Alquran & HaditsHikmah & Wawasan

Pemetaan Metode Tafsir dalam Tulisan Al-Farmawi

TSIRWAH INDONESIA Al-Farmawi adalah ulama tafsir yang terkenal dengan metode mawdhu’inya (tematik). Ia dilahirkan pada 18 Juli 1942 dengan nama lengkap Abdul hayy Husain Al-Farmawi.

Al-Farmawi wafat 12 Mei 2017 di usia yang ke tujuh puluh lima tahun. 

Dikutip dari laman wikipedia.org, di salah satu kutipan disebutkan bahwa Al-Farmawi merupakan seorang guru besar di Univesitas Al-Azhar, Kairo di bidang Tafsir dan Ulumul Quran.

Salah satu karya terbesarnya adalah buku yang berjudul ‘Al-Bidayah fi at-Tafsiri al-Mawdhu’i’. 

Buku yang ditulis tahun 1977 tersebut, merupakan hasil pengembangan dari konsep tafsir tematik yang telah dirintis oleh pendahulunya, Mahmud Syaltut.

Mengutip laman tafsiralquran.idtafsir mawdhu’i dirintis oleh Mahmud Syaltut, pendahulu Al-Farmawi sebagai guru besar di Al-Azhar. 

Tulisan Syaltut yang dituangkan dalam kitab tafsir berjudul Tafsir Alquran al-Karim al-Ajza’ oleh beberapa peneliti disebut sebagai pionir tafsir mawdhu’i yang berbasis surah. 

Selain pakar di bidang tafsir tematik, Al-Farmawi juga memetakan penafsiran berdasarkan metode penulisannya.

Setidaknya terdapat empat metode penafsiran yang dijelaskan dalam tulisan Al-Farmawi yakni tafsir tahlil, ijmali, muqarran dan mawdhu’i, berikut penjelasannya:

Tafsir Tahlili

Tafsir tahlili merupakan metode tafsir dengan menjelaskan seluruh aspek dalam Al-Quran. Penafsiran di awali dengan menjelaskan kosakata ayat, kemudian dilanjutkan dengan asbabun nuzul serta penjelasan hadis.

Terkadang penafsiran menyertakan munasabah(keterhubungan) ayat-ayat lain. Tafsir ditulis dari Alquran secara keseluruhan, sehingga tak jarang menghasilkan kitab tafsir yang berjilid-jilid. 

Kekurangan dari tafsir ini ialah bertele-tele, sebab terkadang antara satu ayat dengan ayat lain memiliki penjelasan yang berulang serta kecenderungan penafsiran yang beragam. 

Menurut penjelasan ini, Al-Farmawi membagi corak penafsiran menjadi tujuh, yakni: ma’tsur, ra’yi, shufi, fiqih, falsafi, adabi ijtima’i, dan â€˜ilmi.

Tafsir Ijmali

Tafsir ijmali merupakan metode tafsir dengan menerangkan makna Al-Quran secara global. 

Berbanding terbalik dengan tafsir tahlili dengan cakupan tafsirnya yang luas, tafsir ijmali memiliki redaksi penafsiran yang singkat. 

Dalam beberapa kesempatan, mufasir juga menyertakan asbabun nuzul sebagai tambahan penjelasan. 

BACA JUGA: Tafsir Surat An-Naas: Teori tentang Bocah, Remaja dan Tua, Menarik

Tafsir Muqarran

Tafsir muqarran merupakan suatu metode penafsiran dengan membandingkan antar mufasir.

Perbandingan bukan semata dalam aspek konten tafsir, melainkan berupa penelitian lebih dalam tentang berbagai aspek yang melekat pada penulis tafsir. 

Melalui telaah kitab tafsir, peneliti diharuskan dapat membedakan kecenderungan, pengaruh, maupun basis keilmuan mufasir. 

Oleh karena itu, penelitian atau penafsiran metode muqarran ini memiliki kajian dan ruang lingkup yang luas. 

Tafsir Maudhu’i

Tafsir maudhu’i atau tafsir tematik merupakan metode penafsiran yang berfokus pada satu topik tertentu. Berbeda dengan metode penafsiran sebelumnya, mufasir tidak lagi memerlukan proses penafsiran Alquran secara keseluruhan.

Al-Farmawi menuliskan dalam pengantar kitab Al-Bidayah fi at-Tafsiri al-Mawdu’i, bahwa sebab penulisan merupakan suatu usaha penafsiran untuk memberikan cara pandang baru dalam menyikapi zaman yang kian berkembang. 

Abdus Syakur dalam artikel jurnal yang berjudul Metode Tafsir Alquran Komprehensif Perspektif Abdul Hay al-Farmawi menyebutkan bahwa tafsir tematik merupakan tafsir paling komprehensif karena mengulas satu topik secara mendalam.

Komentar Sarjanawan Tafsir

Demikian penjelasan dari pemetaan metode tafsir dalam pandangan Al-Farmawi.

Gusmian dalam bukunya yang berjudul Khazanah Tafsir Nusantara berkomentar bahwa tulisan Al-Farmawi tersebut memberikan gambaran baru dari pemetaan ulama sebelumnya. 

Akan tetapi, ia menambahkan, Al-Farmawi tidak memberikan keterangan yang lebih terperinci antara metode, teknik, dan pendekatan tafsir. 

Sebagai contohnya penggunaan istilah tahlil, ijmali, muqarran, ra’yi, ma’tsur sebagai corak penafsiran menurut Al-Farmawi terkesan rancu.

Hal ini terlihat rancu bila dibandingkan dengan kitab rujukan Ulumul Quran seperti At-Tibyan fi ‘Ulumi al-Quran yang mengatakan bahwa istilah ra’yi, isyari dan ma’tsur merupakan metode penafsiran. 

Wallohu A’lam
Oleh Ustadz Muhammad Wildan Syaiful A. W

Wallohu A’lam

Editor: St. Chikmatul Haniah

Aktivis Dakwah, Penulis, Content creator, serta peniti karir akhirat dengan membangun rumah santri virtual melalui media sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator