Fiqih & AkidahPernikahan & Keluarga

Childfree: Pilihan Pernikahan Tanpa Anak dan Kontroversinya, Simak Penjelasan Islam

TSIRWAH INDONESIA – Perbincangan tentang pernikahan tanpa anak atau childfree, tengah menjadi sorotan di berbagai platform media sosial seperti Twitter, Instagram, dan laman berita online.

Childfree adalah gaya hidup terkini yang dipilih secara sadar oleh pasangan yang menikah. Mereka sepakat untuk tidak memiliki anak, meskipun tidak ada indikasi medis yang menghalangi. Di Indonesia, fenomena ini masih dianggap sebagai sesuatu yang tidak lazim oleh sebagian kalangan.

Pasangan yang memutuskan untuk hidup tanpa anak meyakini, bahwa keputusan untuk memiliki atau tidak memiliki anak adalah hak pribadi, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM), dan hal tersebut tidak boleh dipaksakan oleh orang lain.

Memiliki keturunan adalah harapan setiap pasangan menikah, karena kehadiran buah hati melengkapi keluarga. 

Banyak pasangan yang sangat menginginkan kehadiran anak, dan melakukan berbagai cara untuk mewujudkannya.

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam menyatakan, bahwa memiliki keturunan setelah menikah merupakan sunnah, sebagaimana dalam hadis berikut:

تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

Artinya: “Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu),” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim).

Nabi Zakaria ‘alaihissalam, termasuk orang yang merasa sedih karena belum diberi keturunan hingga memasuki usia sepuh. 

Beliau tidak pernah berputus asa, dan terus berdoa kepada Allah agar dikaruniai anak yang dapat meneruskan dakwah, sebagaimana termaktub dalam Alquran surat Al-Anbiya’ ayat 89-90 berikut ini: 

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْداً وَأَنتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَْ

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ

Artinya: “Dan (ingatlah kisah) Zakaria, ketika dia menyeru Tuhannya, “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. Maka Kami memperkenankan do’anya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung.” 

Imam al-Ghazali memaparkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin tentang empat alasan seseorang harus menikah, dan memiliki keturunan sebagai berikut:

وفى التواصل الى الولد قربة من اربعة وجوه هي الاصل فى الترغيب فيه عند امن من غوائل الشهوة حتى لم يحب احد ان يلقي الله عزبا الاول موافقة الله بالسعي فى تحصيل الولد الثانى طلب محبة الرسول صلى الله عليه وسلم في تكثير من به مباهته الثالث طلب التبرك بدعاء ولد الصالح بعده الرابع طلب الشفاعة بموت الولد الصغير اذا مات قبله 

Artinya: “Upaya untuk memiliki keturunan (menikah) menjadi sebuah ibadah dari empat sisi. Keempat sisi tersebut menjadi alasan pokok dianjurkannya menikah ketika seseorang aman dari gangguan syahwat sehingga tidak ada seseorang yang senang bertemu dengan Allah dalam keadaan jomblo atau tidak menikah. Pertama, mencari ridha Allah dengan menghasilkan keturunan. Kedua, mencari cinta Nabi SAW dengan memperbanyak populasi manusia yang dibanggakan. Ketiga, berharap berkah dari doa anak saleh setelah dirinya meninggal. Keempat, mengharap syafaat sebab meninggalnya anak kecil yang mendahuluinya.”

Perspektif Islam Terhadap Fenomena Childfree

Dilansir dari jatim.nu.or.id, beberapa ulama menyatakan bahwa untuk menentukan hukum childfree dalam Islam, perlu memahami sebab dan tujuannya. 

Penyebab dan tujuan yang berbeda, dapat menghasilkan penilaian hukum yang berbeda pula. Jika penyebabnya masuk dalam kategori darurat, maka childfree hukumnya boleh (mubah).

Para fuqaha mengungkapkan kondisi tersebut dengan kaidah fiqh berikut:

الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات

Artinya: “Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”

Sebagai contoh, jika seorang perempuan hamil dapat membahayakan nyawanya, atau terdapat kekacauan di negara yang mengalami kekurangan sumber daya, childfree dapat menjadi mubah.

Sementara alasan childfree yang tidak dibenarkan, mencakup ketakutan seorang wanita terhadap perubahan tubuhnya pasca hamil, atau keinginannya mengejar karier tanpa anak, karena menganggap anak sebagai beban, atau suatu hal yang merepotkan.

Salah satu tujuan syariat pernikahan adalah memiliki dan menjaga keturunan. Oleh karena itu, praktek childfree yang bertujuan untuk menghentikan garis keturunan secara permanen, tentu bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Wallohu Alam
Oleh Sylvia Kurnia Ritonga, Dosen Fiqih Kontemporer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator