Tokoh & Sejarah

5 Budaya Adaptasi dalam Dakwah Wali Songo

TSIRWAH INDONESIA – Siapa yang tak kenal dengan Wali Songo, tokoh Islam terkemuka yang berhasil menyebarkan agama Islam ke penjuru Pulau Jawa dengan mengadaptasi metode dakwah melalui budaya setempat.

Mengadaptasi sinkretisme, yaitu menggabungkan beberapa paham dan budaya yang sudah beredar di masyarakat, Wali Songo berhasil mengikat hati masyarakat karena tida serta-merta menghilangkan kepercayaan lama yang sudah melekat.

Berdakwah dengan damai juga terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surah Al-Baqarah ayat 256:

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada takut dan beriman kepada Allah SWT sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Wali Songo terdiri dari 9 tokoh agama, yaitu Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Sunan Muria, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Ampel, dan Sunan Kalijaga.

Setiap tokoh memiliki ciri khas dalam menyampaikan dakwahnya. Berikut adaptasi dari kebudayaan Indonesia dalam metode dakwah Wali Songo:

Siapa yang tidak mengenal seni pewayangan Indonesia. Menurut gunungkidulkab.go.id, wayang kulit digunakan untuk penyebaran agama Hindu dan Buddha dalam pertunjukan cerita Mahabharata dan Ramayana.

Seiring berkembangnya waktu, pertunjukan wayang bergeser maknanya menjadi seni pertunjukan untuk menghibur masyarakat.

Sunan Kalijaga lebih sering menggunakan wayang dalam penyebaran agama Islam. Jalannya cerita bertransformasi sesuai dengan nilai-nilai Islam, seperti mengubah lakon menjadi Dewa Ruci serta meningkatkan nilai tasawuf dalam cerita.

Kegiatan ini juga merupakan adaptasi dari agama Hindu-Buddha yang terbiasa menyajikan makanan kepada dewa sesembahannya. Selain itu, kepercayaan masyarakat saat itu sering kali merayakan hari-hari penting dengan sesembahan makanan.

Dalam adaptasi Islam, kegiatan seperti peringatan kematian atau doa bersama dilakukan dengan rangkaian doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Selain dapat mendekatkan diri kepada Allah, kebersamaan dapat meningkatkan rasa saling menghargai antara satu dengan lainnya.

Salah satu masjid yang masih kental dengan akulturasi masa Hindu-Buddha adalah Masjid Agung Demak.

Hal ini menandakan bahwa Islam masuk ke Tanah Jawa dengan damai. Masjid Agung Demak ini merupakan salah satu masjid yang direnovasi pada masa Sunan Ampel.

Hingga saat ini, Masjid Agung Demak masih menjadi ikon wisata ternama di Demak.

Wiku (orang bijaksana/guru) dan cantrik (pengikut) menggunakan pondok atau padepokan untuk memperdalam ilmu atau meditasi pada masa sebelum Islam masuk.

Setelah masuknya Islam, padepokan mulai berfungsi sebagai tempat menimba ilmu dan memperdalam ajaran Islam.

Salah satu musik yang Wali Songo perkenalkan adalah lagu Tombo Ati. Lagu ini diperkenalkan oleh Sunan Bonang sebagai bentuk syiar agama Islam.

Lagu Tombo Ati menjelaskan mengenai lima cara mengobati hati agar menempuh ketenangan jiwa menurut ajaran Islam. Penggunaan bahasa Jawa menandakan lagu ini merupakan pendekatan kepada masyarakat sekitar.

Suksesnya Wali Songo dalam menyebarkan ajaran Islam membuat beberapa pendakwah modern saat ini mencontoh metode-metode dakwah tersebut.

Wallohu A’lam
Oleh Ivas Salsabilla

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator