3 Penyakit Hati Yang Harus Dihindari Penuntut Ilmu, Simak
TSIRWAH INDONESIA – Seorang penuntut ilmu hendaknya selalu menjaga diri dari berbagai macam kotoran hati. Hati yang terlalu kotor kadang dapat merusak niat dan tujuan seseorang dalam menuntut ilmu.
Dalam kitab Bidayatul Hidayah, Imam Ghazali mencantumkan satu bab yang secara khusus membahas maksiat-maksiat hati.
Dalam bab tersebut, Al-Ghazali menyatakan bahwa sifat-sifat tercela dalam hati sangat banyak. Sementara itu, cara membersihkan dan mengobatinya begitu rumit dan memerlukan proses yang panjang.
Namun demikian, Al-Ghazali menyebutkan tiga penyakit hati yang umumnya menjangkiti para thalibul ilmi. Penyakit-penyakit tersebut merupakan induk dari penyakit hati lainnya.
Jika tiga penyakit ini masih sulit manusia bersihkan, maka muslim kesulitan membersihkan penyakit selain ketiganya.
Imam Ghazali berkata:
ولكنا نحذرك الآن ثلاثا من خبائث القلب، وهي الغالبة على متفقهة العصر لتأخذ منها حذرك، فإنها مهلكات في أنفسها وهي أمهات لجملة من الخبائث سواها، وهي: الحسد والرياء والعجب
Artinya: “Namun, akan kami peringatkan kamu dengan tiga jenis kotoran hati. Inilah yang banyak menjangkiti para mutafaqqih masa kini, supaya kamu dapat mewaspadainya. Tiga sifat tersebut dapat membinasakan jiwa, ia merupakan induk dari kotoran-kotoran hati lainnya. Tiga macam kotoran tersebut ialah: hasad, riya’, dan ‘ujub.”
Menurut Al-Ghazali, seorang penuntut ilmu seharusnya tidak menganggap ia akan selamat hanya karena bermodal niat yang baik sementara dalam hatinya masih ada sifat-sifat tersebut.
Sifat Hasad
Penyakit hasad atau yang umumnya kita kenal dengan iri hati atau dengki adalah sifat seseorang yang menginginkan suatu nikmat yang ada pada orang lain sampai mengharapkan hilangnya nikmat tersebut darinya.
Al-Ghazali menegaskan bahwasanya orang yang hasad adalah orang yang senantiasa dalam keadaan menderita.
Ia mengatakan demikian karena dalam kesehariannya, orang yang hasad pasti terus menjumpai orang-orang yang memiliki ilmu, harta, atau pangkat yang lebih.
Sementara itu, sifat iri hati terus menggerogotinya sehingga dia pun menjadi tersiksa dan menderita lantaran nikmat orang lain yang menjadi obsesinya.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT mengingatkan supaya manusia tidak mengharapkan kenikmatan yang Allah SWT lebihkan bagi orang lain, karena setiap orang telah memiliki bagiannya masing-masing.
Dalam Surat An-Nisa ayat 32, Allah berfirman:
وَلَا تَتَمَنَّوۡاْ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبُواْۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبۡنَۚ وَسۡـَٔلُواْ ٱللَّهَ مِن فَضۡلِهِۦٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Sifat Riya’
Al-Ghazali mendefinisikan riya’ sebagai sikap seseorang yang mencari tempat di hati manusia demi memperoleh pangkat dan penghormatan. Karena itulah sifat riya’ ini kemudian disebut sebagai syirik yang samar.
Dalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan sifat riya’ sebagai sifat orang munafik. Pada surat An-Nisa ayat 162 mengatakan:
إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا
Artinya: “Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat mereka lakukan dengan malas Mereka bermaksud riya’ (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.”
Ayat ini menyinggung orang-orang munafik yang melakukan shalat di hadapan kaum muslimin untuk menutupi kekufuran di dalam hati mereka. Sikap inilah yang dimaksud sebagai menipu diri sendiri dalam ayat di atas.
BACA JUGA : Memahami Teori Konsumsi dalam Islam, Inilah 4 Tujuan dan Etikanya
Sifat Ujub
Al-Ghazali dalam kitabnya menyandingkan sifat ujub dengan sifat al-kibr (sombong) dan al-fakhr (angkuh). Menurutnya, ketiga sifat tersebut adalah penyakit kronis.
Sifat ujub merupakan sikap seseorang yang merasa ia sendiri mulia dan menaruh rasa kagum kepada diri sendiri, sementara ia memandang orang lain dengan pandangan meremehkan dan menghina.
Sifat ini tidak jauh beda dengan sifat sombong, dan seorang penuntut ilmu tidak layak memilikinya. Dalam kitab Ta’limul Muta’allim, Syaikh Az-Zarnuji mengutip satu syair berbunyi:
العلم عدو للفتى المتعالي # كالسيل حرب للمكان العالي
Artinya: “Ilmu itu musuh bagi orang yang sombong sebagaimana air adalah musuh bagi tempat yang tinggi.”
Tiga sifat di atas menurut Al-Ghazali muncul karena tujuan menuntut ilmu yang tidak tepat, misalnya untuk berbangga-bangga. Selain itu, sifat-sifat tersebut terpicu karena hubbu dunya (cinta dunia).
Kesimpulannya, seorang penuntut ilmu hendaknya menjauhkan diri dari berbagai jenis penyakit hati, terutama dari sifat hasad, riya’dan ujub.
Ketiga sifat tersebut dapat menjadi penyakit hati yang merusak niat ikhlas seseorang menuntut ilmu, sehingga ilmu yang didapatkannya jauh dari keberkahan dan justru membawa kerusakan.
Wallahu A’lam
Oleh Maksum H. Hubaeib