Hikmah & Wawasan

6 Kondisi Dibolehkannya Ghibah, Ini Penjelasannya

TSIRWAH INDONESIA – Menggunjing orang atau yang kita kenal dengan ghibah merupakan perbuatan yang sangat tercela. 

Pelaku ghibah disamakan dengan orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Perumpamaan ini disinggung dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 12:

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, Sungguh, Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang.”

Untuk memahami seperti apa perbuatan ghibah itu, mari kita simak hadis rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:

أَتَدْرُونَ ما الغِيبَةُ؟ قالوا: اللَّهُ ورَسولُهُ أعْلَمُ، قالَ: ذِكْرُكَ أخاكَ بما يَكْرَهُ. قيلَ: أفَرَأَيْتَ إنْ كانَ في أخِي ما أقُولُ؟ قالَ: إنْ كانَ فيه ما تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وإنْ لَمْ يَكُنْ فيه فقَدْ بَهَتَّهُ.

Artinya: “Tahukah kalian apa itu ghibah?,” sahabat menjawab: “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui,” nabi bersabda: “kamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak dia sukai.” Beliau ditanya: “Apa pendapatmu jika apa yang aku katakan itu memang ada pada saudaraku?,” nabi menjawab: “Jika memang ada padanya apa yang kau katakan, maka sungguh kamu telah menggibahnya, dan jika tidak ada maka sungguh kamu telah menfitnahnya.” (HR Muslim)

Sedangkan Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berkata:

والغيبة هي ان تذكر انسانا في غيبته بما يكرهه ولو كان حاضرا تقصد بذلك تنقيصه

Artinya: “Ghibah adalah engkau menyebutkan aib seseorang ketika ia tidak hadir dengan sesuatu yang ia benci, jikalau ia hadir, maka engkau bertujuan untuk menjatuhkan kehormatannya.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya ghibah itu merupakan perbuatan menggunjing aib seseorang. Jika dia mendengarnya akan membuatnya tidak senang.

BACA JUGA : Ingin Mendapat Ilmu yang Berkah, Lakukan 5 Hal Ini

Meskipun perilaku ghibah mendapat kecaman keras dalam Al-Qur’an, namun dalam situasi tertentu, ghibah diperkenankan untuk dilakukan. 

Imam Nawawi berkata:

: اعلم أن الغيبة وإن كانت محرمة فإنها تباح في أحوال للمصلحة. والمجوز لها غرض صحيح شرعي لا يمكن الوصول إليه إلا بها ، وهو أحد ستة أسباب 

Artinya: “Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sekalipun diharamkan, namun dibolehkan pada beberapa kondisi demi kemaslahatan. Dibolehkannya ghibah itu memiliki tujuan yang shahih secara syara’ dan tujuan itu tidak dapat dicapai kecuali dengan melakukan ghibah. Inilah salah satu dari enam sebabnya.”

Lebih lanjut dalam Riyadh as-Shalihin, Imam Nawawi menyebutkan beberapa kondisi diperkenankannya melakukan ghibah, yaitu:

Pertama, di hadapan pengadilan dan penguasa. Orang yang dizhalimi boleh mengungkapkan keburukan orang yang menzhaliminya untuk tujuan hukum. 

Kedua, di hadapan orang yang memiliki wewenang mencegah kejahatan. Dalam kondisi ini seseorang boleh melaporkan keburukan atau kejahatan orang lain kepada pihak yang berwenang dalam rangka mencegah kejahatannya. 

Ketiga, meminta fatwa. Seseorang boleh menceritakan perlakuan buruk orang lain terhadapnya untuk memperjelas ketentuan hukumnya.

Akan tetapi menceritakannya dengan sudut pandang orang ketiga lebih diutamakan. Seperti mengatakan, “bagaimana hukumnya jika si A berbuat begini kepada si B?.”

Keempat, dalam rangka mengingatkan masyarakat dari keburukan seseorang. Contoh kasus ini seperti yang dilakukan para ulama hadis dalam mentarjih kedhabitan seorang rawi hadis. 

Contoh lainnya untuk kebutuhan muamalah, seperti jual beli, pinjam-meminjam, partner bisnis, dll. 

Kelima, terhadap orang yang berbuat maksiat secara terang-terangan. 

Diperkenankan menyebut keburukannya terbatas pada perilaku buruk yang dia lakukan secara terang-terangan saja. Selebihnya tidak diperbolehkan. 

Keenam, untuk tujuan memperkenalkan nama orang yang sama. Seperti nama Abdullah yang dimiliki banyak orang di suatu tempat. Maka boleh menyebut kekurangannya tanpa tujuan merendahkan. 

Namun jika memungkinkan menghindari menyebut kekurangannya maka itu lebih utama. 

Kesimpulannya, pada dasarnya ghibah itu perbuatan yang tidak diperkenankan oleh agama. Namun, dalam kondisi tertentu, ghibah diperkenankan dengan tujuan yang shahih secara syara’. Wallahu a’lam

Wallahu A’lam
Oleh Maksum H. Hubaeib

Editor: Divya Aulya

Penulis bau amis yang menulis sejumlah karya fiksi dan non-fiksi. Memiliki ketertarikan dalam dunia kebahasaan, memiliki visi dalam memajukan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator