Fiqih & Akidah

Hukum Fiqih: Islam Mengharamkan Patung, Karena 3 Hal Ini

TSIRWAH INDONESIA – Kawasan perkebunan Walini di Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat, akan menjadi lokasi pembangunan Patung Soekarno setinggi seratus meter. 

Proyek ini akan dimulai tahun depan setelah proses perizinan selesai. Biaya pembangunannya didapatkan dari investasi pihak luar, yang ditaksir mencapai Rp20 triliun. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan beberapa tokoh Islam menentang rencana ini, karena pembuatan patung bertentangan dengan hukum Islam, dan menggolongkan biaya pembangunan yang fantastis itu pada tindakan tabdzir (membelanjakan harta pada sesuatu yang tidak layak menurut ketentuan syariat).

“Oleh karena itu, kami berharap agar rencana pembangunan patung Soekarno segera dihentikan, lebih baik diarahkan kepada pembahasan masalah krusial yang lebih penting, lebih bermanfaat bagi bangsa khususnya untuk Jawa Barat dan Indonesia pada umumnya,” ucap Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, KH Muhyiddin Junaidi dalam perbincangan bersama sejumlah aktivis Islam di Bogor, Ahad (20/8/2023).

Beberapa Pandangan Ulama Terkait Hukum Tashwir 

Kata at-tashwir (التصوير) dalam bahasa Arab berarti kegiatan menggambar, yang mencakup gambar dua dimensi, tiga dimensi atau empat dimensi, baik berupa lukisan (ar-rasmu), pahatan (an-nahtu) dan patung (at-timtsal).

Semua Ulama sepakat bahwa membuat patung atau menggambar makhluk yang tidak bernyawa seperti pohon, rumah, bintang dan lain-lain, hukumnya mubah (boleh) secara mutlak berdasarkan hadis dari Ibnu ‘Abbas berikut ini:

فَقَالَ وَيْحَكَ إِنْ أَبَيْتَ إِلاَّ أَنْ تَصْنَعَ ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ ، كُلِّ شَىْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ

Artinya: Kata Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh,” (HR Bukhari dan Muslim).

Perbedaan pendapat muncul di kalangan Ulama mengenai hukum menggambar makhluk bernyawa seperti menggambar manusia dan binatang. Mereka  mengelompokkan tashwir makhluk bernyawa ke dalam tiga kategori yang memiliki konsekuensi hukum yang berbeda:

Pertama, menggambar atau membentuk makhluk bernyawa dengan tangan dalam bentuk fisik (jism) seperti patung. Semua ulama sepakat akan keharamannya sesuai hadis-hadis berikut ini: 

إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُعَذَّبُونَ، فَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

Artinya: “Sesungguhnya pembuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan pada mereka, “Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan (buat),” (HR Bukhari dan Muslim).

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةُ تَمَاثِيلَ

Artinya: Aku (Abu Thalhah) mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Malaikat (rahmat) tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada anjing dan (atau) gambar patung,” (HR Bukhari).

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang yang peling berat siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah al mushowwirun (pembuat gambar),” (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, menggambar atau membentuk makhluk bernyawa dalam bentuk non-fisik seperti lukisan dan kartun. Mayoritas (jumhur) ulama berpendapat bahwa gambar lukisan atau kartun itu bukan dalam bentuk seperti makhluk bernyawa, maka dihukumi mubah

Syekh Yusuf Qaradhawi telah mengeluarkan sebuah fatwa terkait menggambar animasi dan kartun sebagaimana berikut:

“Yang haram dalam masalah gambar adalah gambar yang memiliki bayangan atau yang berbentuk fisikal (tiga dimensi) yang dalam bahasa Arab modern disebut dengan tamasil (patung) karena ialah yang menyerupai ciptaan Allah. Karena ciptaan Allah itu berbentuk tiga dimensi (mujassam) sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Alqur’an surat Ali Imran ayat 6 berikut ini:

هُوَ الَّذِيْ يُصَوِّرُكُمْ فِى الْاَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاۤءُ ۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Artinya: “Dialah yang membentuk (tashwir) kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Ketiga, mengambil gambar atau menangkap bayangan makhluk bernyawa dengan kamera atau video. Hukumnya mubah menurut pendapat jumhur ulama. Foto dan video adalah kegiatan merekam, bukan menggambar. Tidak ada unsur meniru ciptaan Allah SWT dalam aktivitas tersebut, sama halnya seperti bercermin.

Syaikh Wahbah Al-Zuhaili menjelaskan hal ini dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut ini: 

أما التصوير الشمسي أو الخيالي فهذا جائز، ولا مانع من تعليق الصور الخيالية في المنازل وغيرها، إذا لم تكن داعية للفتنة كصور النساء التي يظهر فيها شيء من جسدها غير الوجه والكفين، كالسواعد والسيقان والشعور، وهذا ينطبق أيضا على صور التلفاز

Artinya: “Adapun kamera gambar dari hasil kamera atau lukisan itu boleh, dan tidak ada larangan untuk menggantungkan gambar animasi di rumah dan lainnya selama tidak mendatangkan fitnah seperti gambar perempuan yang tampak sesuatu dari tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangan, seperti pergelangan tangan, betis, dan rambut. Ini juga berlaku pada gambar televisi.”

Berikut Beberapa Alasan Kenapa Patung Makhluk Bernyawa Diharamkan dalam Islam

Meniru Ciptaan Allah SWT  

Bentuk patung yang memiliki bentuk fisik yang realistis seperti makhluk bernyawa dianggap sebagai upaya menyaingi ciptaan Allah, seperti yang ditegaskan dalam hadis berikut ini:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ شَعِيرَةً

Artinya: “Siapakah yang lebih zhalim dari orang yang ingin menciptakan seperti ciptaan-Ku! Maka silahkan mereka menciptakan seekor semut atau silahkan mereka menciptakan sebutir biji tanaman atau sebiji gandum (pasti mereka tidak mampu-pen)!” (HR Bukhari dan Muslim).

Berpontensi Menjadi Berhala 

Dilansir dari islam.nu.or.id, sejarah mencatat bahwa kaum Nabi Nuh AS membuat berhala pada awalnya untuk mengenang orang-orang shalih atau untuk melepas rindu pada keluarga yang telah tiada.

Ini terjadi dari generasi ke generasi, sehingga generasi berikutnya percaya bahwa patung-patung itu disembah sebagai Tuhan. Allah berfirman dalam Alqur’an surat Nuh ayat 23:

وَقَالُوا۟ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Artinya: Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.”

Perbuatan yang Sia-Sia

Membuat dan menyimpan patung dianggap sebagai perbuatan yang sia-sia dan tidak memiliki manfaat nyata, serta tidak dapat mendekatkan manusia kepada Rabb-nya. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis menyebutkan: 

كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ فَهُوَ لَغْوٌ وَلَهْوٌ إِلَّا أَرْبَعَةَ خِصَالٍ: مَشْيٌ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ، وَتَأْدِيبُهُ فَرَسَهُ، وَمُلَاعَبَتُهُ أَهْلَهُ، وَتَعْلِيمُ السَّبَّاحَةِ

Artinya: “Segala sesuatu yang di dalamnya tidak terdapat dzikrullah (mengingat kepada Allah) merupakan perbuatan sia-sia, seperti senda gurau, dan permainan. Kecuali empat hal yaitu senda gurau suami-istri, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang,” (HR Ath-Thabarani).

Wallohu Alam
Oleh Sylvia Kurnia Ritonga, Dosen Ilmu Fiqih Kontemporer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator