Tokoh & Sejarah

Ibnu al-Nafis: Pionir Kedokteran dengan Pandangan Revolusioner

TSIRWAH INDONESIA – Ibnu al-Nafis, seorang ilmuwan muslim yang hidup pada abad ke-13, dikenal sebagai pelopor dalam bidang kedokteran. 

Bernama lengkap Ala al-Din Abu al-Hasan Ali ibn Abi-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi, Ia lahir di Damaskus sekitar tahun 1213. Ia adalah seorang dokter, penulis, dan ahli hukum Islam karyanya terhadap ilmu kedokteran modern, terutama di bidang anatomi dan fisiologi.

Penemuan terbesar Ibnu al-Nafis adalah pemahaman tentang sirkulasi paru-paru atau sirkulasi kecil. Sebelum penemuannya, teori kedokteran yang dominan berasal dari Galen, seorang dokter Yunani kuno menyatakan, “Darah berpindah dari satu sisi jantung ke sisi lainnya melalui lubang-lubang kecil di dalam septum jantung.”

Ibnu al-Nafis menolak teori ini setelah mengamati bahwa septum tidak memiliki lubang-lubang yang cukup untuk dilalui darah. Ia menjelaskan bahwa darah dari ventrikel kanan harus melewati paru-paru untuk kemudian mencapai ventrikel kiri. 

Dalam proses ini, darah akan bercampur dengan udara dan menyerap oksigen dari paru-paru sebelum diteruskan ke seluruh tubuh. 

Penjelasannya menjadi landasan bagi teori sirkulasi darah yang lebih canggih, dan pemahamannya tentang fungsi paru-paru merupakan dasar bagi fisiologi modern. 

Pemikirannya menjadi sangat penting, sekitar tiga abad kemudian, ilmuwan Barat seperti William Harvey mulai mengembangkan teori sirkulasi darah penuh, yang mengakui dan memperluas konsep beliau.

BACA JUGA: Biografi Fatima al-Fihri: Muslimah Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Selain teori sirkulasi, Ibnu al-Nafis juga menghasilkan karya besar lainnya, seperti buku Al-Shamil fi al-Tibb, buku yang berisi tentang kedokteran. 

Buku ini mencakup segala hal mulai dari anatomi, fisiologi, farmakologi, hingga pengobatan penyakit dan menjadi menjadi sumber rujukan. 

Ibnu al-Nafis juga dikenal karena perspektifnya yang etis dalam kedokteran. Ia memandang bahwa dokter memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kesehatan pasien dan tidak sekadar mengejar keuntungan. 

Pemikirannya ini mencerminkan nilai-nilai Islam yang mengedepankan kasih sayang dan kemanusiaan dalam praktik medis. Pandangan revolusionernya menjadi inspirasi bagi banyak dokter dan peneliti setelahnya.

Ibnu al-Nafis tidak menerima pengakuan yang setara dengan ilmuwan Eropa, kontribusinya yang luar biasa terhadap ilmu kedokteran modern akhirnya diakui. 

Para sejarawan menyebut Ibnu al-Nafis sebagai “pelopor fisiologi pernapasan,” melahirkan pemahaman baru tentang anatomi dan sirkulasi darah. Penemuannya membantu membangun dasar bagi ilmu kedokteran yang berkembang pesat di era modern.

Wallahu A’lam
Oleh Rahayu Aswinani Siregar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator