3 Golongan Ahli Sedekah, yang Ketiga Harus Dihindari
TSIRWAH INDONESIA – Salah satu fondasi agama Islam adalah sedekah, yaitu kegiatan mendermakan harta di jalan kebaikan. Sedekah menjadi salah satu fondasi Islam karena dapat menunjang kemaslahatan umat, mencukupi kebutuhan fakir miskin, dan menguatkan Islam.
Sedekah dibedakan menjadi dua, yaitu sedekah wajib dan sedekah sunah. Sedekah wajib mencakup beberapa hal: zakat, nafkah keluarga, dan sedekah yang dinazarkan. Adapun sedekah sunah yaitu infak, wakaf, dan semua jenis sedekah yang tidak dinazarkan.
Sedekah sebagai Bukti Iman dan Cinta Hamba kepada Allah
Selain untuk menunjang kemaslahatan Islam, sedekah adalah pembuktian cinta dan tolak ukur keimanan hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah SWT memerintahkan hamba untuk mencintai-Nya semata. Akan tetapi, banyak hamba mengaku-ngaku mencintai-Nya hanya karena sudah beriman. Oleh karena itu, hamba harus membuktikan pengakuannya dengan mengorbankan sesuatu lain yang dia cintai, yaitu harta.
Sebagaimana telah disebutkan Imam Al-Ghazali dalam karyanya yaitu al-arba’in fi ushul al-din:
و انما سر التكليف فيه بعد ما يرتبط به من مصالح بلاد و العباد و سد الخلات والفاقات فان المال محبوب الخلق, وهم مأمورون بحب الله و يدعون الحب بنفس الايمان فجعل بذل المال معيارا لحبهم و امتحانا لصدقهم في دعواهم .فان المحبوبات كلها تبذل لأجل المحبوب الأغلب حبه على القلب
Artinya: “Hikmah rahasia di balik perintah sedekah yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan publik dan menunjang kebutuhan khalayak. Selain itu, harta adalah hal yang paling dicintai setiap orang. Akan tetapi, mereka diperintahkan untuk mencintai Allah semata. Maka dari itu, dikarenakan banyak yang mengaku-ngaku mencintai Allah SWT hanya dengan iman, sedekah dijadikan tolak ukur cinta hamba dan memastikan kebenaran pengakuan cinta mereka. Karena, setiap hal yang dicintai pasti dikorbankan untuk sesuatu yang lebih dicintai.”
Kadar cinta dan iman hamba dapat diukur dengan sedekahnya. Untuk mempermudah mengukur kadar tersebut, setiap hamba dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan berikut:
1. Golongan Pertama
Golongan pertama adalah golongan yang benar-benar mencintai Allah SWT. Mereka mengeluarkan semua hartanya dan tidak menyisakan sepeserpun untuk dirinya sendiri.
Sebagaimana telah disebutkan Imam Al-Ghazali dalam karyanya yaitu al-arba’in fi ushul al-din:
الطبقات الأولى : الأقوياء, وهم الذين انفقوا ما ملكوا ولم يدخروا لأنفسهم شيئا.
Artinya: “Golongan pertama, al-aqwiya. Mereka memiliki keimanan paling tinggi dan kuat. Golongan ini menginfakkan semua hartanya dan tidak menyisakan sepeserpun untuk dirinya sendiri.”
Golongan ini telah dicontohkan Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq di masa Rasulullah shalllahu ‘alaihi wasallam. Beliau menginfakkan semua hartanya untuk kepentingan agama Islam tanpa menyisakan sepeserpun untuk dirinya dan keluarganya.
Mengetahui hal tersebut, Rasulullah SAW bertanya kepada Abu Bakar, “Harta apa yang kamu sisakan untuk dirimu dan keluargamu.” Abu Bakar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya.”
Tak heran jika Abu Bakar diberi gelar Ash-Shiddiq, yang berarti jujur dalam mencintai Allah dan Rasul-Nya. Hal itu telah ia buktikan dengan menghabiskan seluruh hartanya tanpa sisa untuk Allah dan Rasul-Nya.
BACA JUGA : 4 Kondisi Sedekah Paling Baik, Nomor 2 Sulit Dilakukan
2. Golongan Kedua
Golongan ini berada di pertengahan. Iman dan cinta mereka tidak paling kuat juga tidak paling lemah.
Mereka tidak mampu menyedekahkan seluruh hartanya sekaligus seperti golongan pertama, tetapi mereka menyimpan sebagian harta dan menyedekahkan sebagian lainnya.
Harta yang mereka simpan juga bukan untuk berfoya-foya, melainkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menunjang ibadahnya semata.
Zakat yang mereka keluarkan pun bukan hanya sebanyak kadar untuk menggugurkan kewajiban, tetapi melebihinya dengan sedikit sedekah sunah.
Sebagaimana telah disebutkan Imam Al-Ghazali dalam al-arba’in fi ushul al-din:
الطبقات الثانية : المتوسطون, وهم الذين لم يقدروا على اخلاء اليد عن المال دفعة واحدة, و لكن امسكوه لا للتنعم , بل للإنفاق عند ظهور الحاجة اليه. ولم يقتصروا على قدر الواجب من الزكاة.
Artinya: “Golongan kedua,al-mustawasithun. Mereka tidak mampu menginfakkan semua hartanya sekaligus. Harta yang mereka simpan bukanlah untuk dinikmati, melainkan untuk diinfakkan ketika dibutuhkan. Zakat yang mereka tunaikan pun bukan untuk menggugurkan kewajiban semata.”
3. Golongan Ketiga
Merekaadalah golongan dengan keimanan paling lemah dibanding golongan pertama dan kedua. Golongan ini tidak mengeluarkan harta kecuali hanya untuk menggugurkan kewajiban.
Meski tidak dikurangi, zakat yang mereka tunaikan pun tidak dilebihkannya sedikitpun sebagaimana golongan kedua. Sebaimana Imam Al-Ghazali menyebut di dalam kitab al-arba’in fi ushul al-din:
الطبقات الثالثة : الضعفاء, و هم المقتصرون على أداء الزكاة الواجبة , فلا يزيدون عليها ولا ينقصون منها
Artinya: “Golongan ketiga, al-dhu’afa. Mereka berzakat hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Meski tidak mengurangi zakatnya, mereka tidak pernah menambahnya dalam bentuk sedekah.”
Bahkan, Imam Al-Ghazali menyebutnya sebagai orang yang kikir karena mengeluarkan harta sebatas menggugurkan kewajiban semata:
فان مجرد الواجب حد البخلاء
Artinya: “Sesungguhnya hanya menunaikan kewajiban adalah batasnya orang-orang yang kikir.”
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Muhammad ayat 37:
اِنْ يَّسْـَٔلْكُمُوْهَا فَيُحْفِكُمْ تَبْخَلُوْا وَيُخْرِجْ اَضْغَانَكُمْ
Artinya, “Jika Dia meminta harta kepadamu, lalu mendesakmu (agar memberikan semuanya), niscaya kamu akan kikir dan Dia akan menampakkan kedengkianmu.”
Jika seseorang masih tergolong di tingkat ketiga, hendaklah ia berusaha meningkatkan sedekahnya hingga tergolong di tingkat kedua atau bahkan pertama.
Ia hanya perlu menunaikan kewajiban zakatnya dan menambahnya dengan sedekah. Meski sedikit, hal itu bisa membuat ia keluar dari golongan ketiga, yaitu golongan orang yang kikir.
Sedekah Tidak Hanya dengan Harta
Adapun jika tidak memiliki harta, seorang muslim masih diharuskan bersedekah. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak bersedekah, karena sedekah bukan hanya dengan harta, melainkan dengan banyak hal.
Segala hal yang digunakan untuk menyenangkan hati orang lain, baik berupa materi maupun nonmateri, dianggap sebagai sedekah.
Berdzikir menyebut kalimat thayyibah, menolong orang lain, menjenguk orang sakit, mengiring jenazah, tersenyum, bahkan tidak mengganggu orang lain adalah sedekah.
Kesimpulan
Besar-kecilnya sedekah bukan dilihat dari nominalnya, melainkan dari presentase harta yang disedekahkan atau kadar pengorbanan yang dicurahkan di jalan kebaikan.
Sedekah adalah tolak ukur iman dan cinta seorang hamba kepada Allah SWT. Semakin besar sedekah seorang hamba, semakin besar pula iman dan cintanya kepada Allah SWT.
Wallohu A’lam
Oleh Agus Supriyadi