA – Salah satu kriteria yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan adalah wanita yang sedang haid, melahirkan, nifas, dan menyusui.

Wanita yang sedang haid, melahirkan, nifas, dan menyusui tersebut wajib mengganti puasa Ramadhan yang telah ditinggalkan dengan melaksanakan qadha puasa Ramadhan.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan:

كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

Artinya: “Kami dulu mengalami haid. Kami diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk meng-qadha sholat, ”(HR. Muslim). 

Qadha adalah mengerjakan suatu ibadah yang memiliki batasan waktu di luar waktunya. Berkaitan dengan qadha puasa Ramadhan, dalil yang menunjukkan kewajiban mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan pada hari lain di luar Ramadhan adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surah Al-Baqarah ayat 185:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ .

Artinya: “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”

BACA JUGA: Hukum Menggabungkan 2 Niat Puasa, Fardhu dan Sunnah

Qadha puasa Ramadhan pada dasarnya boleh ditunda dan tidak mesti dilakukan tepat setelah bulan Ramadhan, yaitu pada bulan Syawal. Qadha puasa Ramadhan boleh dilakukan pada bulan Dzulhijjah sampai bulan Sya’ban sebelum masuk Ramadhan berikutnya.

Dalil yang mendukung hal ini adalah qadha puasa Ramadhan yang dilakukan oleh sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha yangpernah menunda qadha puasa Ramadhan beliau sampai bulan Sya’ban.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan bahwa beliau mendengar sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha  mengatakan:

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ.

Artinya: “Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu meng-qadha-nya kecuali di bulan Sya’ban,”  (HR Bukhori). 

Namun setelah melahirkan anak, seorang ibu biasanya akan menyusui anaknya sehingga tidak dapat melakukan qadha puasa bahkan hingga datang Ramadhan berikutnya.

Seseorang yang menunda qadha puasa Ramadhan tanpa udzur hingga tiba Ramadhan berikutnya, selain wajib menunaikan qadha puasanya, ia juga wajib membayar fidyah sebanyak satu mud perhari.

Jika puasa yang ditinggalkan adalah tujuh hari, maka jumlah fidyah yang harus dibayarkan adalah sebanyak tujuh mud. Zainuddin al-Malibari dalam kitab Fathu Al-Mu’in menjelaskan:

ويجب على مؤخر قضاء لشيء من رمضان حتى دخل رمضان آخر بلا عذر في التأخير: بأن خلا عن السفر والمرض قدر ما عليه مد لكل سنة فيتكرر بتكرر السنين على المعتمد. 

Artinya: “Wajib bagi orang yang menunda qadha Ramadhan hingga datang Ramadhan berikutnya tanpa ada udzur yang mengharuskan penundaan itu terjadi, sebagaimana orang yang masih mempunyai waktu senggang dari sakit dan bepergian yang cukup untuk melaksanakan qadhanya, membayar fidyah satu mud untuk satu hari qadha dari bulan Ramadhan setiap tahun. Lalu, fidyah dilipatkan sejumlah berapa kali Ramadhan terlewati. Demikian menurut pendapat yang mu’tamad.”

Jika penundaan qadha Ramadhan hingga tiba Ramadhan berikutnya tersebut disebabkan karena alasan menyusui. Hal tersebut merupakan salah satu udzur yang tidak mewajibkan membayar fidyah. Penjelasan ini disampaikan oleh Zainuddin al-Malibari dalam Fathu al-Mu’in, beliau mengatakan:

وخرج بقولي بلا عذر: ما إذا كان التأخير بعذر كأن استمر سفره أو مرضه أو إرضاعها إلى قابل فلا شيء عليه ما بقي العذر وإن استمر سنين.

Artinya: “Tidak termasuk ucapanku ‘tanpa ada udzur’, yaitu jika penundaan qadha tersebut karena udzur, seperti terus-menerus dalam bepergian atau sakit atau menyusui hingga masuk Ramadhan tahun depan, maka ia tidak dikenakan kewajiban fidyah selama udzur tersebut masih berlangsung walaupun sampai bertahun-tahun.”

Dengan demikian, seorang ibu yang terpaksa menunda qadha puasa Ramadhan hingga tiba Ramadhan berikutnya karena sebab menyusui tidaklah mengapa, karena termasuk dalam udzur yang diperbolehkan dan tidak ada kewajiban membayar fidyah, hanya cukup melaksanakan qadha puasa Ramadhan tersebut jika kondisinya telah memungkinkan.

Wallohu A’lam
Oleh Abdul Rahman Ramadhan

Editor: Dewi Anggraeni, S.Hum

Aktivis dakwah, jurnalis, interpersonal skill, tim work, content creator, dan emotional management.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator