5 Sumber Kebahagiaan dalam Islam: Nomor 4 Sering Dilupakan
TSIRWAH INDONESIA – Setiap ujian dari Allah subhanahu wa ta’ala, dianggap oleh manusia sebagai sumber penderitaan. Mereka lupa dengan sumber kebahagiaan dalam Islam.
Kesedihan yang disebabkan menganggur, permasalahan dengan keluarga, dan cita-cita yang tidak tercapai, merupakan ketentuan dari Allah SWT yang sulit diterima manusia.
Allah SWT Maha Adil dengan menciptakan sumber kebahagiaan di tengah penderitaan. Contohnya, manusia harus memahami setiap nafas yang dihembuskan merupakan rezeki dari Allah SWT.
Pemikiran manusia menganggap, apabila harta berlimpah itu sumber kebahagiaan. Apakah benar demikian?
Berikut ini penjelasan lima sumber kebahagiaan dalam Islam, yang dikutip dari buku, Ubah Lelah jadi Lillah karya Dwi Suwiknyo . Seorang muslim wajib memahami keberuntungan yang diberikan oleh Allah SWT.
1. Berdamai dengan Takdir
Setiap manusia di dunia pasti diuji dengan musibah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 155:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: “Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar.”
Ustadz Adi Hidayat dalam ceramahnya, di channel YouTube @Adi Hidayat Official berkata, “Jadikan ujian itu sebagai fasilitas untuk menjadi hamba Allah SWT yang berkualitas.”
Allah SWT menguji hamba-Nya dengan ketakutan, agar mereka mampu mengendalikannya dan menjadi kuat. Itu merupakan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.
Seluruh kejadian yang ada di hidup manusia adalah takdir dari Allah SWT. Manusia sebagai penerima takdir, wajib menerima sebagaimana iman kepada qadha dan qadar.
2. Tulus Menerima
Ini merupakan sebuah ilustrasi cerita. Setiap hari manusia selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka akhirnya lupa untuk mempelajari keagungan Allah SWT saat mengatur kehidupan manusia.
Hal demikian terjadi karena manusia takut kekurangan harta. Allah SWT pun cemburu dengan manusia seperti itu, hingga pekerjaannya hilang.
Kesedihan juga menghampiri orang yang kehilangan pekerjaan itu. Maka Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 156:
اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn’ (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).”
Ayat ini bermakna bahwa manusia harus mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti: memperbaiki sholat, mendatangi majelis ilmu, bersedekah, dll.
Musibah yang datang harus diterima dengan tulus. Sikap yakin Allah SWT akan mengganti dengan yang lebih baik, wajib ada di hati manusia.
BACA JUGA : 4 Permasalahan Lansia, Pembaca Perlu Tahu
3. Kemampuan Mengendalikan Ego
Ego dalam diri manusia, selalu membuatnya tidak sadar dengan kehadiran Allah SWT. Segala keberhasilan pasti atas kerja keras diri sendiri.
Manusia yang egois ini menjadi sumber masalah di kehidupan bermasyarakat. Pada akhirnya, sifat egois ini harus dikendalikan agar bertemu kebahagiaan.
Seseorang yang belum bisa mengendalikan egonya, selalu merasa lebih tinggi dari manusia di sekitarnya. Ego ini, harus belajar dikendalikan melalui memahami bahwa Allah SWT pasti ada di setiap pancapaian manusia.
Nikmat yang Allah SWT berikan, wajib disyukuri. Hal ini agar ego, yang tidak luput dari godaan bisikan setan bisa dikendalikan.
4. Kepuasan Diri Wajib Dikendalikan
Manusia selalu berusaha mencapai target-target kehidupannya. Contohnya, orang yang ingin membeli rumah mewah, selalu bekerja sampai uangnya terkumpul.
Target kehidupan dibuat oleh seseorang untuk dicapai. Manusia juga mengiringi proses pencapaian target, dengan berdoa kepada Allah. Ketika target itu tercapai, manusia akan merasa puas.
Kepuasan diri manusia lebih baik tidak terpusat, pada pencapaian dunia saja. Kembalinya manusia ke Surga, seharusnya menjadi target utama dalam kehidupan manusia.
Tercapainya target kehidupan manusia, seperti: mendapat gelar sarjana, pekerjaan, dan uang berlebih, atau apapun yang membuat bahagia sesaat. Manusia kadang-kadang lupa bersyukur.
Setiap kepuasan diri manusia harus disyukuri. Keberhasilan juga merupakan ujian untuk manusia. Apakah akan bersyukur atau kufur nikmat?
Kepuasan diri yang disyukuri, akan menjadi sumber kebahagiaan dunia dan akhirat. Pencapaian ini sering dilupakan manusia.
5. Kasih Sayang Allah yang Wajib Direnungi
Sebuah perenungan ketika manusia mendapat musibah. Seorang pengusaha yang akan pergi ke luar negeri untuk perjalanan bisnis, misalnya.
Pesawat yang akan ditumpangi pengusaha itu terlambat, sementara kliennya sudah menunggu. Tidak lama, ada berita kecelakaan pesawat di internet.
Itu merupakan contoh cerita kasih sayang Allah SWT. Manusia wajib bersyukur sebagaimana tercantum dalam surat Ibrahim ayat 7:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras’.”
Setiap hari bahkan detik, manusia harus senantiasa bersyukur. Apa pun yang terjadi diterima dengan ikhlas. Kebahagiaan pasti datang kepada manusia yang bersyukur.
Sumber kebagiaan dalam Islam ada pada Allah SWT semata. Manusia tidak akan mampu menjalankan hidup penuh ujian ini jika mengandalkan kekuatan sendiri.
Nikmat dan ujian dari Allah SWT harus dipahami sebagai sumber kebahagiaan dalam Islam. Manusia tidak diperkenankan untuk melupakan hal tersebut. Setiap proses kehidupan, berhasil atau gagal, ada Allah SWT membersamai.
Wallahu A’lam
Oleh Triana Amalia