Peci Hitam: Atribut Islam atau Tanda Nasionalis, Berikut Sejarahnya
TSIRWAH INDONESIA – Peci hitam merupakan atribut penting dalam budaya Indonesia, terutama di kalangan umat Muslim.
Peci memiliki beberapa nama lain yaitu, kopiyah dan songkok. Walaupun namanya berbeda, maknanya tetap sama, yaitu penutup kepala.
Sejarah Peci di Indonesia
Peci atau kopiyah, merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dari budaya Indonesia. Dalam Sejarah Penutup Kepala di Indonesia: Studi Kasus Pergeseran Makna Tanda Peci Hitam (1908-1949), ada beberapa pendapat mengenai kedatangan dan penyebaran peci di Indonesia.
Peci pertama kali dibawa oleh pedagang Arab abad ke-8 Masehi. Saat berdagang di pantai Malaka, para pedagang Arab menggunakan peci. Selain berdagang, mereka menyebarkan agama Islam ke wilayah Jawa, yang menjadi pusat perdagangan.
Pendapat lain, peci dibawa oleh Laksamana Cheng Ho. Ia seorang Kasim Muslim yang menjadi seorang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424).
Peci di sini memiliki arti sebagai penutup kepala yang dapat memancarkan karisma hingga delapan penjuru mata angin.
Dalam jurnal yang sama, Sunan Kalijaga juga pernah memberikan peci sebagai hadiah kepada Sultan Fatah.
Selain itu, tokoh agama atau ulama sering menggenakkan peci saat mengajar maupun saat beribadah. Seiring dengan pekembangan zaman, peci menjadi lambang kesholehan seseorang.
Peci sebagai Atribut Keagamaan dan Rasa Nasionalis
Masyarakat Islam menggunakan peci sebagai penutup kepala untuk menghindari rambut yang akan menghalangi tempat sujud. Seiring dengan perkembangan waktu, istilah peci tidak sekedar penutup kepala, melainkan sebuah identitas.
Masa penjajahan, peci hitam dianggap sebagai identitas wong cilik atau rakyat kecil yang berjuang untuk mencapai keadilan sosial.
Awal abad ke-20, Kolonial Belanda berusaha memberikan identitas kepada pribumi dengan mewajibkan mereka menggunakan atribut kebudayaan, melarang mereka duduk di kursi, dan memaksa mereka tunduk saat bertemu dengan Kolonial.
Agus Salim, sebagai bagian dari Sarekat Islam (SI) asal Padang, ikut mengenalkan penggunaan peci di kalangannya.
Saat itu, mulai banyak tokoh berpengaruh di Indonesia yang menggunakan peci hitam dalam kegiatan resmi, seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammad Husni Thamrin, Douwes Dekker, hingga Ir. Soekarno, selalu mengenakan peci, dasi, dan celana hitam panjang.
Tokoh terkemuka seperti Mohammad Hatta juga sering menggenakkan peci hitam dalam acara formal.
Penggunaan peci di kalangan pemerintah semakin marak hingga pelaksanaan proklamasi dan pengangkatan Soekarno sebagai Presiden pertama Indonesia.
Pada 10 November 1949 di Yogyakarta, Presiden Soekarno mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1949 Tentang Cara berpakaian Dinas dan Tanda-Tanda Pangkat untuk Pegawai Pamong Praja.
Kesimpulan
Sejarah peci di Indonesia di mulai pada abad ke-8 M., saat pedagang Arab singgah di Malaka untuk berdagang. Peci digunakan sebagai penutup kepala dan juga lambang nasionalis.
Wallohu A’lam
Oleh Ivas Salsabilla