AkhlakAlquran & HaditsHikmah & Wawasan

Ikhlas Beribadah: Pentingnya Kesucian Hati, Simak

TSIRWAH INDONESIA – Ibadah adalah tujuan manusia diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Ketika beribadah, diperlukan adanya rasa ikhlas dari dalam hati. Rasa ikhlas itulah yang membawa seorang hamba kepada kekhusyukan ibadah.

Ikhlas merupakan amalan yang sulit. Sebab, di dalam hati manusia, sering kali masih ada harapan lain selain ridha Allah SWT ketika sedang melakukan ibadah, terutama keinginan terhadap dunia. Ketika melakukan amal perbuatan, hati bisa teralihkan sehingga berharap pada keutamaannya, bukan terfokus pada mencari ridha Allah semata.

Maka, mempelajari kembali tentang ikhlas itu menjadi kebutuhan, agar ibadah yang dilakukan murni semata-mata hanya berharap pada ridha Allah SWT saja, bukan yang lain.

Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk ikhlas dalam beribadah, sebagaimana firman Allah SWT di dalam Alquran surat al-Bayyinah ayat 5:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاَءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Artinya: “Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar).”

Imam al-Qurthubi di dalam kitabnya yang berjudul Jami’ li Ahkam al-Qur’an mengatakan:

وَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى وُجُوبِ النِّيَّةِ فِي الْعِبَادَاتِ فَإِنَّ الْإِخْلَاصَ مِنْ عَمَلِ الْقَلْبِ وَهُوَ الَّذِي يُرَادُ بِهِ وَجْهُ اللَّهِ تَعَالَى لَا غَيْرِهِ

Artinya: “Ayat ini menjadi dalil atas wajibnya niat dalam ibadah. Sesungguhnya ikhlas adalah bagian dari amalan hati, dan ia adalah menginginkan dengan ibadahnya itu semata-mata wajah (ridha) Allah, dan bukan yang lain.”

Niat menjadi rukun dalam ibadah. Ketika tidak ada niat, maka tidak akan sah ibadahnya. Niat itu mesti diluruskan setiap saat. Sebab, bisa jadi niat berubah sewaktu-waktu tanpa disadari.

Niat perlu selalu diluruskan agar tetap pada jalurnya, yaitu berharap atas ridha Allah. Niat beribadah agar mendapatkan ridha Allah inilah yang disebut sebagai ikhlas.

Imam al-Mawardi di dalam kitabnya yang berjudul an-Nukat wa al-‘Uyun memaparkan:

وَما أُمِرُوا إلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فِيهِ ثَلاثَةُ أوْجُهٍ: أحَدُها: مُقِرِّينَ لَهُ بِالعِبادَةِ. الثّانِي: ناوِينَ بِقُلُوبِهِمْ وجْهَ اللَّهِ تَعالى في عِبادَتِهِمْ. الثّالِثُ: إذا قالَ لا إلَهَ إلّا اللَّهُ أنْ يَقُولَ عَلى أثَرِها (اَلْحَمْدُ لِلَّهِ) قالَهُ ابْنُ جَرِيرٍ. وَيَحْتَمِلُ رابِعًا: إلّا لِيُخْلِصُوا دِينَهم في الإقْرارِ بِنُبُوَّتِهِ

Artinya: “(Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya), di dalamnya terdapat tiga maksud: Pertama, menyelisihi mereka (orang kafir) dengan ibadah. Kedua, berniat di dalam hati mereka untuk meraih ridha Allah Ta’ala di dalam ibadah mereka. Ketiga, ketika mereka berkata Laa Ilaaha Illallah, setelahnya berkata alhamdulillah, demikian menurut Ibnu Jarir. Memungkinkan pula ada maksud keempat: kecuali untuk mengikhlaskan agama mereka dalam pengakuan mereka terhadap kenabiannya (Muhammad).”

Menurut Imam al-Mawardi, ayat di atas dipahami dengan tiga pemahaman, yaitu:

Pertama, ibadahnya seorang muslim dilakukan dalam rangka menyelisihi orang non-muslim dari sisi cara beragamanya.

Kedua, niat dalam beribadah semata-mata diarahkan kepada pengharapan atas ridha Allah saja, bukan yang lain. Niat beribadah untuk selain Allah adalah berpotensi syirik, baik syirik besar, kecil, maupun terselubung.

Ketiga, setelah memeluk agama Islam, hendaknya banyak bersyukur dengan mengucapkan alhamdulillah, sebab memeluk Islam merupakan nikmat pokok yang harus disyukuri sesering mungkin. Tidak mustahil status seseorang sebagai muslim tercabut dari dalam dirinya atas ketetapan dari Allah.

Imam Ibnu ‘Asyur menjelaskan dalam kitabnya yang berjudul at-Tahrir wa at-Tanwir sebagai berikut:

والإخْلاصُ: التَّصْفِيَةُ والإنْقاءُ، أيْ: غَيْرَ مُشارِكِينَ في عِبادَتِهِ مَعَهُ غَيْرَهُ

Artinya: “Ikhlas adalah menyucikan dan membersihkan, yaitu tidak menyekutukan Allah dalam ibadahnya dengan sesuatu yang lain.”

Hati seorang hamba harus senantiasa bersih dari segala sesuatu selain Allah ketika hendak melaksanakan ibadah. Itulah sebabnya senantiasa memperbarui niat dalam melakukan ibadah dan beragam aktivitas lainnya harus lurus niatnya dalam mencari ridha Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Artinya: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan, Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan,” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis ini turun karena pada saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, ada seorang lelaki yang ikut berhijrah ke Madinah, tapi niat hijrahnya untuk menikahi seorang wanita. Maka Rasulullah SAW memperingatkan kaum muslimin pada saat itu untuk meluruskan niatnya.

Hadis ini menjelaskan, bahwa niat yang ikhlas hanya untuk meraih ridha Allah dan Rasul-Nya, maka ganjarannya sebagaimana yang dituju. Demikian pula jika niatnya untuk mendapatkan yang lain, maka yang didapatkan adalah hal lain yang dituju dengan niat atas perbuatannya itu.

Jika seseorang bisa mengendalikan diri menempatkan ibadah hanya untuk Allah saja, maka dengan rahmat dari Allah, segala urusan dunia yang diinginkan akan dimudahkan oleh Allah SWT. Dibandingkan ketika berniat untuk sesuatu selain ridha Allah, maka yang didapat hanya yang diniatkan saja.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami, bahwa ikhlas merupakan perkara yang harus ada dalam ibadah. Selain itu, ikhlas berarti menyucikan dan membersihkan hati dari niat dan itikad yang salah. Dalam beribadah kepada Allah SWT, satu-satunya yang mesti diharapkan adalah ridha Allah saja, bukan yang lain

Beribadah kepada Allah sudah seharusnya menyucikan hati dari segala sesuatu yang menghalangi dari mendapatkan ridha Allah. Jika seseorang berhasil dalam menetapkan hatinya hanya untuk mendapatkan ridha Allah dalam ibadahnya, maka yang didapatkan adalah dunia dan akhirat.

Sementara itu, jika seseorang beribadah hanya berniat mendapatkan dunia, maka hanya itu saja yang didapatkan. Maka, niat yang ikhlas dalam beribadah itu bukan perkara sepele, melainkan perkara yang sangat penting.

Wallahu A’lam
Oleh Alvy Rizqy Pratama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator