Hikmah & Wawasan

Mabadi Asyrah: 10 Prinsip Dasar Sebuah Ilmu

TSIRWAH INDONESIA – Mabadi asyrah merupakan prinsip-prinsip dasar dari disiplin ilmu yang penting diketahui oleh pelajar sebelum mempelajari suatu cabang ilmu.

Pada dasarnya setiap fan ilmu memiliki prinsip-prinsip dasar yang menjelaskan secara umum mengenai cabang ilmu tersebut.

Secara bahasa, kata mabadi merupakan bentuk plural dari kata mabda’ yang bermakna prinsip, aturan, atau dasar. Sedangkan asyrah adalah jumlah sepuluh.

Maka dapat dipahami bahwa mabadi’ asyrah adalah sepuluh prinsip-prinsip dasar yang menggambarkan secara umum sebuah cabang ilmu.

Sepuluh prinsip dasar ilmu ini menjelaskan hal-hal yang berkaitan erat dengan suatu ilmu tersebut, agar seorang pelajar mengetahui gambaran ilmu yang akan dipelajari secara umum.

Konsep sepuluh prinsip dasar ini disebutkan oleh Muhammad bin Ali al-Shabban dalam kitabnya yang berjudul Hasyiyah Ash- Shabban ‘ala Syarh As-Sulam li Al-Mawali sebagaimana berikut:

إِنَّ مَبَادِي كُلِّ فَنٍّ عَشرَةْ           الحَدُّ وَالمَوْضُوْعُ  ثُمَّ الثَّمره

وَنِسْبَةٌ وَفَضْلُهُ وَالوَاضِعُ           وَالاسْمُ الاِسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشَّارِعُ

مَسَائِلُ وَالبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَى وَمَنْ دَرَى الجَمِيْعَ حَازَ الشَّرَفَا

Artinya: “Sesungguhnya prinsip dasar dalam setiap disiplin ilmu itu ada sepuluh, yaitu: definisi atau pengertian, objek pembahasan, hasil atau manfaat,  hubungan dengan ilmu lain, keutamaan, perintis,  penamaan, sumber landasan, hukum mempelajari, pokok-pokok masalah yang dikaji, lalu sebagian (ulama) mencukupkan dengan sebagian saja, dan siapa yang menguasai semuanya akan meraih kemuliaan.”

Terdapat redaksi lain dari Abu al-Abbas Ahmad al-Maqri at-Tilmisani melalui gubahan syair yang terdapat dalam risalahnya, idhaah ad-Dujnah fi I’tiqad Ahl as-Sunnah sebagaimana berikut:

مَنْ رَامَ فَنًّا فَلْيُقَدِّمْ أَوَّلَا       عِلْماً بِحَدِّهِ وَمَوْضُوْعٍ تَلَا

وَوَاضِعٍ وَنِسْبَةٍ وَمَا اسْتَمَدّْ      مِنْهُ وَفَضْلِهِ وَحُكْمٍ يُعْتَمَدْ

وَاسْمٌ وَمَا أَفَادَ وَالمَسَائِلِ      فَتِلْكَ عَشْرٌ لِلمُنَى وَالسَّائِلِ

وَبَعْضُهُمْ مِنْهَا عَلَى البَعْضِ اقْتَصَرْ  وَمَنْ يَكُنْ يَدْرِي جَمِيْعَهَا انْتَصَرْ

Artinya: “Siapa pun yang ingin belajar satu (fan) disiplin ilmu, hendaknya ia mengerti terlebih dahulu definisi dan objek pembahasannya. Pun juga kenal dengan pencetus ilmu itu, sumber dan juga keterkaitannya dengan ilmu lain. Keistimewaan serta hukum mempelajari dan mengajarkannya juga patut diketahui. Sebutan nama dan materi pembahasannya juga tidak boleh diabaikan begitu saja. Sepuluh dasar tersebut akan memudahkan tercapainya keinginan menguasai ilmu itu serta memberi gambaran singkat bagi siapa pun yang penasaran maupun bertanya. Namun sejumlah pelajar hanya tahu sebagiannya saja. Padahal mengetahui keseluruhan sepuluh itu sangat membantu.”

Terkait rinciannya penulis mengutip dari penjelasan Ustadz Agung Saputro, Lc dalam kanalnya Ushuluddin Cairo, sebagaimana berikut:

Seorang pelajar hendaknya memahami definisi atau pengertian ilmu yang akan dipelajari dengan jelas, sehingga bisa menentukan batas-batasan pengertiannya.

Mengetahui objek pembahasan sebuah ilmu artinya seorang penuntut ilmu mengerti apa saja yang sekiranya akan dipelajari dan menjadi titik fokus saat mempelajari ilmu tersebut.

Hasil atau manfaat adalah seorang pelajar mengetahui manfaat dari mempelajari ilmu tersebut. Karena seorang pelajar yang tidak mengetahui hasilnya berpotensi tidak bersungguh-sungguh dalam belajar.

Pelajar yang tidak mengetahui hasilnya diibaratkan dengan orang bodoh yang menyibukkan diri dengan sesuatu pekerjaan dan tidak dikerjakan dengan baik.

Penuntut ilmu perlu mengetahui hubungan atau keterkaitan antara ilmu yang akan dipelajari dengan ilmu yang lainnya. Karena barangkali ilmu yang akan dipelajari masih memiliki ilmu dasar lainnya.

Apabila mendapatkan keterkaitan ilmu yang lebih dasar, maka perlu mendahulukan ilmu yang lebih dasar tersebut.

Menjelaskan keutamaan, keunggulan, dan keistimewaan suatu ilmu yang akan dipelajari adalah untuk menguatkan motivasi belajar seorang penuntut ilmu apabila di kemudian hari ia menjadi jenuh.

Peletak dasar yang dimaksud adalah orang yang pertama kali merumuskan ilmu tersebut dan mengkodifikasinya menjadi sebuah disiplin ilmu.

Mengetahui nama dari disiplin ilmu yang akan dipelajari terlihat sederhana namun juga penting mengetahuinya. Karena apabila tidak mengetahui Namanya, dapat mempengaruhi arah tujuan pembelajaran.

Setiap ilmu pasti mempunyai sumber tertentu yang darinya dilahirkan ilmu tersebut, karena dengan adanya dasar referensinya ilmu tersebut bisa berdiri.

Hukum mempelajari ilmu tentu berbeda-beda, tergantung kepada siapa yang tertuju hukum itu. Ada yang bersifat fardhu ain, ada yang kifayah, bahkan sampai haram. Tergantung dari tujuan ilmu tersebut.

Apabila telah mengetahuinya, seorang pelajar bisa mengetahui hukum dari ilmu yang akan dipelajari.

Mengetahui permasalahan-permasalahan yang terkandung dan menjadi pembahasan suatu ilmu menjadikan seorang pelajar tidak salah arah ketika ingin mempelajari suatu masalah dalam disiplin keilmuan.

Sebab, pemetaannya sudah jelas. Misalnya, masalah perhitungan kalender, tentunya ilmu ini dicari dalam disiplin ilmu falak, tidak mungkin menemukannya dalam ilmu nahwu.

Demikianlah, pentingnya mempelajari mabadi asyrah terlebih dahulu agar sebuah ilmu yang akan dipelajari bisa dengan maksimal. Kalau ilmu diibaratkan suatu kota, maka mabadi asyrah adalah pintu gerbang utamanya.

Wallohu A’lam
Oleh Muhammad Agus

Editor: Dewi Anggraeni, S.Hum

Aktivis dakwah, jurnalis, interpersonal skill, tim work, content creator, dan emotional management.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator