Puasa: Siang Takut Maksiat, Malamnya Merasa Aman
TSIRWAH INDONESIA – Puasa adalah ibadah yang bisa menjadi penghalang seseorang dari mengerjakan maksiat. Umat muslim menjalankan ibadah puasa dengan segala kehati-hatiannya. Menjauhi segala yang membatalkan puasa dan hal maksiat.
Setelahnya puasa selesai justru tidak sedikit yang meninggalkan masalah bagi mental manusia, tepatnya sesudah berbuka sampai waktu subuh yaitu mereka merasa lebih aman untuk melakukan maksiat daripada di waktu siang saat memperjuangkan keabsahan puasa.
Adanya masalah tersebut, menjadikan seseorang tersebut takut melakukan maksiat di saat puasa tetapi ketika waktu buka puasa tiba, merasa lebih enjoy melakukan maksiat gibah, pacaran dan sebagainya.
Anggapan seperti itu tidak lain karena ketidak tahuan akan esensi puasa tersebut atau tidak terkontrolnya luapan emosional (balas dendam). Islam sangat melarang umat islam beranggapan demikian, terlebih bagi mukmin sejati.
Islam memberikan solusi bagi umat islam agar menangani dan mengobati anggapan yang keliru tersebut, berikut ini solusi daripada permasalahan di atas:
1. Hikmah Diwajibkannya Puasa Ramadhan
Pertama, agar dapat menghasilkan zuhud yang wajib dan sunah. Zuhud wajib yaitu menjaga diri dari melakukan perkara haram. Zuhud sunah yaitu menjaga diri dari melakukan perkara makruh dan hal yang tidak bermanfaat.
Kedua, mempersempit laju setan dengan lapar dan dahaga. Sesungguhnya setan selalu mengganggu manusia tiada henti seperti mengalirnya darah di dalam tubuh, sehingga umat islam sangat perlu tameng agar tidak terjerumus ke dalam arus langkah-langkah setan tersebut.
Puasa bisa menjadi tameng dari pengaruh-pengaruh negatif, baik dari setan atau kebiasaan buruk nafsu yang banyak memerintah keburukan.
2. Larangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tentang Merasa Aman dari Siksa
Setiap perilaku baik maupun buruk manusia pasti terdapat balasannya. Setiap perbuatan baik atau buruk manusia sudah pasti akan dicatat oleh malaikat Munkar dan Nakir di manapun dan kapanpun. Semua yang terjadi di dunia ini tidak akan pernah luput dari pengawasan Allah SWT.
Allah mengancam para pendosa dengan berbagai siksa, ada yang langsung ditimpakan ketika masih di dunia ada juga yang ditangguhkan sampai waktunya tiba. Siksa-Nya akan ditimpakan dengan kerasnya sesuai dengan tumpukkan dosa-dosa yang telah dilakukan.
Oleh karena itu, mestinya umat muslim merasa takut untuk melakukan maksiat, kapanpun waktunya dan di manapun tempatnya. Allah menyebut orang-orang yang merasa aman dari siksa-Nya dengan orang-orang yang merugi. Dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 97-99:
{ أَفَأَمِنَ أَهۡلُ ٱلۡقُرَىٰۤ أَن یَأۡتِیَهُم بَأۡسُنَا بَیَـٰتࣰا وَهُمۡ نَاۤىِٕمُونَ. أَوَأَمِنَ أَهۡلُ ٱلۡقُرَىٰۤ أَن یَأۡتِیَهُم بَأۡسُنَا ضُحࣰى وَهُمۡ یَلۡعَبُونَ. أَفَأَمِنُوا۟ مَكۡرَ ٱللَّهِۚ فَلَا یَأۡمَنُ مَكۡرَ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡخَـٰسِرُونَ }
Artinya: “Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain? Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi.”
Apabila hikmah puasa ini direnungkan dan dicermati dengan seksama, seseorang mestinya mempunyai penghalang jika melakukan keburukan, baik ketika berpuasa maupun setelah berbuka.
3. Berlanjutnya Kebaikan Sebagai Tanda Puasa Diterima
Syekh Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif di halaman 394 mengatakan:
إن معاودة الصيام بعد صيام رمضان علامة على قبول صوم رمضان فإن الله إذا تقبل عمل عبد وفقه لعمل صالح بعده كما قال بعضهم ثواب الحسنة الحسنة بعدها. فمن عمل حسنة ثم أتبعها بحسنة بعدها كان ذلك علامة على قبول الحسنة الأولى كما أن من عمل حسنة ثم أتبعها بسيئة كان ذلك علامة على رد الحسنة وعدم قبولها.
Artinya: “Sesungguhnya membiasakan puasa setelah puasa Ramadhan adalah tanda atas diterimanya puasa Ramadhan, karena bila Allah menerima amal seorang hamba, ia akan diberikan pertolongan melakukan amal saleh setelahnya, seperti ucapan sebagian ulama; pahala suatu kebaikan adalah kebaikan serupa setelahnya. Maka barang siapa melakukan kebaikan, kemudian diikuti dengan kebaikan lain setelahnya, hal tersebut merupakan tanda atas diterimanya kebaikan yang pertama. Sebagaimana orang yang beramal baik, kemudian dilanjutkan dengan amal buruk, hal tersebut adalah tanda atas ditolak dan tidak diterimanya kebaikan (yang dilakukan sebelumnya).”
Seseorang yang merasa takut melakukan maksiat di siang hari saat puasa, sesungguhnya itu adalah hal positif yang patut diberikan penghargaan. Namun mental baik demikian sangat disayangkan apabila tidak berkelanjutan di malam hari.
Alangkah lebih baik lagi apabila kebiasaan takut melakukan maksiat berkelanjutan di selain bulan Ramadhan. Hal ini sebagai upaya perjuangan agar puasa dan berbagai amal saleh kita khususnya di bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT.
Wallohu A’lam
Oleh Ustadzah Dewi Anggraeni