Fikih Kurban: Marak Kasus Hewan PMK, Demikian Menurut Hukum Fikih
TSIRWAH INDONESIA – Hari raya Iduladha ditetapkan jatuh pada Kamis, 29 Juni 2023, hal ini berdasarkan isbat yang disampaikan Wakil Menteri Agama H Zainut Tauhid Sa’adi pada Ahad, 18 Juni 2023. Menjelang hari kurban ini, banyak pemberitaan dan pembahasan mengenai PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) yang menyerang sapi di akhir-akhir ini.
Pengertian PMK
Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau dikenal juga Foot and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae adalah penyakit hewan menular bersifat akut yang disebabkan virus. Penyakit ini banyak menyerang hewan ternak (hewan berkuku lemah) dari mulai sapi, kerbau hingga domba atau kambing dan tergolong penyakit akut yang penyebarannya melalui infeksi virus dan mudah menular.
Gejala klinis PMK dengan kategori berat ditandai dengan lepuhan besar yang apabila pecah maka akan meninggalkan luka, pincang, penurunan berat badan, penurunan produksi susu secara signifikan, bahkan bisa sampai pada kematian hewan ternak tersebut.
Hukum Fikih Berkurban dengan Hewan yang Terjangkit PMK
Dalam realitanya, tidak sedikit hewan ternak yang terjangkit penyakit ini di Indonesia pada terakhir ini, terutama sapi. Bagaimana hukum fikih melihat fakta ini, dalam kitab Bujairimi alal Khotib dijelaskan:
أَرْبَعٌ لا تُجْزِئُ في الأَضَاحِي: العَوْرَاءُ البَيِّنُ عَوَرُها والمَرِيْضَةُ البَيِّنُ مَرَضُها والعَرْجَاءُ البَيِّنُ ظَلَعُها والكَسِيْرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِى
Artinya: “empat hal yang membuat hewan kurban tidak terpenuhi keabsahannya, yaitu kebutaan yang jelas, jelas-jelas dalam keadaan sakit, kakinya jelas pincang dan badannya kurus tidak berlemak.”
Sesuai dengan keterangan di atas, sapi atau hewan ternak lainnya yang akan dijadikan kurban yang terjangkit PMK hukumnya adalah tidak sah.
Syarat Hewan Kurban yang Sah
Dijelaskan dalam kitab Al-Iqna fi Halli Alfazhi Abi Syuja bahwakriteriahewan ternak yang memadai untuk dijadikan hewan kurban yaitu:
ضابط المجزئ في الاضحية السلامة من عيب ينقص اللحم أو غيره مما يؤكل
Artinya: “Kriteria ternak yang memadai sebagai hewan kurban adalah terbebas dari aib yang dapat mengurangi daging atau bagian tubuh lainnya yang biasa dikonsumsi.”
Kebagusan dalam Berkurban
Masih di kitab Bujairimi alal Khotib, ulama menjelaskan bagaimana hewan kurban yang utama untuk dibuat ibadah kurban, berikut:
وَأَفْضَلُ أَنْوَاعِ التَّضْحِيَةِ بِالنَّظَرِ لِإِقَامَةِ شِعَارِهَا بَدَنَةٌ ثُمَّ بَقَرَةٌ لِأَنَّ لَحْمَ الْبَدَنَةِ أَكْثَرُ ثُمَّ ضَأْنٌ
Artinya: “Paling utamanya hewan kurban dilihat dari segi ‘syiar’nya adalah unta kemudian sapi kemudian domba kemudian kambing.”
Selanjutnya dijelaskan dalam kitab Bujairimi alal Khotib pula bahwa hewan kurban yang lebih utama yaitu:
وَأَجْمَعُوا عَلَى اسْتِحْبَابِ السَّمِينِ فِي الْأُضْحِيَّةِ فَالسَّمِينَةُ أَفْضَلُ مِنْ غَيْرِهَ
Artinya: “Ulama fuqoha (ahli fikih) bersepakat atas kesunahan berkurban dengan hewan yang gemuk dibanding yang tidak.”
Wallohu A’lam
Oleh Ning Azmiyah