Hukum Mengucapkan Selamat Natal, Bolehkah dalam Islam
TSIRWAH INDONESIA – Hukum mengucapkan selamat Natal dalam Islam sangat penting untuk umat muslim ketahui.
Pada momen Natal yang dirayakan tanggal 25 Desember ini, sebagian kaum muslimin goyah pendirian imannya tak paham akan prinsip akidah berupa al-wala’ wal-bara’ (loyalitas dan anti loyalitas dalam Islam).
Memang ada beberapa kalangan yang menganggap boleh bagi kaum muslimin untuk mengucapkan selamat Natal, dengan alasan sebagai wujud toleransi. Namun hal ini tidak benar, karena dapat merusak akidah Islam seorang muslim.
Berikut adalah beberapa alasan kaum muslimin dilarang ikut mengucapkan selamat natal:
Mengakui Keyakinan yang Bertentangan dengan Tauhid
Tauhid merupakan prinsip utama dalam Islam yang menegaskan keesaan Allah subhanahu wa ta’ala. Ini bisa kita ketahui dalam syahadat laa ilaha illa Allah (tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah).
Sementara Natal dipahami sebagai ibadah yang memiliki unsur berbeda dalam hal konsepsi ketuhanan serta penyembahan.
Seperti konsep trinitas dan penyembahan terhadap Yesus, yang mana Islam meyakini itu adalah nabi Isa ‘alaihis salam. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surah Maryam ayat 88 sampai 92 yang berbunyi;
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَٰوَٰتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ ٱلْأَرْضُ وَتَخِرُّ ٱلْجِبَالُ هَدًّا أَن دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا وَمَا يَنبَغِى لِلرَّحْمَٰنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا
Artinya: “Dan mereka berkata, ‘Allah Yang Maha Pengasih mempunyai anak.’ Sungguh, kamu telah membawa sesuatu yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karenanya, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menganggap (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak. Tidak layak bagi Allah Yang Maha Pengasih mempunyai anak.”
Ayat ini menunjukkan kecaman terhadap anggapan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki anak, seperti yang mereka yakini dalam doktrin kelahiran Yesus sebagai anak tuhan dalam perayaan Natal.
Oleh karena itu, seorang muslim tidak seharusnya melakukan sesuatu yang berarti mendukung keyakinan tersebut.
Maka hukum pengucapan selamat Natal bagi umat muslim adalah haram dan harus menolak. Dari Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Ahkam Ahli Adz-Dzimmah halaman 154 yaitu,
وَأَمَّا التَّهْنِئَةُ بِشَعَائِرِ الْكُفْرِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِمْ فَحَرَامٌ بِالِاتِّفَاقِ بَيْنَ الْعُلَمَاءِ
Artinya: “Adapun memberi ucapan selamat (tahniah) pada syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir, hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama’).”
Tasyabbuh (Menyerupai Non-Muslim)
Salah satu penerapan al-wala’ wal-bara’ dalam Islam adalah tidak tasyabbuh dengan non muslim. Tidak boleh menyerupai kebiasaan atau tradisi yang menjadi kekhasan agama mereka, sehingga bisa mencerminkan sikap meniru atau ikut-ikutan.
Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yaitu:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka,” (HR Abu Dawud).
Perayaan Natal dalam praktiknya melakukan ibadah berupa ke gereja, kebaktian, dan sebagainya yang berbeda dalam keyakinan Islam.
Maka kita sebagai umat muslim tidak boleh mengikutinya dalam bentuk apapun. Baik ikut serta dalam perayaannya, mengenakan atribut kekhasan mereka, atau sekedar ucapan selamat kepada mereka.
Larangan ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sampaikan dalam haditsnya, yang berbunyi:
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ
Artinya: “Janganlah kalian mendahului mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani,” (HR Muslim).
Mengucapkan selamat Natal itu sama halnya dengan mengucapkan salam, karena salam berarti mendoakan selamat.
||BACA JUGA : Santet dalam Pandangan Islam: Hukum dan Dalil yang Perlu Diketahui
Memperkuat Kemungkaran
Memberi ucapan selamat pada perayaan yang bertentangan dengan Islam, dapat berarti mendukung atau memperkuat keyakinan yang tidak sesuai dengan syariat.
Sementara keyakinan mereka bagi Islam adalah suatu kemungkaran, yang Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan untuk menjauhinya. Dalam surah Al-Maidah ayat 2, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.”
Ayat ini melarang seorang muslim untuk membantu atau mendukung perbuatan dosa atau pelanggaran terhadap syariat.
Memberi ucapan selamat pada perayaan agama lain, termasuk suatu bentuk tolong-menolong dalam memperkuat syiar agama, yang bertentangan dengan Islam.
Menjaga Kemurnian Akidah
Islam menempatkan akidah sebagai pondasi utama kehidupan seorang muslim. Akidah yang lurus, yaitu keyakinan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sebagai satu-satunya tuhan merupakan inti dari keimanan seorang muslim.
Oleh karena itu, segala sesuatu yang berpotensi mengaburkan atau merusak akidah harus kita hindari.
Mengucapkan selamat pada perayaan agama lain, seperti Natal adalah salah satu tindakan yang dapat mencederai kemurnian akidah.
Sebab, ucapan tersebut memiliki arti mendalam yang melibatkan pengakuan terhadap syiar agama lain, terutama keyakinan yang bertentangan dengan prinsip tauhid.
Sikap Toleransi yang Dapat Seorang Muslim Lakukan
Seorang muslim dapat menjalankan toleransi yang benar sesuai dengan ajaran Islam, tanpa melanggar prinsip-prinsip akidah.
Kita dapat berlaku baik kepada non muslim hanya dalam bermuamalah yang bersifat duniawi.
Namun dalam perkara akidah, seorang muslim wajib berhati-hati dan menerapkan sikap al-wala’ wal-bara’. Yaitu sikap loyal kepada Islam dan kaum muslimin, serta sikap berlepas diri dari kekufuran dan orang-orang kafir (non muslim).
Kesimpulan
Seorang muslim haram atau tidak boleh mengucapkan selamat Natal dan segala bentuk dukungan yang membantu memeriahkan, serta memperkuat syiar agama mereka. Sebab, hal ini bertentangan dengan ajaran Islam.
Sikap toleransi yang boleh dalam Islam adalah hanya perkara yang bersifat muamalah duniawi seperti jual-beli, bekerja sama dalam kebaikan, dan membalas kebaikan mereka.
Namun dalam perkara akidah, seorang muslim harus menerapkan sikap mengingkari serta berlepas diri dari mereka dan kekufuran mereka.
Semoga tulisan ini dapat memahamkan dan bermanfaat bagi kita semua, aamiin.
Wallahu A’lam
Oleh Aisya Qolbyhaq