Fiqih & AkidahHikmah & Wawasan

Istisqa: Sholat Meminta Hujan, Berikut Pedomannya

TSIRWAH INDONESIA – Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Selain untuk pertanian atau perkebunan juga untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti mandi, mencuci dan untuk konsumsi.

Tidak terbayang bagaimana kehidupan tanpa air. Kemarau yang berkepanjangan telah membuat kekeringan dan bencana di mana-mana. Islam mengajarkan umatnya untuk memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan melaksanakan sholat Istisqa.

Pengertian Istisqa

Secara bahasa, asal kata Istisqa adalah saqaa (سقى). Di dalam kamus Lisanul Arab, kata Istisqa bermakna meminta air (طلب السقيا).

Secara istilah syariat, Istisqa bermakna ibadah sholat yang secara khusus dilakukan agar Allah SWT segera menurunkan air hujan. Sholat ini dilakukan bila terjadi kemarau berkepanjangan yang mengakibatkan keringnya sumber-sumber air, mati tanaman, hewan kehausan dan manusia kesusahan.

Dalil Pensyariatan

Sholat Istisqa adalah sholat yang disyariatkan dalam agama Islam dan pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana tercantum dalam Al-Quran surat Nuh ayat 10-12:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا

Artinya: “Maka aku katakan kepada mereka, ‘mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai’.”

Terdapat banyak hadits yang menceritakan bagaimana dahulu Rasulullah SAW mengerjakan sholat Istisqa dan berdoa minta diturunkan hujan, yaitu diantaranya:

عَنْ عَائِشَةَ  قَالَتْ: شَكَا النَّاسُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ  قُحُوطَ الْمَطَرِ فَأَمَرَ بِمِنْبَرٍ فَوُضِعَ لَهُ فِي المُصَلَّى وَوَعَدَ النَّاسَ يَوْمًا يَخْرُجُونَ فِيهِ فَخَرَجَ حِينَ بَدَا حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَعَدَ عَلَى المِنْبَرِ فَكَبَّرَ وَحَمِدَ اللَّهَ

Artinya:“Dari Aisyah berkata bahwa orang-orang datang mengadu kepada Rasulullah SAW atas tidak turunnya hujan (kemarau). Maka beliau memerintahkan orang-orang untuk menyiapkan mimbar pada tempat shalat (mushalla) dan berkumpul pada hari yang ditentukan. Beliau kemudian keluar rumah tatkala mahatari terik dan duduk di mimbar kemudian bertakbir dan memuji Allah,” (HR Abu Dawud).

Hukum Sholat Istisqa Menurut Empat Madzhab

1. Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah

Imam Ar-Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj jilid 2 halaman 402 menjelaskan bahwa Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah menyebutkan bahwa hukumnya sunnah muakkadah. Pendapat ini juga didukung oleh Muhammad bin Al-Hasan, ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah.

2. Al-Hanafiyah

Pendapat Al-Hanafiyah menetapkan bahwa yang menjadi sunnah muakkadah hanyalah doa Istisqa saja, sedangkan sholatnya hukumnya jaiz (boleh).

3. Al-Malikiyah

Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitab Al-Mughni jilid 2 halaman 283 menjelaskan bahwa mazhab Al-Malikiyah mempunyai tiga hukum yang berbeda terkait dengan sholat Istisqa ini.

a. Sunnah Muakkadah (dianjurkan)

Hukum sholat ini menjadi sunnah muakkadah yaitu bila dalam keadaan kekeringan yang mengakibatkan penderitaan berkepanjangan, di mana kekeringan ini langsung dirasakan oleh orang-orang yang bersangkutan.

b. Mandub (sunah)

Hukum sholat Istisqa ini menjadi mandub, yaitu bagi mereka yang tidak secara langsung mengalami kekeringan, lalu mereka mendoakan buat saudara-saudara mereka yang sedang dilanda kekeringan dengan cara menjalankan sholat Istisqa.

c. Jaiz (boleh)

Hukum sholat Istisqa ini menjadi jaiz atau boleh, yaitu buat mereka yang tidak dilanda kekeringan yang sangat, bahkan sudah ada curah hujan. Hanya saja curah air hujan itu dirasa masih kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup mereka.

Jenis-jenis Istisqa

Menurut Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, dalam kitabnya Nihayah al-Zain halaman 111, dan Syaikh Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim al-Kaf dalam kitabnya al-Taqrirat al-Sadidah halaman 350, mereka menjelaskan Istisqa bisa dilakukan dengan tiga cara:

Pertama, dengan berdoa agar segera diberi hujan, baik sendirian maupun berjamaah. Istisqa jenis pertama ini tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.

Kedua, berdoa meminta hujan setelah sholat, baik sholat sunnah maupun sholat fardhu, semisal setelah khutbah Jumat, khutbah sholat hari raya, dan sebagainya. Istisqa jenis kedua ini tidak berbeda dengan yang pertama, namun doa yang dipanjatkan lebih khusus dilakukan setelah sholat dengan segala jenisnya.   

Ketiga, dengan bertaubat, puasa dan sholat Istisqa. Cara yang ketiga ini adalah cara yang paling utama, karena telah diamalkan oleh nabi, sahabat, tabi’in dan generasi ulama setelahnya.

Tata Cara Sholat Istisqa

1.       Shalat dua rakaat dengan niat istisqa. Lafal niatnya adalah sebagai berikut: 

أُصَلِّي سُنَّةَ اْلِاسْتِسْقَاءِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ إِمَامًا/مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatal Istisqai rak’ataini mustaqbilal kiblati (imaaman/ma’muman) lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku sengaja sholat sunnah minta hujan dua rakaat, menghadap kiblat (sebagai imam/ makmum) karena Allah ta’ala.”

2.       Tata cara sholat istisqa mirip seperti sholat id. Pada rakaat pertama, takbir tujuh kali sebelum membaca surat Al-Fatihah. Pada rakaat kedua, takbir lima kali sebelum membaca surat Al-Fatihah.

3.      Khutbah dua kali (tapi boleh juga sekali) setelah sholat. Khutbah ini boleh dilakukan sebelum sholat tetapi tidak utama, sebaiknya dilakukan setelah sholat seperti halnya sholat id. Rukun khutbah sama seperti rukun khutbah pada umumnya.

Dalam khutbah Istisqa dianjurkan khatib mengajak jamaah untuk bertaubat dan meminta ampun atas segala dosa serta memperbanyak istighfar.

Tiap mengakhiri khutbah, baik pertama maupun kedua, khatib disunnahkan membaca doa, dengan cara membalikkan badan dan membelakangi jamaah untuk menghadap kiblat. Kemudian menukar posisi selendang sorban di pundaknya, seraya mengangkat kedua tangan.

Doa Istisqa

Versi Pertama

Doa ini diucapkan Rasulullah ketika seorang laki-laki datang ke masjid dan Rasulullah SAW sedang berkhutbah, kemudian ia minta supaya Rasulullah SAW berdoa sebanyak tiga kali sebagaimana hadist berikut ini:

اللَّهُمَّ أَغِثْناَ اللَّهُمَّ أَغِثْناَ اللَّهُمَّ أَغِثْنَا

Artinya:“Ya Allah tolonglah kami, tolonglah kami, tolonglah kami,” (HR Bukhori).

Versi Kedua

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا مَرِيئًا طَبَقًا مَرِيعًا غَدَقًا عَاجِلاً غَيْرَ رَائِثٍ

Artinya:“Ya Allah berilah kami hujan yang menolong, menyegarkan tubuh dan menyuburkan tanaman dan segera tanpa ditunda-tunda,” (HR Abu Dawud).

Versi Ketiga

Rasulullah SAW ketika dalam Istisqa membaca doa sebagaimana hadist berikut ini:

 اللَّهُمَّ اسْقِناَ اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا

Artinya:“Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, ya Allah turunkanlah hujan kepada kami,” (HR Bukhori).

Versi Keempat

Di antara doa yang dibaca Rasulullah SAW ketika Istisqa sebagaimana hadist berikut ini:

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

Artinya:“Ya Allah turunkanlah hujan disekitar kami, bukan pada kami. Ya Allah berilah hujan ke dataran tinggi, pegunungan, anak bukit, dan lembah serta di tempat tumbuhnya pepohonan,” (HR Bukhori dan Muslim).

Versi Kelima

Di antara doa yang dibaca Rasulullah SAW ketika Istisqa sebagaimana hadist berikut ini:

اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا مَرِيئًا مَرِيعًا نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ قَالَ فَأَطْبَقَتْ عَلَيْهِمْ السَّمَاءُ

Artinya:“Ya Allah berilah kami hujan yang menolong. Menyegarkan tubuh, dan menyuburkan tanaman, bermanfaat dan tidak membahayakan dengan segera tanpa ditunda-tunda,(HR Abu Dawud).

Demikianlah penjelasan sholat Istisqa beserta pedomannya. Mari bersama-sama berikhtiar agar negeri kita segera diberi hujan, keberkahan dan rahmat-Nya, aamiin.

Wallohu A’lam
Oleh Aryan Andika

Editor: Dewi Anggraeni, S.Hum

Aktivis dakwah, jurnalis, interpersonal skill, tim work, content creator, dan emotional management.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator