Pandangan Islam mengenai Kekerasan kepada Istri, Simak
TSIRWAH INDONESIA – Melansir dari komnasperempuan.go.id, bahwa pada tahun 2022 didapati 4371 pengaduan ke Komnas Perempuan mengenai kekerasan terhadap perempuan dan 622 kasus di antaranya adalah kekerasan terhadap istri (KDRT).
Mirisnya, ramai daripada kalangan suami yang masih menggunakan ayat Al-Qur’an untuk membenarkan perilaku kasarnya tersebut kepada istrinya, dengan dalih mengutip mentah-mentah Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 34:
وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا ٣٤
Artinya: “Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz (durhaka) maka berilah mereka nasehat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukul lah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menantimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Berdasarkan ayat di atas, banyak daripada kalangan Ulama mengomentari dalam kitab tafsirnya mengenai maksud dari kebolehan memukul istri dalam ayat tersebut, berikut penjelasannya:
1. Quraish Shihab
Sebagaimana kata Quraish Shihab dalam karyanya Al-Mishbah: “Jika seorang wanita berlaku durhaka kepada suaminya, maka ada tiga hal yang perlu suami lakukan terlebih dahulu yakni menasehatinya, bila tidak mempan maka pisah lah ranjang dengannya, dan bila tidak mempan juga maka barulah boleh memukulinya. Akan tetapi memukulinya harus dilakukan dengan tidak meninggalkan bekas luka, menciderai fisik, serta luka lebam.”
Baca Juga: 5 Perbuatan Buruk yang Harus Dijauhi oleh Seorang Istri, Simak
2. Buya Hamka
Bahkan kata Buya Hamka dalam karyanya Al-Azhar: “Bahwa ada beberapa syarat dalam pukulan tersebut yakni jangan sampai melukai istri, jangan sampai mematahkan tulangnya, jangan sampai memukul area wajahnya, jangan sampai ada bekas lebam dan sebagainya, bahkan hendaknya memukuli dengan menggunakan kayu siwak.”
3. Sayyid Qutb
Adapun kata Sayyid Qutb dalam karyanya Fi Zhilalil Qur’an: “Sejalan dengan maksud dan tujuan Ulama lainnya, bahwa pemukulan yang dilakukan bukanlah untuk menyakiti, menyiksa, dan bermaksud merendahkan istri, melainkan pemukulan yang dilakukan haruslah dalam rangka mendidik yang harus disertai dengan rasa kasih sayang bukan kebencian.”
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diketahui maksud dari pukulan tersebut bukan untuk menyakiti istri melainkan pukulan yang hanya sebagai isyarat untuk memperlihatkan bahwa suami tidak senang dengan perbuatan istri.
Namun, sekalipun dibolehkan memukuli istri yang durhaka, ada baiknya untuk mengambil langkah dengan musyawarah saja, melalui diskusi antara kedua belah pihak keluarga untuk mencari jalan keluarnya.
Karena diketahui, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam sepanjang hayatnya tidak pernah memukuli istrinya, seperti yang diterangkan dalam sebuah Hadits Nabi berikut ini:
يَجْلِدُ أَحَدُكُمْ امْرَأَتَهُ جَلْدَ الْعَبْدِ ثُمَّ يُجَامِعُهَا فِي آخِرِ الْيَوْمِ لا
Artinya: “Janganlah salah seorang dari kalian memukul istrinya seperti ia memukul seorang budak sedangkan di penghujung hari iapun menggaulinya,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam ajaran Islam, ada tata aturan mengenai pukulan kepada istri yang durhaka. Hal ini diuraikan, agar tidak ada kesalahpahaman yang dapat memicu kekerasan dalam berumah tangga kedepannya.
Wallahu A’lam
Oleh Abel Razali