Hikmah & WawasanPernikahan & Keluarga

3 Jenis Mahar yang Dilarang dalam Islam, Perhatikan Ini

TSIRWAH INDONESIA – Mahar dalam Islam adalah salah satu syarat sah pernikahan yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Jika mempelai laki-laki tidak memberikan mahar kepada calon istrinya, maka pernikahannya tidak sah.

Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’laa berfirman dalam Qur’an surat An-Nisa ayat 4:

وَءَاتُوا ٱلنِّسَاءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئا مَّرِيئا

Artinya: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati (ikhlas), maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu.”

Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syafi’i karangan dari Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha menjelaskan hukum mahar dalam islam sebagai berikut:

الصداق واجب على الزوج بمجرد تمام عقد الزواج، سواء سمي في العقد بمقدار معين من المال: كألف ليرة سورية مثلاُ، أو لم يسمِّ، حتى لو اتفق على نفيه، أو عدم تسميته، فالاتفاق باطل، والمهر لازم

Artinya: “Maskawin hukumnya wajib bagi suami dengan sebab telah sempurnanya akad nikah, dengan kadar harta yang telah ditentukan, seperti 1000 lira Syiria, atau tidak disebutkan, bahkan jika kedua belah pihak sepakat untuk meniadakannya, atau tidak menyebutkannya, maka kesepakatan tersebut batal, dan maskawin tetap wajib.”

Dalam agama Islam tidak ada ketentuan nilai minimal dan maksimal dalam memberikan mahar. Ketentuan dalam memberikan mahar ini adalah segala sesuatu yang halal dan sah dijadikan sebagai alat tukar.

Berikut tiga jenis mahar yang dilarang dalam Islam, simak.

Memberikan mahar bukanlah hal yang menjadikan tujuan dalam pernikahan, melainkan sebagai simbol ikatan cinta kasih kesungguhan dari mempelai laki-laki kepada calon istrinya.

Pemberian mahar pernikahan dengan tidak memberatkan mempelai laki-laki justru akan mendapatkan keberkahan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ أَنْ تَتَيَسَّرَ خِطْبَتُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ صَدَاقُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ رَحِمُهَا

Artinya: “Termasuk berkahnya seorang wanita, yang mudah khitbahnya (melamarnya), yang mudah maharnya, dan yang mudah memiliki keturunan,” (HR. Ahmad).

Jika mahar yang diminta berlebihan maka pernikahan tersebut akan terancam batal. Dalam agama Islam memberikan anjuran bagi seorang wanita agar tidak meminta mahar yang berlebihan dan memberikan kemudahan untuk mempelai laki-laki.

Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Qur’an surat At-Talaq ayat 7:

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّا ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Artinya: ”Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban pada seseorang, melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”

Dalam agama Islam dilarang memberikan mahar pernikahan dengan barang atau sumber yang haram.

Hal ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam, menjelaskan tentang memberikan infak dengan harta yang haram sebagai berikut:

وَلاَيَكْسِبُ عَبْدٌ مَالاً مِنْ حَرامٍ فَيُنفِقُ مِنْهُ فَيُبَارَكَ لَهُ فِيْهِ وَلاَ يَتَصَدَّقَ بِهِ فَيُقْبَلَ مِنْهُ وَلاَيَتْرُكُهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ إلاَّ كاَنَ زَادَهُ إلى النّارِ إنَّ اللّهَ لاَ يَمْحُوْ السَّيْءَ بِالسَّيْءِ وَلكِنْ يَمْحُوْ السَّيْءَ بِالْحَسَنِ إنَّ الْخَبِيْثَ لاَ يَمْحُوْ الْخَبِيْثَ

Artinya: “Tidaklah seseorang mendapatkan harta dengan cara yang haram, diinfakkan, lalu diberi keberkahan, atau harta tersebut disedekahkan, lalu ditinggal mati, kecuali akan membuatnya semakin dekat dengan api neraka. Sungguh Allah tidak menghapus keburukan dengan kebuurkan, tetapi Allah menghapus keburukan dengan kebaikan, dan sungguh keburukan tidak bisa menghapus keburukan,” (HR Ahmad dan Al-Baihaqi).

Wallohu A’lam
Oleh Ustadz Muhammad Safari

Editor: St. Chikmatul Haniah

Aktivis Dakwah, Penulis, Content creator, serta peniti karir akhirat dengan membangun rumah santri virtual melalui media sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator