Pernikahan & Keluarga

5 Alasan Angka Pernikahan Kalangan Gen Z Terus Menurun

TSIRWAH INDONESIA –  Angka pernikahan pada kalangan Gen Z (kelahiran tahun 1996-2012) di Indonesia terus mengalami penurunan. Banyak kalangan Gen Z yang malas menikah. 

Mengutip salah satu artikel dari kumparan.com, yang menyatakan grafik pernikahan di Indonesia sebagai berikut. Jumlah pernikahan pada tahun 2023 di tanah air mencapai 1.577.255. 

Angka tersebut turun sekitar 128 ribu dibandingkan angka pernikahan di tahun 2022. Angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 28,63 persen atau menyusut 632.791.

Dalam Islam, pernikahan merupakan ibadah yang dianjurkan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam untuk menyempurnakan agama. Bukan hanya perintah agama, pernikahan adalah impian kebanyakan orang.

Melansir dari nu.or.id, hukum menikah adalah sunah karena menikah sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Hukum asal menikah adalah sunah bagi seseorang yang memang sudah mampu untuk melaksanakannya. 

Sebagaimana hadits Nabi berikut ini:

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاءٌ

Artinya, “Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya,” (HR Al-Bukhari nomor 4779).

BACA JUGA: Rejeki Setelah Menikah Menurut Islam

Banyak dari kalangan Gen Z yang memilih untuk menunda pernikahan, atau bahkan enggan untuk menikah. Berikut Alasan-alasan Gen Z Menunda Pernikahan:

Pernikahan kini tak lagi menjadi prioritas, melainkan opsi yang bisa dilakukan setelah mencapai pendidikan tinggi dan membangun karir sukses.

Menurut Gen Z, menikah bukanlah hal mudah. Pernikahan membutuhkan persiapan yang matang secara finansial maupun mental.

Terlebih maraknya ‘self diagnose’ (diagnosis terhadap suatu penyakit berdasarkan pengetahuan yang didapatkan secara mandiri). Kebanyakan Gen Z menyatakan mengalami kerusakan secara mental karena proses modernisasi.

Hal tersebut menciptakan pemikiran tentang pernikahan yang tak lagi menarik. 

Melonjaknya harga pangan seiring dengan terjadinya inflasi di Indonesia membuat para Gen Z merubah pikiran mengenai pernikahan.

Gen Z ingin memastikan memiliki pendapatan yang stabil sebelum memulai bahtera rumah tangga. 

Salah satu dampak dari COVID-19 yang masih membekas hingga saat ini adalah meningkatnya angka perceraian di Indonesia. Beberapa masalah yang terjadi dalam pernikahan orang tua pun ikut menorehkan trauma di kalangan Gen Z. 

Perselingkuhan yang terjadi di antara orang tua misalnya, hal ini membuat Gen Z takut memulai hubungan dengan seseorang. Gen Z takut akan mengalami hal yang sama dalam pernikahannya. 

Atau mungkin karena alasan-alasan lain yang membuat hubungan suami-istri tidak bisa dipertahankan lagi. 

Secara tidak langsung, maraknya pemberitaan di media tentang kasus-kasus KDRT menimbulkan ketakutan tersendiri bagi para Gen Z. Tak hanya kalangan biasa, bahkan ada beberapa artis yang dikabarkan mengalami KDRT dalam bahtera rumah tangganya. 

Hal tersebut seolah menekankan Gen Z untuk mempersiapkan mental secara matang, agar hal-hal seperti itu tidak terjadi dalam pernikahan.

Seiring dengan terjadinya inflasi, mendapatkan pekerjaan dimasa kini terasa begitu sulit. Salah satunya karena terbatasnya lapangan kerja. 

Banyak perusahaan-perusahaan yang bersikap hati-hati dalam menambah tenaga kerja, mengakibatkan berkurangnya lowongan pekerjaan.

Demikian alasan-alasan yang menjadi penyebab turunnya angka pernikahan di kalangan Gen Z.  

Gen Z memilih untuk menunda pernikahan agar bisa mempersiapkan diri secara matang sebelum membina rumah tangga. Baik secara ekonomi, maupun secara mental.

Tingkat pendidikan di Indonesia yang semakin baik membuat Gen Z bisa memilih dan memilah pasangan yang terbaik untuk masa depan.

Beberapa dari Gen Z bahkan merasa malas untuk menikah dikarenakan rasa trauma, dan ketakutan tersendiri mengenai pernikahan. 

Wallohu A’lam
Oleh Mila Aprilian Dita

Editor: Dewi Anggraeni, S.Hum

Aktivis dakwah, jurnalis, interpersonal skill, tim work, content creator, dan emotional management.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator