Fiqih & AkidahHikmah & Wawasan

Inilah Cara Tauhid dalam Membentuk Renaissance, Simak

TSIRWAH INDONESIA Renaissance juga dikenal sebagai era kebangkitan, merupakan periode yang ditandai dengan pengetahuan modern dan perkembangan seni yang pesat. Salah satu faktor paling berpengaruh terhadap penemuan-penemuan ilmiah pada masa renaissance adalah konsep tauhid. 

Kaitan antara tauhid dalam sejarah renaissance dan kemajuan ilmu pengetahuan sangatlah signifikan. Oleh karena itu, pemahaman akan konsep tauhid dalam sejarah renaissance begitu penting bagi umat Islam, untuk memahami bagaimana nilai-nilai agama dapat memberikan dorongan positif bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ilmu tauhid menurut Ibnu Khaldun adalah penjelasan tentang prinsip-prinsip keyakinan dalam agama dengan menggunakan argumen rasional dan menolak praktik bid’ah. Ilmu tauhid juga dikenal sebagai ilmu ushul (landasan agama) atau ilmu aqidah. 

Tauhid merupakan keyakinan akan keesaan Allah subhanahu wa ta’ala, yang menunjukkan kekuatan keyakinan bahwa tuhan hanya ada satu yaitu Allah SWT. 

Baca Juga: 6 Cara Memperbarui Keimanan agar Tidak Usang, Simak

Prinsip tauhid dan relevansinya dengan pengembangan pengetahuan berdasarkan tinjauan ideologi tauhid secara garis besar bergantung pada tiga paradigma utama, yaitu: sekuler, sosialis, dan Islam. 

Pentingnya ketiga paradigma tersebut adalah agama sebagai landasan dan pengatur kehidupan. Pengetahuan tentang alam semesta merupakan hasil dari tindak kreatif ilahi. 

Hal ini membentuk pemahaman tentang hubungan antara tuhan dan dunia, pencipta dan ciptaan, atau prinsip ilahi dengan manifestasi kosmik. Ini merupakan hal yang paling mendasar dari persatuan antara sains dan pengetahuan spiritual. Seperti yang terdapat dalam salah satu dalil Al-Quran surat Al-‘Alaq ayat 1, 2, dan 5:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!”

خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ

Artinya: “Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.”

عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

Artinya: “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Menunjukkan bahwa manusia secara alami diwajibkan untuk mencari pengetahuan, terutama ketika Allah SWT menunjukkan Al-Quran dan pengetahuan di hadapan mereka.

Konsep teoritis atau praktis yang dikembangkan dan digali seharusnya tidak hanya berhenti pada sebuah fakta, tetapi juga meneliti makna yang lebih dalam dari fakta tersebut. 

Hal ini dilakukan dengan menganalisis setiap pernyataan fisika untuk mengungkapkan makna rohani, atau metafisika yang sesuai dengan salah satu dalil Al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 79 berikut ini:

مَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّؤْتِيَهُ اللّٰهُ الْكِتٰبَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُوْلَ لِلنَّاسِ كُوْنُوْا عِبَادًا لِّيْ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلٰكِنْ كُوْنُوْا رَبَّانِيّٖنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ ۙ

Artinya: “Tidak sepatutnya seseorang diberi Alkitab, hukum, dan kenabian oleh Allah, kemudian dia berkata kepada manusia, ‘Jadilah kamu para penyembahku, bukan (penyembah) Allah,’ tetapi (hendaknya dia berkata), ‘Jadilah kamu para pengabdi Allah karena kamu selalu mengajarkan kitab dan mempelajarinya!’.” 

Inilah prinsip yang dipegang teguh oleh para intelektual Muslim selama periode renaissance. Salah satu cendekiawan yang karyanya paling terkenal adalah Abu Hamid al-Ghazali, yang menulis Ihya Ulumuddin, sebagai contoh yang sangat penting dalam menggabungkan ilmu filsafat dan sains untuk mengungkap makna rohani dan metafisika. 

Karyanya sangat dihargai oleh umat Islam maupun non-Islam. Bahkan Tokoh-tokoh ilmiah berikutnya, seperti Thomas Aquinas dan Blaise Pascal, juga sangat dipengaruhi oleh karya beliau.

Beberapa cerita lain yang terdokumentasi dalam sejarah, Geber, atau yang sebenarnya bernama Zabir Ibnu Aflah, melakukan pengukuran posisi benda langit dan menyoroti kecacatan dalam sistem ptolemaeus.

Abu Ishak Nuruddin al-Bitruji, yang dikenal dengan nama Latin Alpetraguis, berupaya memperbaiki ketidaksesuaian dalam sistem ptolemaeus dalam karyanya tentang teori fisika planet.

Kemudian, Copernicus muncul dengan teorinya tentang heliosentris. Sistem ptolemaeus akhirnya digugurkan. Dalam karyanya De Revolutionibus Orbium Clestium, ia mengakui keberhasilan Az-Zarqali dan al-Battani.

Pada puncak kejayaan Islam, bidang kimia dikembangkan melalui eksperimen dan percobaan, menggantikan penemuan zaman Yunani yang didasarkan pada spekulasi semata. Salah satu tokoh terkemuka dalam sejarah ini adalah Jabir bin Hayyan at-Tusi dan Zakaria al-Razi, yang juga dikenal sebagai Gaber dan Rhazes di Eropa.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban modern telah mengalami pertumbuhan yang cepat sejak periode transisi tersebut, yang ketika itu Islam telah menjadi pionir dalam transformasi budaya dari zaman kegelapan yang dipenuhi dengan kebodohan, perbudakan, penindasan, menuju zaman pencerahan (renaissance) yang dicirikan oleh penggunaan penalaran dan pemikiran ilmiah. Pada masa itu, banyak karya tulis yang dihasilkan oleh ilmuwan dan ulama Islam.

Baca Juga: Menguak 3 Tahapan Menuju Kesempurnaan Iman, Simak

Dalam Buku metrapolis universalis karya Eko Laksono, terdapat pembahasan tentang kebangkitan Bangsa Eropa dari yang terbelakang hingga mendominasi dunia dalam banyak sektor seperti sekarang. Hal tersebut tidak lain adalah renaissance.

Kunci dari kebangkitan Eropa dari masa kemiskinan dan ketertinggalan menuju penguasa dunia pada zaman renaissance bukan patung yang begitu indah, Lukisan bersejarah Mona Lisa, ataupun Pieta.

Kunci utama dari renaissance adalah penelusuran yang luas terhadap pemikiran canggih zaman klasik yang dilakukan di perpustakaan Eropa. Renaisans menciptakan revolusi besar dalam kapasitas kecerdasan di Eropa.

Sebuah contoh dari penerapan pola renaissance dalam sejarah dapat dilihat ketika armada Amerika (dibawah komodor Ferry) pertama kali mendarat pada Juli 1853, ilmu pengetahuan dan teknologi Jepang masih tertinggal ratusan tahun. Namun, kemudian Jepang melakukan revolusi pembelajaran yang besar, menyerap semua ilmu pengetahuan dan teknologi terbaik dari Barat. 

Mereka mendatangkan para ahli pendidikan dan teknologi terkemuka dari Barat ke Jepang, serta mengirimkan warganya yang paling berbakat ke berbagai belahan dunia untuk menyerap pengetahuan dan teknologi yang ada. Sebuah upaya dalam mengubah bangsanya menjadi terdepan, yang saat ini diakui di seluruh penjuru dunia.

Dengan mengikuti pola renaissance, bangsa Indonesia tentu saja memiliki potensi untuk menjadi bangsa yang mendominasi seperti Eropa dan Jepang, bahkan melampaui kedua negara tersebut, dengan langkah pertama menormalisasikan literasi dalam skala besar.

Pemahaman hubungan yang kompleks antara tuhan, manusia, dan alam semesta telah menjadi suatu kesadaran yang sangat penting bagi para pendidik dalam upaya mereka untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

Itulah cara tauhid dalam membentuk era renaissance, semoga menjadi inspirasi umat Islam yang ada di dunia, aamiin.

Wallahu alam 
Oleh Nafisa Qonita

Editor: Muhammad Agus

Alumni Ponpes As'adiyah, Saat ini menempuh strata 1 di STKQ Al-Hikam Depok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator