Istri Rasul Keturunan Yahudi, Inilah Biografi Shafiyyah binti Huyay
TSIRWAH INDONESIA – Pernikahan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memiliki banyak hikmah dan pelajaran bagi umat Islam. Dari semua pernikahan Rasul, setiap istri tentu memiliki latar belakang dan cerita yang berbeda.
Rasulullah SAW tidak hanya menikah dengan wanita Islam-Arab saja. Ada salah satu istri Rasul yang merupakan keturunan Yahudi.
Jika kebanyakan kisah menceritakan tentang permusuhan Yahudi terhadap islam, maka kisah pernikahan Rasul dengan Shafiyyah binti Huyay menjadi hal yang berbeda.
Pernikahan ini seolah menjadi angin segar di tengah pengkhianatan yang baru dilakukan oleh kaum Yahudi Madinah. Ternyata tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada orang Yahudi yang bersedia menerima kebenaran.
Untuk mengenal lebih jauh sosok istri Rasul keturunan Yahudi ini serta mengetahui sekilas kisah rumah tangganya dengan Rasulullah SAW, berikut penjelasannya.
Biografi Shafiyyah binti Huyay
Dikutip dari buku 36 Perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah Saw karya Muhammad al Quthb, Shafiyyah binti Huyay merupakan seorang Yahudi dari Bani Nadir. Dia merupakan putri dari pemimpin kabilah, Huyay bin Akhtab. Bani Nadir sendiri merupakan salah satu dari tiga kabilah Yahudi terbesar di Madinah.
Ibunya bernama Barah binti Syamuel. Seorang Yahudi yang memiliki garis nasab sampai kepada Nabi Harun alaihissalam.
Shafiyyah pernah menikah dengan seorang Yahudi dari Bani Khuzaimah bernama Salam bin Misykam. Pernikahan tersebut tidak berlangsung lama. Kemudian, dia menikah dengan Kinanah bin Abi Rabi’ bin Abi al-Huqaiq, seorang Yahudi penguasa benteng Khaibar.
Baca Juga: Biografi 13 Istri Rasulullah, Berikut Penjelasannya
Pernikahan Rasulullah SAW dengan Shafiyyah binti Huyay
Pernikahan Rasul SAW dengan Shafiyyah terjadi setelah Perang Khaibar. Perang Khaibar merupakan perang yang terjadi antara umat Muslim dengan koalisi kabilah Yahudi di benteng Khaibar. Perang ini terjadi pada tahun 7 H.
Adanya dendam di hati orang Yahudi akibat kekalahan di beberapa perang sebelumnya antara islam dan Yahudi menjadi sebab yang melatarbelakangi perang ini.
Meski telah berkoalisi dengan kabilah-kabilah Yahudi terkuat serta didukung oleh banyaknya pasukan, pada akhirnya mereka tetap mengalami kekalahan.
Para laki-laki Yahudi dihukum dan wanita serta anak-anak menjadi tawanan perang. Salah satu yang menjadi tawanan perang adalah Shafiyyah binti Huyay.
Setelah kematian ayahnya di Perang Bani Quraizah sebelumnya, Shafiyyah harus menghadapi lagi kenyataan bahwa suaminya harus terbunuh di Perang Khaibar.
Dalam buku Sirah Nabawiyyah karya Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dikatakan bahwa setelah perang berakhir, Dihyah bin Khalifah al-Kalbi mendatangi Rasul SAW dan meminta izin untuk memilih seorang tawanan wanita.
Setelah diberi izin, Dihyah pun memilih Shafiyyah. Pilihan Dihyah itu ternyata menyebabkan kontra di kalangan sahabat.
Salah seorang sahabat datang kepada Rasul SAW dan mengatakan, “wahai nabi Allah, apakah engkau hendak menyerahkan Shafiyyah binti Huyay, putri pemimpin Bani Quraizah dan Bani Nadir kepada Dihyah? Shafiyyah hanya pantas milik engkau.”
Setelah itu, Rasul SAW memanggil Dihyah dan Shafiyyah kemudian berkata kepada Dihyah untuk mencari tawanan lain.
Rasulullah SAW pun memberi tawaran kepada Shafiyyah. Pertama, Shafiyyah masuk islam dan menikah dengan Rasul. Kedua, dia menjadi tawanan perang dan tetap pada agama Yahudi. Ketiga, dia kembali ke keluarganya sebagai seorang merdeka.
Berdasarkan pilihan tersebut, Shafiyyah memilih opsi yang pertama. Pernikahan terjadi di sebuah tempat bernama Ash-Sahbah’ saat perjalanan pulang menuju Madinah.
Rasulullah SAW pernah melihat tanda kehitam-hitaman di mata Shafiyyah dan menanyakan dari mana tanda itu berasal. Shafiyyah menjawab, “ketika menikah dengan Kinanah bin Abi al-Huqaiq, aku bermimpi seakan-akan matahari turun hingga jatuh dalam dadaku. Lalu aku menceritakan hal itu kepada suamiku, tetapi dia malah menamparku dengan tamparan keras seraya berkata, ‘kamu berharap menjadi istri raja bangsa Arab?’.”
Tantangan Shafiyyah sebagai Istri Rasul Keturunan Yahudi
Selama perjalanan pernikahannya, Shafiyyah radhiyallahu ‘anha kadang mendapat kecemburuan dari istri-istri yang lain. Aisyah RA pernah berkata kepada Rasulullah SAW, “cukup engkau berkata tentang Shafiyyah seperti ini dan itu, ia itu wanita yang pendek.” Rasul pun bersabda:
لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ
Artinya: “Sungguh engkau telah mengatakan suatu perkataan yang andai saja tercampur dengan air laut, kalimat itu akan mengotorinya,” (HR. Tirmidzi).
Pada waktu yang lain, Shafiyyah RA pernah menangis karena disebut anak keturunan Yahudi oleh Hafsah RA dan Aisyah RA Rasulullah SAW kemudian menenangkan Shafiyyah RA dengan berkata, “mengapa tidak kamu jawab mereka, ‘bagaimana kalian lebih baik dari aku, sementara suamiku adalah Muhammad, ayahku adalah Harun AS dan pamanku adalah Musa AS?’.”
Menjadi seorang istri yang berasal dari kabilah penentang Islam tentu tidak mudah.
Darah Yahudi yang mengalir di tubuh Shafiyyah RA acapkali menyebabkan keraguan banyak orang akan keislamannya. Bahkan, setelah Rasul SAW wafat, suara miring terhadap dirinya masih sering terjadi.
Suatu waktu budak perempuan Shafiyyah RA mengadu kepada Umar bin Khattab, “Shafiyyah menyenangi hari Sabtu dan masih berhubungan dengan orang-orang Yahudi.”
Kemudian, Umar mengonfirmasi hal tersebut. Shafiyyah pun menjawab, “pada hari sabtu, sungguh aku tidak mengagungkannya lagi setelah Allah menggantinya dengan hari Jumat. Adapun orang-orang Yahudi, aku banyak mempunyai kerabat di sana karena aku berasal dari sana.”
Baca Juga: Nasab Nabi Muhammad sampai Nabi Ismail: Shahihkah Datanya, Berikut Ulasan dan Hukum Mengetahuinya
Kesimpulan
Shafiyyah binti Huyay adalah seorang istri Rasul yang terkenal jujur dan dermawan. Dia juga merupakan sosok yang cerdas dan berparas cantik.
Shafiyyah wafat pada tahun 52 H di masa kekhalifahan Muawiyah bin Abi Sufyan. Ia dimakamkan di Baqi’ bersama ummahatul mukminin yang lain.
Itulah biografi singkat dan sedikit kisah tentang istri Rasul keturunan Yahudi, Shafiyyah binti Huyay. Mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut.
Wallahu A’lam
Oleh Sania Afifah Nuraisyah