Tidur di Bulan Ramadhan Bernilai Ibadah: Meluruskan Keterangan Populer
TSIRWAH INDONESIA – Tidur di bulan Ramadhan menjadi hal yang problematik, sebab di satu sisi bernilai ibadah menurut suatu hadis. Sisi lainnya mencerminkan perilaku kemalasan karena mengurangi produktivitas.
Perbuatan ini disayangkan karena Ramadhan memiliki banyak keistimewaan dan pahala yang diberikan Allah subhanahu wa ta’ala.
Terkait dengan topik ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه
Artinya: “Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya,” (HR Baihaqi).
Sayangnya, banyak orang yang menyalahartikan hadis ini sebagai ajang bermalas-malasan. Alasannya, cukup dengan tidur, seseorang telah mendapat pahala kebaikan.
Berkenaan dengan hadis di atas, tulisan ini akan mengulas terkait kualitas dan pendapat para ulama terkait hadis di atas. Berikut penjelasannya:
Status Kualitas Hadis
Dikutip dari laman muhammadiyah.or.id, hadis yang menjelaskan tentang tidur di bulan Ramadhan sebagaimana disinggung sebelumnya diriwayatkan oleh imam Baihaqi dan berstatus lemah (daif).
Hal ini senada dengan data yang terdapat pada laman hdith.com, hadis ini berstatus daif menurut Imam As-Suyuthi dalam kitab Al-Jami’ Al-Saghir. Terdapat tiga jalur periwayatan yang semuanya berstatus daif yaitu, Abdullah bin Abu Awfa, Anas, dan Abu Hurairah.
M. Zainal Abidin dalam laman islam.nu.or.id menjelaskan, adab berpuasa salah satunya tidak dengan memperbanyak tidur. Pendapat tersebut ia kutip dari perkataan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin:
بل من الآداب أن لا يكثر النوم بالنهار حتى يحس بالجوع والعطش ويستشعر ضعف القوي فيصفو عند ذلك قلبه
Artinya: “Bagian dari tata krama puasa adalah tidak dengan memperbanyak tidur di siang hari, sampai-sampai ia merasakan lapar dan dahaga, dan kehilangan kekuatan. Dengan demikian hati menjadi jernih.”
Tidurnya orang berpuasa dapat bernilai sia-sia bila ia niatkan hanya untuk bermalas-malasan. Sebab, terdapat karunia yang Allah SWT berikan dan tidak akan terbeli oleh seluruh kekayaan di bumi. Hal itu yakni waktu.
BACA JUGA: 3 Golongan yang Diperbolehkan untuk Tidak Berpuasa Ramadhan
Pendapat Nabi tentang Kemalasan
Tidur di bulan Ramadhan dapat bernilai ibadah bila seseorang niatkan sebagai sarana istirahat, supaya badan kuat untuk melaksanakan amal kebaikan bilamana ia terbangun dari tidurnya.
Sebaliknya, tidur yang diniatkan untuk mempercepat datangnya waktu berbuka, sedangkan seseorang tersebut memiliki cukup tenaga untuk melakukan amal kebaikan, berarti ia telah memubazirkan karunia Allah SWT.
Perbuatan mubazir dibenci oleh Allah SWT dan rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Isra’ ayat 27:
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
Artinya: “Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Waktu adalah karunia Allah SWT kepada hambanya tanpa memandang usia maupun keimanan. Boleh jadi seseorang dapat mencari uang apabila ia telah menghabiskan harta yang ia miliki sebelumnya.
Namun, waktu adalah hal yang berbeda. Ia tidak akan kembali kepada siapa pun yang telah membuangnya. Berkenaan dengan waktu, nabi mewanti-wanti kepada umatnya untuk tidak malas. Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk berdoa sebagai berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari kegelisahan dan duka cita, ketidakmampuan dan kemalasan, sifat pengecut dan kikir, serta terlilit hutang dan terkuasai dari orang-orang (yang zalim),”(HR Bukhari).
Sikap Muslim di Bulan Ramadhan
Sudah seyogyanya seorang muslim memperbanyak amal baik di bulan Ramadhan, bukan justru bermalas-malasan dengan tidur sepanjang siang. Sebab di bulan ini, Allah SWT melipatgandakan pahala seluruh amal perbuatan umat muslim. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ فَطَرَ صَائِمًا كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أجْرِ الصَّا ئِمِ لَا يَنْقُصَ مِنْ أجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ
Artinya: “Barangsiapa memberi (makanan dan minuman) untuk berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka ia akan mendapatkan ganjaran sebagaimana pahala orang yang berpuasa, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut,” (HR Ahmad).
Bulan Ramadhan juga menjadi ajang yang baik bagi seorang muslim untuk menutup pintu maksiat. Orang yang berpuasa namun masih melakukan perbuatan dosa termasuk sia-sia puasanya.
Alasannya, berpuasa bukan semata menahan diri dari makan, minum, dan hasrat birahi, melainkan juga menahan diri dari perilaku dosa baik yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Kesimpulan
Tidur di bulan Ramadhan dapat bermakna dua: bentuk kemalasan dan upaya mengistirahatkan diri supaya kuat untuk beribadah. Tidur yang diniatkan untuk bermalas-malasan adalah bentuk perbuatan mubazir dan dibenci oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Wallohu A’lam
Oleh Ustadz Muhammad Wildan Saiful Amri Wibowo