Parenting

Rumus 7×3 Mendidik Anak ala Ali Bin Abi Thalib, Begini Penjelasannya

TSIRWAH INDONESIA – Memiliki anak merupakan anugerah bagi orang tua yang patut disyukuri. Rasa syukur dapat diwujudkan dengan cara mendidik dan memberi kasih sayang kepada anak.

Saat ini, istilah parenting atau pola pengasuhan anak sangat populer dan memiliki banyak versiBanyaknya perkembangan mengenai cara mendidik anak, terkadang membuat orang tua kebingungan menentukan pola asuh yang tepat.

Orang tua dapat mengambil referensi pola mendidik anak di banyak platform. Dalam Islam, terdapat contoh parenting yang diterapkan Ali bin Abi Thalib. Sayyidina Ali dikenal sebagai ayah yang bijaksana dalam mendidik anak-anaknya.

Melansir madaninews.com, Sayyidina Ali menekankan pentingnya pendidikan dalam membentuk generasi Muslim yang kuat dan berakhlak mulia. Ia menganggap pendidikan menjadi salah satu tugas utama seorang ayah.

Sayyidina Ali mengkategorikan cara mendidik anak dengan metode 7×3. Metode ini maksudnya adalah tahapan pola mendidik yang mengkategorikan menjadi tiga tingkatan di setiap kelipatan tujuh tahun. Berikut merupakan rumus 7×3 tersebut:

Menurut Sayyidina usia nol sampai tujuh tahun, mendidik anak diibaratkan dengan memperlakukan anak layaknya raja. Artinya mendidik anak dengan lemah lembut, tulus, dan sepenuh hati.

Berikan contoh kepada anak apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Karena di usia tujuh tahun pertama, anak cenderung suka meniru dari apa yang dilihatnya. Sayyidina Ali dalam buku Nahj Al- Balaghah, iamemberi nasihat:

أَحْسَنُ تَرْبِيَةٍ إِذَا تَمَثَّلْتَ بِهَا

Artinya: “Pendidikan terbaik adalah ketika kamu menjadi contoh baginya.”

Usia tujuh tahun pertama orang tua sebaiknya melayani anak. Akan tetapi, tidak terlalu memanjakan anak, orang tua harus tetap bersikap tegas dengan penuh kasih sayang.

Apabila ingin memberitahu atau membenarkan hal yang dianggap salah, maka orang tua sebaiknya menggunakan bahasa yang lembut dan sederhana. Hal tersebut selaras dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berikut:

حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُمَارَةَ أَخْبَرَنِي الْحَارِثُ بْنُ النُّعْمَانِ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا أَدَبَهُمْ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami (Al ‘Abbas bin Al Walid Ad Dimasyqi) telah menceritakan kepada kami (Ali bin ‘AyyasyA telah menceritakan kepada kami (Sa’id bin ‘Umarah) telah mengabarkan kepadaku (Al Harits bin An Nu’man) saya mendengar (Anas bin Malik) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: ‘Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah tingkah laku mereka’,” (HR Sunan Ibnu Majah).

Mendidik anak yang sudah berusia delapan sampai empat belas tahun, Sayyidina Ali mengibaratkan sebagai tawanan. Artinya mendidik anak dengan tegas, aturan yang berisi perintah dan larangan.

Rasulullah SAW menganjurkan untuk mengajarkan sholat kepada anak diusia tujuh tahun. Bahkan Rasulullah SAW memberi perintah untuk memukul anak jika meninggalkan sholat. Itu disampaikan Rasulullah SAW dalam hadis berikut:

حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنِي دَاوُدُ بْنُ سَوَّارٍ الْمُزَنِيُّ بِإِسْنَادِهِ وَمَعْنَاهُ وَزَادَ وَإِذَا زَوَّجَ أَحَدُكُمْ خَادِمَهُ عَبْدَهُ أَوْ أَجِيرَهُ فَلَا يَنْظُرْ إِلَى مَا دُونَ السُّرَّةِ وَفَوْقَ الرُّكْبَةِ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهِمَ وَكِيعٌ فِي اسْمِهِ وَرَوَى عَنْهُ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ حَدَّثَنَا أَبُو حَمْزَةَ سَوَّارٌ الصَّيْرَفِيُّ

Artinya: ”Telah menceritakan kepada kami (Mu`ammal bin Hisyam Al-Yasykuri) telah menceritakan kepada kami (Isma’il) dari (Sawwar Abu Hamzah) berkata Abu Dawud: Dia adalah Sawwar bin Dawud Abu Hamzah Al Muzani Ash Shairafi dari (Amru bin Syu’aib) dari (Ayahnya) dari (Kakeknya) dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.’ Telah menceritakan kepada kami (Zuhair bin Harb) telah menceritakan kepada kami (Waki’) telah menceritakan kepadaku Dawud bin Sawwar Al Muzani dengan isnadnya dan maknanya dan dia menambahkan: (sabda beliau): ‘Dan apabila salah seorang di antara kalian menikahkan sahaya perempuannya dengan sahaya laki-lakinya atau pembantunya, maka janganlah dia melihat apa yang berada di bawah pusar dan di atas paha.’ Abu Dawud berkata: Waki’ wahm dalam hal nama Sawwar bin Dawud. Dan hadis ini telah diriwayatkan oleh (Abu Dawud Ath-Thayalisi), dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah Sawwar Ash Shairafi,” (HR Sunan Abu Daud).

Hadis di atas juga menjelaskan bahwa ketika anak sudah berusia sepuluh tahun agar dipisah tempat tidurnya. Hal ini dilakukan karena anak sudah mulai beranjak baligh. Orang tua pun harus tetap ingat, jangan hanya memberikan hukuman. Orang tua juga perlu memberikan apresiasi.

Pola mendidik anak yang semacam ini bukan mengajarkan untuk haus validasi. Ini dilakukan untuk memberikan rasa tanggung jawab kepada anak. Namun demikian, perlakuan pada anak tidak bisa diperlakukan sama karena setiap anak memiliki karakteristik masing-masing.

Baca Juga: Jangan Asal Pukul, Simak 3 Tahapan dalam Menghukum Anak

Mendidik anak diusia lima belas sampai dua puluh satu tahun ini Sayyidina Ali mengibaratkan anak sebagai sahabat. Jadi diharapkan orang tua bisa memposisikan diri sebagai sahabat anak sekaligus memberikan teladan yang baik bagi anak.

Orang tua harus sering mengajak anaknya untuk berdiskusi tentang banyak hal. Seperti halnya Sayyidina Ali dengan anaknya Hasan dan Husein. Dilansir dari madaninews.com dikisahkan Sayyidina Ali melibatkan Hasan dan Husein dalam diskusi yang membahas agama.

Dalam debat Sayyidina Ali sekaligus mengasah kemampuan berpikir kritis Hasan dan Husein. Dalam hal ini, Sayyidina Ali sangat peduli dengan perkembangan intelektual dan spiritual anak-anaknya.

Anak berusía lima belas hingga dua puluh satu tahun orang tua bisa berbicara dari hati ke hati. Orang tua juga harus mulai memberikan ruang kebebasan kepada anak. Kebebasan ini berarti anak bisa menentukan sendiri langkah apa yang ingin diambilnya, namun harus tetap dalam koridor penagwasan orang tua.

Melansir widyawicara.com, hal yang dititik beratkan pada anak usia lima belas hingga dua puluh satu tahun adalah tentang pentingnya tanggung jawab. Alangkah baiknya jika orang tua bisa memberikan penjelasan tentang teori sebab akibat atas perilaku yang anak lakukan.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan Sayyidina Ali memiliki cara tersendiri dalam menerapkan cara mendidik anak. Dalam mendidik anak, Sayyidina Ali mengedepankan komunikasi dan keteladanan yang baik.

Sayyidina Ali juga memberikan contoh yang baik dalam berperilaku. Anak-anaknya bisa melihat langsung bagaimana ayah mereka menjalankan Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Wallohu A’lam
Oleh Lokeswara Daegal

Editor: Muhammad Agus

Alumni Ponpes As'adiyah, Saat ini menempuh strata 1 di STKQ Al-Hikam Depok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator