Peringatan bagi Orang yang Berilmu dan Penuntut Ilmu, Ancaman Menanti
TSIRWAH INDONESIA – Ilmu merupakan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat mulia. Jika dibandingkan dengan pemberian lain seperti, harta, tahta, dan popularitas, ilmu masih lebih mulia dari itu semua.
Banyak dalil yang menjelaskan kewajiban menuntut ilmu dan keutamaannya. Dalil yang paling populer adalah hadis nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim,” (HR. Ibnu Majah).
Selain menuntut ilmu, seseorang juga diwajibkan mengamalkan ilmunya. Sebagaimana disebutkan Syekh Nawawi Banten dalam kitab Maraqiy al-Ubudiyyah:
وإذا كان تعلم العلم والسؤال عنه واجبا……. فالعمل بالعلم بعد العلم واجب
Artinya: “apabila mempelajari ilmu dan bertanya tentang ilmu adalah kewajiban, maka mengamalkannya setelah mengetahui ilmu merupakan kewajiban.”
Ilmu adakalanya bermanfaat bagi seseorang, yaitu ilmu yang diamalkan dan adakalanya tidak bermanfaat, yaitu ilmu yang mendatangkan siksaan. Berikut uraiannya.
Ilmu yang Bermanfaat
Setiap penuntut ilmu mendambakan ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat. Imam Al-Ghazali menerangkan definisi ilmu yang bermanfaat sebagai berikut:
والعلم النافع هو ما يزيد في خوفك من الله تعالى ويزيد في بصيرتك بعيوب نفسك ويزيد في معرفتك بعبادة ربك ويقلل من رغبتك في الدنيا ويزيد في رغبتك في الأخرة ويفتح بصيرتك بآفات أعمالك حتى تحترز منها ويطلعك على مكايد الشيطان وغروره وكيفية تلبيسه على علماء السوء
Artinya: “ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa membuatmu semakin takut kepada Allah SWT, membuatmu semakin jeli melihat aib-aibmu, membuatmu semakin mengenal Tuhanmu dengan dalam kepada-Nya, mengurangi kecintaanmu terhadap dunia, menambah kecintaanmu terdahap akhirat, membuka mata hatimu melihat kekurangan amalmu sehingga engkau berhati-hati dalam beramal, membuatmu mengetahui tipu daya setan dan godaan mereka kepada ulama su.”
Ilmu yang bermanfaat akan membimbing pemiliknya kepada kebaikan, lahir maupun batin, baik di dunia maupun di akhirat. Selama ilmu dimanfaatkannya dengan baik, ia tidak akan menjerumuskan pemiliknya dalam keburukan dan kesesatan.
Ilmu yang Tidak Bermanfaat
Seorang penuntut ilmu seyogyanya memiliki niat dan tekad mengamalkan dan memanfaatkan ilmunya. Menurut Imam Al-Ghazali, apabila seorang enggan mengamalkan ilmunya atau menunda-nunda dalam mengamalkan ilmunya maka telah terkena tipu daya setan.
Tipu daya setan bukan hanya menyasar orang-orang yang bermaksiat, akan tetapi menyasar pula pada orang-orang yang berbuat baik, seperti penuntut ilmu.
Setan akan memperdaya penuntut ilmu dengan berbagai tipu muslihat, salah satunya dengan menyebutkan keutamaan-keutamaan ilmu dan orang yang berilmu. Sedangkan, pada saat yang sama, setan membuatnya lupa tentang ancaman bagi orang-orang yang tidak mengamalkan dan memanfaatkan ilmunya.
Ilmu yang tidak bermanfaat tidak akan bisa menyelamatkan pemiliknya ketika hari kiamat, bahkan sebaliknya, ia akan menjadi sebab bertambahnya siksaan pada hari itu, sebagaimana sabda nabi SAW:
أشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه (رواه الطبراني)
Artinya: “manusia yang siksaannya paling berat adalah orang yang berilmu yang tidak diberikan kemanfaatan oleh Allah pada ilmunya,” (HR. At-Thabrani).
Maksud dari ilmu yang tidak diberikan kemanfaatan oleh Allah adalah ilmu yang tidak diamalkan dan tidak dimanfaatkan dengan semestinya. Sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Bidayah Al-Hidayah:
ويل للجاهل حيث لم يتعلم مرة واحدة وويل للعالم حيث لم يعمل بما علم الف مرة
Artinya: “celakalah orang bodoh yang tidak belajar satu kalipun selama hidupnya,dan celakalah pula orang yang berilmu yang tidak mengamalkan ilmu seribu kali.”
Selain itu, Imam Al-Ghazali mengingatkan suatu hadis tentang ilmu yang tidak mendatangkan hidayah. Nabi SAW bersabda:
من ازداد علما و لم يزدد هدى لم يزدد من الله الا بعدا
Artinya: “barangsiapa yang bertambah ilmunya akan tetapi tidak bertambah hidayahnya, maka ia semakin bertambah jauh dari Allah SWT.”
Tidak ada siksaan yang lebih berat, baik di dunia maupun di akhirat, kecuali jauh dari Allah SWT. Ilmu yang bermanfaat seyogyanya bisa mendatangkan hidayah kepada pemiliknya sehingga ia bisa semakin dekat dengan Allah SWT.
Memanfaatkan ilmu tidak cukup hanya dengan mengajarkannya kepada orang lain sedangkan ia tidak mengamalkannya untuk dirinya sendiri. Ketika peristiwa isra wal mi’raj, nabi SAW diperlihatkan sekumpulan orang yang disiksa dengan memotong lidahnya sendiri.
Hal itu disebabkan karena mereka melarang orang lain berbuat sesuatu sedangkan mereka sendiri melakukan perbuatan yang dilarang tersebut. Tidak sampai disitu, mereka memerintahkan orang lain berbuat sesuatu akan tetapi mereka sendiri tidak mengerjakannya. Sebagaimana disebutkan dalam Bidayah Al-Hidayah.
Berilmu Masih Lebih Baik daripada Tidak Berilmu
Dikisahkan oleh Syekh Nawawi Banten dalam kitab Maraqiy al-Ubudiyyah, terdapat perdebatan di antara beberapa orang mengenai kemuliaan ilmu atau ibadah. Untuk membuktikan keduanya, maka diujilah seorang ahli ibadah yang bodoh dan seorang fasik yang berilmu.
Suatu ketika, ahli ibadah bodoh tersebut didatangi oleh seseorang seraya berkata, “wahai hambaku, aku telah menerima doamu dan mengampuni dosamu, maka tinggalkanlah ibadah dan beristirahatlah,” ahli ibadah itupun menjawab, “wahai tuhanku, inilah yang aku harapkan darimu, aku memujimu dan bersyukur kepadamu, aku menyembahmu sejak jaman dahulu,” dengan jawaban tersebut ahli ibadah itupun menjadi kafir karena kebodohannya.
Adapun orang fasik yang berilmu, suatu ketika ia sedang meminum minuman keras. Seseorang pun mendatanginya seraya berkata, “wahai hambaku, bertaqwalah kepadaku, aku tuhanmu, aku telah menutup dosamu dan engkau tidak malu kepadaku, maka aku akan mengazabmu,” mendengar jawaban tersebut, orang fasik yang berilmu itu pun bergegas keluar dari tempatnya seraya membawa pedang dan berkata, “wahai orang yang terlaknat, engkau tidak mengetahui tentang tuhanmu, maka kemarilah sekarang, akan kuajari kau tentang tuhamu,” mendengar jawaban tersebut, orang itu pun lari dan mengetahui bahwa orang yang berilmu masih lebih mulia daripada yang tidak berilmu.
Wallohu A’lam
Oleh Agus Supriyadi