Bagaimana Hukum Mengucapkan Salam kepada Bukan Mahram Maupun Non Muslim, Yuk Simak Penjelasan Berikut
TSIRWAH INDONESIA – Memberi salam kepada sesama adalah hal yang sudah biasa dilakukan oleh umat muslim, baik secara langsung maupun lewat online atau juga kepada individu maupun kelompok.
Hukum Asal Mengucapkan dan Menjawab Salam
Hukum asal memulai mengucapkan salam yaitu sunah muakkad, baik diucapkan kepada mahram ataupun bukan. Dijelaskan dalam hadits nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda: Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan pada sesuatu, jika dilaksanakan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian,” (HR Muslim).
Anjuran memulai mengucapkan salam yaitu berlaku untuk seluruh orang beriman baik laki-laki maupun wanita. Seorang laki-laki sunah mengucapkan salam kepada mahramnya dan wajib bagi yang lainnya untuk menjawab salam tersebut.
Jika seseorang salam kepada jamaah, maka hukum menjawab salam tersebut fardu kifayah yaitu apabila sudah dijawab salamnya oleh seseorang, maka semua orang sudah gugur kewajibannya. Namun, jika tidak ada yang menjawab, maka berdosa semua jamaah tersebut.
Hukum memberi salam juga sunah kifayah, jika ada sekelompok orang bersimpangan dengan sekelompok orang lainnya, cukup salah satu saja yang memberikan salam. Maka jamaah lainnya hukumnya fardu kifayah untuk menjawab salam tersebut.
Islam menganjurkan kepada kita agar menjawab salam dengan yang lebih baik atau setidaknya dengan yang semisal. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 86:
وَإِذَا حُیِّیتُم بِتَحِیَّةࣲ فَحَیُّوا۟ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَاۤ أَوۡ رُدُّوهَاۤۗ
Artinya: “Jika Engkau diberikan suatu ucapan penghormatan, maka balaslah dengan yang lebih baik atau yang semisal.”
Hukum yang Berubah dalam Beberapa Keadaan
Pengucapan salam kepada yang bukan mahram terdapat konsekuensi tersendiri, yaitu terdapat mudarat yang mesti dipertimbangkan sebelum memulai mengucapkan maupun menjawab salam. Bentuk mudaratnya yaitu godaan dari lawan jenisnya pada beberapa keadaan.
Dijelaskan oleh Al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi dalam kitab I’anah Al-Thalibin yaitu:
مَسْنُوْنٌ سَلاَمُ امْرَأَةٍ عَلَى امْرَأَةٍ أَوْ نَحْوِ مَحْرَمٍ أَوْ سَيِّدٍ أَوْ زَوْجٍ وَكَذَا عَلَى أَجْنَبِيٍّ وَهِيَ عَجُوْزٌ لاَ تُشْتَهَى وَيَلْزَمُهَا فِيْ هَذِهِ الصُّوَرِ رَدُّ سَلاَمِ الرَّجُلِ أَمَّا مُشْتَاهَةٌ لَيْسَ مَعَهَا امْرَأَةٌ أُخْرَى فَيَحْرُمُ عَلَيْهَا رَدُّ سَلاَمِ أَجْنَبِيٍّ وَمِثْلُهُ ابْتِدَائُهُ، وَيُكْرَهُ رَدُّ سَلاَمِهَا وَمِثْلُهُ ابْتِدَائُهُ أَيْضًا. وَالْفَرْقُ أَنَّ رَدَّهَا وَابْتِدَائَهَا يُطْمِعُهُ. وَلَوْ سَلَّمَ عَلَى جَمْعِ نِسْوَةٍ وَجَبَ رَدُّ إِحْدَاهُنَّ إِذْ لاَ تُخْشَى فِتْنَةٌ حِيْنَئِذٍ. وَقَوْلُهُ رَدُّ سَلاَمِ الرَّجُلِ أَي إِذَا سَلَّمَ الرَّجُلُ عَلَيْهَا وَهِيَ عَجُوْزٌ لاَ تُشْتَهَى لَزِمَهَا أَنْ تَرُدَّ عَلَيْهِ لِأَنَّ سَلاَمَهُ عَلَيْهَا مَسْنُوْنٌ كَسَلاَمِهَا عَلَيْهِ.
Artinya: “Disunahkan wanita memberi salam kepada wanita lain, mahramnya, majikannya atau suaminya. Demikian juga kepada pria lain, sementara si wanita tersebut sudah tua dan tidak menimbulkan syahwat. Dalam contoh seperti ini, wajib menjawab salam dari pria tersebut. Adapun jika wanita tersebut masih menimbulkan gairah syahwat, sementara tidak ada wanita lain yang menyertainya, maka ia haram menjawab salam dari pria lain, demikian pula memulai salam. (Bagi laki-laki) makruh menjawab salam dari wanita tersebut, demikian pula memulai memberi salam. Perbedaannya adalah, bahwa jawaban salam wanita dan memulainya dapat membangkitkan gairah laki-laki terhadap wanita tersebut. Andaikan ada pria memberi salam kepada sekelompok wanita, maka salah satu dari mereka harus menjawabnya. Sebab, dalam hal ini tidak dikhawatirkan adanya fitnah. Jika seorang laki-laki memberi salam kepada wanita yang sudah tua dan tidak menimbulkan syahwat, maka wanita tersebut harus menjawab salamnya, karena salam pria kepada wanita tersebut hukumnya sunah, demikian halnya salam wanita tersebut kepada pria.”
Hukum Mengucapkan dan Menjawab Salam dalam Bentuk Tulisan
Hukum mengucapkan salam atau menjawab salam dalam bentuk tulisan sama seperti penjelasan di atas. Berikut ini penjelasan imam An-Nawawi Ad-Dimasyq dalam kitab Majmu’ Syarhu al-Muhadzab:
وأما جواب السلام فهو فرص بالاجماع فان كان السلام على واحد فالجواب فرض عين وان كان على جمع فهو فرض كفاية.
Artinya: “Adapun menjawab salam via tulisan di whatsapp, bisa dengan ucapan, dan juga bisa dengan balasan tulisan. Jika japri, maka fardu ain, jika melalui grup maka fardu kifayah (bila anggota grup sudah ada yang menjawab, maka sudah gugur bagi yang lainnya).”
Hukum Menyampaikan Salam kepada Non Muslim
Imam Nawawi Ad-Dimasyq menjelaskan perihal ini dalam kitab Al-Azkar yaitu:
وأما أهل الذمة فاختلف أصحابنا فيهم، فقطع الأكثرون بأنه لا يجوز ابتداؤهم بالسلام، وقال آخرون ليس هو بحرام، بل هو مكروه، فإن سلموا هم على مسلم قال في الرد وعليكم، ولا يزيد على هذا
Artinya: “Adapun perihal non-Muslim, ulama kami berbeda pendapat. Mayoritas ulama kami memutuskan bahwa memulai salam kepada non-Muslim tidak boleh. Tetapi sebagian ulama menyatakan hal itu tidak haram, tetapi makruh. Tetapi ketika mereka memulai salam kepada Muslim, maka cukup dijawab ‘Wa ‘alaikum’ dan tidak lebih dari itu.”
Kesimpulan:
Boleh mengucapkan salam meskipun kepada bukan mahram dengan syarat tidak mengelokkan ataupun memperindah suaranya dan tidak berpotensi menimbulkan fitnah, maka jika demikian salam tersebut hukumnya sunah dan menjawab salam tersebut wajib hukumnya.
Namun, apabila salam tersebut berpotensi menimbulkan fitnah lawan jenis meskipun dalam bentuk tulisan, maka lebih baik ditinggalkan, karena hal itu jauh lebih baik dan terjaga antara keduanya.
Wallohu A’lam
Oleh Ustadzah Dewi Anggraeni