Hikmah & WawasanSirah Nabawiyah

Tahun Baru Hijriah: Momentum Hijrah, Inilah 4 Aspek yang Perlu Diperhatikan, Poin Terakhir Sering Terabaikan

TSIRWAH INDONESIA – Penentuan kalender dalam tahun Islam sangat berkaitan sejarahnya dengan suatu peristiwa besar, yaitu peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.

Peristiwa hijrah merupakan simbol perpindahan dari masa jahiliah ke masa keislaman, simbol kebangkitan dari ketertindasan. Peristiwa itulah yang menjadi pondasi kekuatan awal islam.

Menurut Habib Husein Ja’far Al-Haddar penulis buku Tuhan Ada di Hatimu, inti dari hijrah yaitu bergerak dari kegelapan menuju keterangbenderangan dalam segala aspek kehidupan, bukan hanya aspek spiritual.

Belakangan ini, marak trend hijrah di kalangan anak muda Indonesia. Namun, banyak juga ditemukan hijrah yang masih jauh dari kata ideal.

Hijrah yang ideal, menurutnya, minimal mencakup empat aspek yang harus diperhatikan oleh setiap muslim yang berkomitmen untuk hijrah. Berikut ulasan singkatnya.

Aspek Spiritual

Aspek ini merupakan pondasi awal dalam hijrah. Seseorang yang berkomitmen untuk hijrah, seyogyanya ia memulainya dari aspek ini. Inti dari aspek ini yaitu pergerakan spiritual seorang hamba menuju Tuhannya.

Pergerakan spiritual ini letaknya di hati. Hati merupakan tempat diletakkannya niat dan menjadi tempat Allah Subhanahu wa ta’ala menilai setiap hambanya. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Artinya: “Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah,” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits).

Hijrah pada aspek ini dapat dilakukan dengan mengikuti metode tahkalli dan tahalli yang diajarkan Imam Al-Ghazali. Takhalli artinya membersihkan hati dari sifat-sifat tercela, seperti sombong, riya, hasad, dengki dan lain sebagainya.

Adapun tahalli adalah menghiasi hati dengan sifat-sifat terpuji, seperti syukur, ridha, ikhlas, jujur, dan lain sebagainya.

Jika hati sudah bersih dan terhiasi, maka Allah akan menampakkan anugerah-Nya kepada pemilk hati tersebut, atau biasa disebut dengan tajalli.

Hijrah jika tanpa didasari hati yang bening dan niat yang ikhlas maka akan sulit menghasilkan buah yang manis, baik di dunia maupun di akhirat.

Aspek Kultural

Aspek ini bermakna mengakulturasi islam yang datang dari tanah Arab dengan nilai-nilai setempat. Selama nilai-nilai tersebut tidak bertentangan dengan ajaran inti islam, maka mengakulturasi ajaran islam dengan nilai-nilai budaya setempat perlu dilakukan.

Sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ulama yang datang ke Indonesia, ketika terdapat budaya yang baik dan tidak bertentangan dengan inti ajaran islam mereka tetap melestarikan budaya tersebut, bahkan tidak jarang mengadopsinya menjadi metode dakwah.

Kita dapat temukan beberapa budaya zaman jahiliah yang masih dipertahankan di tanah Arab pada masa awal keislaman,  bahkan hingga kini diadopsi menjadi metode dakwah, seperti budaya bersyair.

Dilansir dari situs syakal.iainkediri.ac.id, syair pada bangsa Arab-pra islam memiliki peran penting sebagai media berkomunikasi, mengabadikan sebuah peristiwa atau kejadian. Budaya tersebut tidak serta-merta dihilangkan ketika islam datang, karena tidak bertentangan dengan inti ajaran islam.

Menghijrahkan budaya Arab menjadi budaya setempat demi menjaga keberlangsungan kehidupan islam di berbagai tempat perlu dilakukan, tentu dengan tetap menjaga ajaran inti islam.

Aspek Filososfis

Umat islam mengalami keterbelakangan dari segala hal merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri, baik dalam sains-teknologi maupun keilmuan. Hal ini disebabkan karena merebaknya kebodohan di tubuh umat islam.

Orang lain sudah berbicara mengenai cara hijrah ke luar angkasa, tetapi umat islam masih terjebak pada persoalan hijrah dari celana isbal ke celana cingkrang. 

Berpakaian isbal seakan haram, padahal ada yang lebih haram, yaitu membiarkan kebodohan.

Hijrah pada aspek filosofis merupakan hal yang perlu ditekankan. Hijrah dari kebodohan menuju kecemerlangan, dari kemunduran menuju kemajuan, dari keterbelakangan menuju keunggulan pada segala bidang.

Aspek Sosial

Hijrah seharusnya membawa seseorang lebih peka pada sosial dan lingkungan sekitar. Orang yang berhijrah seyogyanya dapat membumikan islam, menebarkan kedamaian dan menampilkan akhlak yang terpuji.

Muhammad Abduh, salah seorang pembaharu dari Mesir, ketika mengunjungi Prancis dengan penduduknya yang ramah dan lingkungan yang bersih lagi indah, ia berkata, “Aku melihat islam di sana, padahal aku tidak melihat muslim.”

Ketika melihat Mesir dengan lingkungannya yang kumuh dan penuh dengan ketidakteraturan, ia berucap, “Aku melihat muslim di sana, tetapi aku tidak melihat islam.”

Perkataan tersebut merupakan bentuk sindiran yang ditujukan untuk umat islam yang kurang memperhatikan keadaan sosial dan lingkungan sekitar mereka. 

Mereka terkadang lupa bahwa islam merupakan rahmat bagi semesta alam, bukan hanya umat islam saja.

Hijrah dari aspek sosial sangatlah diperlukan agar islam betul-betul bisa dirasakan rahmatnya dan pada akhirnya islam bukanlah agama yang hanya mengatur ibadah vertikal saja, melainkan ibadah horizontal.

Wallohu A’lam
Oleh Agus Supriyadi

Penulis: Agus Supriyadi

Seorang Murid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator